Bab 143: Lestari
“Maaf mengganggu, apakah benar ini KA. JABBAR?”
Serrr..! Darah Aje sontak berdesir. Beberapa saat ia memandangi layar ponselnya dan mencermati setiap kata yang ada di dalam pesan yang baru masuk ini. Aje berpikir keras.
Apakah ini berarti, bahwa orang yang mengirim pesan ini mengenal dirinya? Sebagai Aje? Atau juga sebagai KA. JABBAR?
Sebentar menoleh pada apotek Cita Medika, Aje pun kembali memperhatikan layar ponselnya lagi. Ia memperhatikan betul-betul pada nomor si pengirim pesan yang ternyata tidak ada di memori kontaknya ini.
Antara ingat dan tidak ingat, sepertinya nomor ini pernah melintas di dalam kehidupan Aje. Ia memang tidak hafal pada keseluruhan nomor ponsel yang berjumlah sebanyak dua belas digit ini.
Akan tetapi, tiga digit terakhir, yaitu 308, Aje merasa pernah familiar dengan nomor i
Bab 144:Buka Kartu SEMENTARA ITU, DI NAIKIN ELECTRONIC..,Plookkk..! Hekal menepuk jidatnya sendiri. Hampir bersamaan dengan itu ia pun menyeru karena kaget.“Haiyaaa..!” Ucap Hekal meniru gaya A Sun, manajernya yang seorang Hokian itu. Beberapa saat mata Hekal memelototi selembar kertas kecil yang terlapisi dengan plastik tebal di tangan satunya.“Kenapa, Kal?” Tanya Jarot, rekan Hekal sesama teknisi Naikin.“Aku baru sadar,” sahut Hekal, sembari menggoyang-goyangkan secarik STNK di tangannya.“Ternyata pajak motorku sudah mau mati. Eeee.., mana tinggal seminggu lagi!”“Berarti, matinya bulan depan?” Menyusul Hendra yang bertanya.“Iya.” Hekal menyahut. “Aduh, kok bisa lupa sih aku!”“Sini, coba lihat STNK kamu.” Pinta Alex, teknisi Naikin yang lain.Usai menyerahk
Bab 145:Satu Dua Cis Cekrek-cekrek! Kemudian, apakah Hekal akan membuka kartunya juga? Tentang dirinya yang pernah ditampik Ayumi di arena CFD?“Berarti, Ayumi itu cewek matre ya?” Kata Jarot kemudian, seperti meminta persetujuan pada rekan-rekannya.“Hem-hem, iya, tak salah lagi,” sahut Alex.“Lihat saja pacarnya yang sekarang. Ganteng? Tidak. Keren? Tidak. Cuma menang karena dia pakai motor sport yang jauh lebih keren dari pada punya kita-kita.”Hekal tersenyum mencibir. Entah apakah ia setuju pada pendapat ketiga rekannya, tetapi sekarang ia malah berlagak bijak dengan mengeluarkan fatwa.“Cewek, kalau matre, itu wajar,” katanya.“Semua wanita pasti mengharapkan calon pasangan yang mapan secara ekonomi untuk membiayai hidupnya kelak. Untuk membelikan dia baju yang cantik, untuk membelikan dia bedak gincu dan lipstik.&r
Bab 146:Yang Menyamar Seperti kebiasaannya beberapa waktu belakangan ini, sepulangnya dari kantor Karin tidak langsung menuju ke rumah, tetapi singgah terlebih dulu di taman Damai Langgeng.Sesampainya di taman itu, Karin memarkirkannya mobilnya secara paralel, persis di samping pohon pinang putri yang banyak tumbuh di sepanjang tepian taman. Masih di dalam mobil ia mengintip-intip suasana taman sebentar.Sejak dari markasnya di Polda tadi Karin sudah menyalin seragam polisinya dengan setelan kasual. Berupa rok jins panjang selutut dengan warna biru muda. Ia padukan itu dengan kemeja kotak-kotak yang modis berwarna putih kombinasi. Untuk kaki, ia memakai sepatu slip on berbahan suede kuning terang.“Sudah cukup?” Pikir Karin sebelum turun dari mobil.“Ada yang kurang?”“Oh, iya.” Karin hampir melupakan sesuatu. Apa itu?“Penyamaran!”
Bab 147:Luput Karin terus saja duduk bertopang dagu. Pandangannya yang kosong mengarah ke depan, ke sebuah lorong kecil yang diciptakan dua baris tanaman bunga asoka. Sebuah cup berisi jus mangga ia pegang dengan satu tangannya yang lain.Sesekali ia membenahi rambut palsu yang ia kenakan, menyisir-nyisirnya dengan jari seakan tampak natural. Tidak nyaman sebenarnya. Toh sudah lama ia tidak melakukan penyamaran seperti sekarang ini.Seingatnya, di sepanjang karir dirinya di Ditreskrimum, tidak banyak operasi penyamaran yang pernah ia lakukan. Sepuluh kali? Mungkin lebih. Dua puluh kali? Sekitar itu, Karin tak ingat pasti.Karin pernah menyamar menjadi seorang ibu-ibu yang tengah hamil. Huuu.., sedihnya! Mengingat fakta dirinya yang ingin punya anak tapi tak kunjung hamil.Karin juga pernah menyamar menjadi seorang akuntan, konsultan kecantikan, pekerja salon, sales rokok. Ia bahkan, dengan prof
Bab 148:Pelat Motor Yang Miring Hekal merasa jengkel sendiri, bagaimana ia bisa terlupa dengan alat transportasi milik pribadinya. STNK motor sudah hampir mati, masa berlaku SIM-nya juga sudah hampir habis. Artinya apa? Artinya apa..??Artinya Hekal harus bekerja lebih keras lagi demi bisa mengumpulkan uang. Supaya ia bisa membayar pajak motor yang kali ini bersamaan dengan perpanjangan STNK dan pelat nomor.Nah, yang ini juga tak boleh lupa, yaitu mengurus perpanjangan SIM atau lisensi mengemudinya itu.Surat-surat berkendara bagi Hekal tak boleh diabaikan. Sebab, dari kendaraan itu pula Hekal mencari nafkahnya sebagai driver ojek online. Lain dari itu, ada satu prinsip pada dirinya yang cukup bisa membuat ia bangga. Yaitu..,“Walaupun jelek begini, walaupun mantan berandalan begini, aku ini taat pajak! Syaah..!”Baiklah, Hekal harus menyebut juga alasan lain yang membuatnya
Bab 149:Anak Balam dan Anak Tokek Menyaksikan kekonyolan Hekal dengan pelat motornya, Anjeli pun memisuh-misuh di dalam hati. “Dasar kamu, Hekal! Kamu sadar tidak sih, siapa sesungguhnya lelaki yang sejak dulu aku sukai itu..??”Akhirnya, Anjeli pun diam, lalu membuang pandangannya ke arah kanan. Hekal memegang-megang pelat motor Anjeli lagi, sebelum akhirnya berdiri tegak dan berkata sesuatu dengan sedikit gugup.“Eee.., anu, ini, Njel. Aku lagi kepepet nih. Maksudku, kalau boleh, dan kalau kamu tidak keberatan, aku mau pinjam uang ke kamu.”Mendengar kata-kata Hekal itu, spontan saja Anjeli mengumpat.“Huuuh..! Kamu!”Wajahnya pun sontak memerah karena malu. Saking geram dan kekinya gadis berjilbab dan berkacamata ini, ia sampai memukuli Hekal menggunakan tas sandangnya. Plok! Plok!Hekal menangkis-nangkis seperlunya. Plok! Plok!&ldquo
Bab 150:Kurang Vitamin “Bik Atun membeli handuk — Main pantun lagi yuk.”“Ogah!”Begitu! Begitu itu isi balasan chat dari Hekal! Mata Olive sampai melotot membaca pesan ini. Hatinya spontan mangkel. Rasa rindu yang sudah sampai ubun-ubun pun kontan saja meledak.“Hekaaal..!” Pekik Olive gemas, sembari menghentak-hentakkan kedua kakinya di kasur. Tubuhnya yang sedang tengkurap pun ikut menggelinjang.Masih dengan geram hatinya, Olive memandangi foto Hekal yang bergaya candid di layar ponselnya ini. Lalu sembari mencubit-cubit foto Hekal, ia pun merepet tak henti-henti.“Kurang asem kamu, Kal! Kurang aseeeemm..!”“Dasar kamu laki-laki kurang vitamin!”“Dasar otak kamu itu kekurangan protein!”“Tidak bisa mikir! Tidak bisa nalar perasaan perempuan!”“Kamu pasti t
Bab 151:Kece Badai Mantap Mengguntur “Oh,” gumam Hekal pelan, seraya mengangguk-angguk.“Dia menyukai foto profilku yang ini toh?”Hekal teringat dengan foto yang sekarang ia jadikan profil ini. Foto bergaya candid—pose berfoto seseorang yang seolah-olah tidak menyadari keberadaan kamera.Akan tetapi, sungguh, pose Hekal di sini memang candid dalam arti yang sebenarnya. Karena faktanya, ia memang tidak sadar ketika foto itu diambil, boro-boro sempat bergaya.Pelaku yang mengambil fotonya adalah A Sun, manajernya yang tengik bin tengil itu. Kisah di balik foto itu sendiri sebenarnya sedikit menggiriskan hati.Ketika itu Hekal sedang tidak fit, sedikit demam dan sakit kepala. Masih di jam kerja, ia diam-diam menyelinap ke belakang untuk beristirahat, melepas lelah sembari menahankan demamnya. Ketika sedang duduk menunduk sambil bertopang lu
Bab 303: Selendang Cinta “Saya terima nikah dan kawinnya Karin Jazmina Zachrie binti..,” Kalimat Aje terputus lagi! Bintinya, binti siapa? Aje lupa! Siapa tadi nama ayah kandung Karin? Siapa tadi namanya, ini, lelaki di hadapanku yang menggenggam tanganku ini! Mengapa lidah Aje menjadi kelu begini? Tiba-tiba saja hatinya bergetar dahsyat. Ia merasa tengah berada di dalam sebuah dimensi yang tak terdefinisi. Seakan-akan ia berada di suatu kegelapan, di mana sekarang tengah dipampangkan di depan matanya, seluruh kolase hidupnya yang bersambungan bak deretan potret. Dia yang dulu menikah dengan Diana., Dia yang dulu menjalani hidup nan bahagia.., Diana yang kemudian mengandung.., Diana yang dimasukkan ke ruang operasi…, Diana yang tak sadar dan terus pergi.., Darah Aje mendesir begitu derasnya. Bulu romanya pun serentak meremang. Entah apa yang ia rasakan sekarang. Namun, tiba-tiba kegelapan yang menyungkupinya tadi menghilang. Digantikan suasana yang terang benderang, de
Bab 302: Riam Kanan Riam Kiri “Eeem, ini, Abang ada masalah, Kal.”“Masalah? Masalah apa, Bang?”“Jadi begini, besok malam, eee.., besok malam.., Abang mau.., ini, ckk, eee..,”“Mau apa?” Kejar Hekal.“Emmm, Abang mau melamar seseorang.”“Melamar?”“Iya.”“Siapa?”“Kamu pasti tahu orangnya.”“Mbak Karin?”“Iya.”“Tunggu, tunggu dulu, Bang.”“Kenapa?”“Aku bilang cie dulu ya.”“Silah..,” belum sampai ‘kan’, Hekal sudah,“Ciiieeeee..!”Nah, masalahnya adalah, Aje sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Kerabat terdekat ayahnya yang dituakan justru tinggal di kota yang berbeda dan itu jauh.Aje bisa saja, dan ia berani melakukan itu, melamar Karin seorang diri. Akan tetapi, ia juga tidak bisa mengabaikan etika.Semestinya, untuk berbicara dengan orang tua Karin harus melalui perantara orang tua juga, dalam hal ini keluarga.“Abang sudah meminta tolong Pak Sali untuk menjadi perwakilan keluarga Abang. Tapi, dia tidak berani. Grogi, begitu katanya.”“Oh, begini saja, Bang. Aku ada ide.”“Ap
Bab 301:Bunda Untuk Tiara Aje mengendarai motornya dengan perasaan yang melambung. Seakan-akan ia baru saja menghirup gas helium, membuat dirinya dan juga motornya terasa amat ringan.Rasanya seperti mau terbang saja. Mungkin benar apa yang dikatakan pujangga lama dari antah berantah itu, bahwa bagi orang-orang yang sedang jatuh cinta, mereka tak butuh sayap!Seperti inikah dampak dari sesuatu yang dinamakan asmara itu?Apakah ini merupakan pengalaman yang paling baru bagi Aje?Tidak juga. Bersama almarhumah Diana dulu ia pernah merasakan gejolak yang seperti ini. Momen ketika dulu ia bertemu dengan almarhumah Diana pun kembali membayang di dalam benak Aje, seiring dengan perjalanannya bermotor kembali ke rumah.Di dalam bus metro, ya, di situlah ia dulu bertemu dengan Diana sewaktu masih tinggal di Jakarta. Cerita pun bergulir dari beberapa pertemuan hingga menjadi perkenalan.
Bab 300:Kamu Oke Aku Pun Oke “Ayim!”“Jazmin!”Tiba-tiba saja, bumi berhenti berputar, angin berhenti berhembus, bunga dan pepohonan tak bergerak, kupu-kupu diam mengambang.., semua yang ada di taman ini seakan terpasung pada waktu yang abadi.Pelan-pelan, Karin melirik ke arah Aje. Pelan-pelan juga Aje melirik ke arah Karin. Beberapa detik mereka berdua saling bersitatap, lalu serentak saling mengalihkan pandangan. Canggung, grogi, gugup, kikuk.Aje dan Karin telah tertangkap basah dengan kata-kata mereka sendiri, Saat ini Karin merasa bagai pencuri ayam yang terkurung di dalam kandang.Aje pun merasa bagai maling celana dalam yang dipergoki sang pemilik jemuran.“Naaah..!” Kata Olive menunjuk Hekal. “Sudah dengar Kakak kan? Gebetannya Mbak Karin itu cuma Ayim!”“Sudah dengar juga kamu kan?” Sahut Hekal pula. &ldq
Bab 299:Ayim & Jazmin Aje mengendarai motornya dengan kecepatan yang sedikit lebih dari biasanya. Ia tidak ingin Hekal terlalu lama menunggu, lalu membuat penerima paket pun ikut menunggu.Barang yang tidak biasa, dengan layanan yang tidak biasa pula. Butuh cepat, begitu kata Hekal tadi. Ongkosnya saja dua kali lipat dari yang semestinya.Sesekali Aje berhenti di lampu merah, atau di ruas jalan yang kebetulan sedang ada kemacetan. Ia barengi proses mengendara motornya itu dengan berpikir, tentang apa pun yang kebetulan melintas di dalam benaknya.Nah, tiba-tiba ia teringat lagi pada mimpinya beberapa waktu yang lalu. Tentang seorang wanita di bawah joglo yang ditunjukkan almarhumah Diana.Atau, bagaimana jika.., joglo dalam mimpinya itu memiliki pengertian yang tidak harfiah. Artinya bukan joglo dalam bentuk fisik, tapi joglo dalam bentuk yang.., heemm, Aje terus berpikir, terus melamun, se
Bab 298:Yang Bertengkar Sepanjang perjalanannya menuju alun-alun ini, benak Karin terus diganggu dengan banyaknya pertanyaan. Ia tak habis pikir, masalah apa yang sedang dihadapi Olive itu hingga ia meminta bantuan pada dirinya.“Mudah-mudahan, Olive nanti bisa kuat dan menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Hekal,” harap Karin dalam hati.“Mudah-mudahan aku tidak perlu campur tangan.” Olive bilang di telepon tadi, dia bertengkar dengan Hekal suaminya itu. Pasal apakah? Apakah ini menyangkut fisik Olive yang tidak sempurna lagi dan Hekal yang kakinya juga cacat?“Sepertinya, tidak mungkin.” Bantah Karin pula.Sebab, dengan pandangannya sendiri ia bisa menilai ketulusan Hekal pada Olive dan begitu juga sebaliknya.Atau, ada rahasia lain?Misalnya, Olive frigid, dan Hekal impoxten hingga tak mampu menafkahi batin istrinya itu? Hemm,
Bab 296:Antara Tangisan dan Orderan Masih pukul sepuluh pagi, Karin ingin mengambil break dari pekerjaannya dengan keluar menuju kantin yang terletak di antara komplek perkantoran Ditreskrimum dan Ditlantas.Ia berharap segelas teh manis dengan campuran irisan lemon bisa menyegarkan pikirannya.Sejak kemarin ia diperintah oleh Kompol Corina untuk membaca-baca buku, artikel, atau jurnal yang membahas psikologi wanita.Ini terkait dengan sebuah kasus kekerasan dari sebuah Polres yang sekarang tengah mendapat supervisi dari komandannya itu.Karin membaca, membuat resume, dan menyunting semua hal yang perlu dari bacaannya itu, untuk selanjutnya nanti akan ia diskusikan bersama.Tak sampai dua menit kemudian Karin telah sampai di kantin dan segera memesan segelas teh lemon.Ia sengaja memilih duduk di meja yang paling pojok. Selain karena memang itu nalurinya sebagai petugas rese
Bab 296:Lumer “Aku tadi sudah ke Rowo Bening, Bang,” kata Hekal mulai buka percakapan.“Hem-hem? Ke tempat siapa?”“Tentu saja ke rumah Abang.”“Nah, Abang kan lagi mengojek.”“Itu dia yang aku lupa. Ya sudah, sekalian saja aku silaturrahmi ke rumah Kak Eda. Sekalian juga aku nengokin Tiara.”Aje tersenyum. Ia memindahkan jaket Ayo-Jek-nya dari meja ke kursi, supaya ia bisa melipat tangannya di meja itu. Cangkir kopinya ia geser juga sedikit.“Pantas saja aku pangling dengan Tiara ya, Bang.”“Kenapa?”“Tiara makin comel begitu, pipinya makin chubby, rambutnya pun makin panjang.”Aje tersenyum lagi.“Tiara rupanya sudah lupa dengan aku, Bang. Mau kugendong dia tak mau. Mau kucium apa lagi. Aku keluar dulu, beli es krim, barulah dia mau kugendong. Hahaha.
Bab 295:Duren Montong Sepanjang perjalanan pulang ini Aje sesekali tersenyum. Ia merasa geli ketika teringat keberhasilannya melakukan ‘prank’ kecil pada Karin di gazebo tadi.Begitu lucunya mungkin bagi sang Polwan itu. Sampai ia tertawa tergelak-gelak. Berhenti sebentar untuk bertanya jawab, lalu tertawa dan tergelak-gelak lagi.Karin bahkan sampai bangkit dari posisi duduknya dan mencubiti bahu Aje.Memori di gazebo belum lama tadi ia padan-padankan dengan memorinya yang dulu bersama almarhumah Diana.Prank pura-pura tertidur akibat terkena hipnotis sendiri, dulu juga pernah ia lakukan pada istrinya itu.Betapa senang dan gembiranya Diana ketika itu. Ia tertawa begitu lepas, dan menggeram-gerami dirinya dengan pukulan bantal guling.Aje lalu menangkap bantal guling, menarik tangan Diana pula, lalu segera menyambar bibir Diana yang merona itu dengan ciuma