Bab 119: Malam Yang Panas
Selang setengah jam kemudian, Hekal pun memasuki sebuah gang yang ukurannya masih lumayan lebar. Suasananya sedikit gelap. Lampu penerangan hanya satu, dari sebuah tiang listrik dan itu hanya ada di pangkal gang.
Hekal lalu menghentikan motornya persis di depan sebuah rumah dengan kelir hijau muda. Ia menoleh kanan-kiri pada area sekitar. Sebentar pandangannya menyusuri deretan rumah-rumah yang berbentuk sama tetapi warnanya berbeda-beda.
Sepi, dan sunyi, semua penghuni rumah itu pasti sudah terbang ke alam mimpi.
Hekal lalu menunduk untuk mencermati informasi yang tertera pada ponselnya. Tanda marka di peta online dan juga keterangan detil termasuk nomor rumah, semuanya sudah pas. Ia mengangguk-angguk, lalu mematikan mesin motornya.
Tempat tinggal Monalisa ini sama dengan rumah Hekal sendiri, yaitu rumah petak alias kontrakan. Lebar depan dan dimensi terasnya pun sama.
Bab 120:Antara Iman dan Imin “Hihihi.., manaaahh?? Aku sudah mengalah, dengan membiarkan kamu tak mencerai Mbak Karin, tapi..,”Oh, walah! Gerutu Hekal dalam hati. Problematika apa yang dihadapi oleh Monalisa ini? Antara Rio, KA Jabbar, Verous, dan Mbak Karin.., entah siapa-siapa mereka semua itu! Hekal tak mau ambil peduli.“Hei, Monalisa!” Seru Hekal pelan tetapi ketus.Monalisa menyahut dengan wajah yang manja dan suara yang mendesah. “Panggil akuhh Lisaahh.. sajahh..,”“Iya. Hei, Lisa! Dengar, aku ini bukan Verous.”“Terserahh.., hihihi.., huik!”Setelah berhasil membangkitkan tubuh Monalisa lagi, Hekal lalu membawanya menuju sofa yang ada di ruang tamu ini. Tetapi, Lisa menolak.“Aku tak mau di sinihh, di sini banyak nyamuk. Aku mau ke kamar..”Maka, terpaksalah Hekal teruskan langkahnya ber
Bab 121:Seperti Kuntilanak Tiba-tiba saja..,Kling..! Kliing..! Kliiiing..!Ponsel Hekal berdering. Sang driver ojek ini sampai terlonjak saking terkejutnya. Satu tangannya melepaskan rengkuhan Lisa, dan segera mengambil ponsel dari saku celana yang kini sudah lebih sempit dari biasanya. Ternyata, ada sebuah panggilan telepon dari..,“Huuh! Si mentel lagi!” Gerutu Hekal dalam hati.Si mentel, alias Olive. “Mengganggu saja!” Sang teknisi Naikin ini tak menjawab. Ia hanya menekan tombol silence, lalu segera kembali menghadapi Lisa. Baru saja Hekal akan melanjutkan babak pemanasan yang tadi..,Kling..! Kling..! Kliiiiiiiiing..!Ponsel Hekal berdering lagi, dan betapa kesalnya si lelaki bujang ini saat menyadari bahwa yang menghubungi dirinya adalah, Olive lagi!Teringat wejangan Olive saat menghiburnya pasca ditampik Ayumi temp
Bab 122:GOR Bhayangkara Keesokan harinya, pukul tiga sore..,Tak lama setelah keluar dari markas Polda Sumatera Tengah, Karin mengendarai mobilnya ke arah selatan. Ia berhenti sebentar di sebuah perempatan dengan lampu merah, lalu mengambil rute lewat jalan Diponegoro.Sang Srikandi ini belum berniat untuk pulang ke rumah. Meskipun jam dinasnya di hari Sabtu ini sudah berakhir, tetapi tugasnya sebagai pengasuh perguruan karate telah menanti pula. Mau tidak mau, kali ini Karin harus turun tangan langsung melatih anak-anak didik karatenya. Sebab, pelatih-pelatih junior bawahannya banyak yang sedang berhalangan.Keinginan Karin untuk mundur dari kepengurusan, dan apa pun itu yang terkait dengan bela diri karate, sepertinya belum bisa terwujudkan untuk tahun ini. Ia harus menunggu seorang kohai, yaitu adik seperguruan di bawahnya, untuk naik tingkat sabuk terlebih dahulu supaya bisa menggantikan dir
Bab 123:Tiga Markas “GOR Bhayangkara?” Aje membatin.Sembari menarik resleting jaket Ayo-Jek-nya ia terus saja mencermati layar ponsel. Titik penjemputannya memang tidak jauh, dekat saja. Jalan Lily, bahkan dapat dikatakan masih terletak di belakang masjid tempatnya duduk ini. Akan tetapi, titik pengantarannya ternyata cukup jauh.Aje memang tidak sedang memperhitungkan jarak. Toh, itu semua berbanding lurus dengan tarif ojek yang sudah dipatok oleh sistem.Satu hal yang tiba-tiba membuat jantungnya berdegup tak keruan adalah, bahwa rute yang akan dia tempuh ketika mengantar penumpang nanti akan melewati sebuah markas polisi, yaitu sebuah Mapolsekta—Markas Kepolisian Sektor Kota.Itu yang pertama. Lalu yang kedua, beberapa kilometer setelah itu ia juga akan melewati markas polisi yang lebih besar, dengan jumlah personel yang lebih banyak dan satuan yang lebih lengkap, yaitu Ma
Bab 124:Para Pendekar “Berdoa, selesai!”Seusai berdoa dan mengangkat wajah inilah, Karin menyadari bahwa ada seseorang yang tidak ada di dalam kelompok sabuknya. Dia adalah seorang anak lelaki, masih kelas dua SMP, berpostur gemuk, pendek, dan berwajah chubby atau tembam.Saat ini Karin memang tidak ingat dengan namanya. Namun, ia sangat mengenali wajah dan penampilan si anak, berikut juga alasan yang melatarbelakangi dirinya belajar karate. Sebab, si ayah sendiri yang pernah menceritakan hal itu pada Karin sewaktu mendaftarkan anaknya beberapa waktu lalu.Sang anak itu ternyata sering di-bully oleh teman-temannya di sekolah. Sosoknya yang memang inferior itu tidak sanggup dan juga tidak berani untuk melawan.Karin, sang master karate ini, memang selalu menegaskan kepada semua orang bahwa karate yang ia ajarkan bukan dipergunakan untuk berkelahi, bukan untuk tampil sok jagoan, dan
Bab 125:Si Gendut Susah Turun Sampai di sebuah ujung dari barisan, Karin putar badan, berbalik lagi untuk menuju ke barisan murid yang lapis berikutnya. Tiba-tiba saja, ia melihat ada sebuah motor yang mendekati arena latihan. Ia sontak tersenyum saat melihat seorang anak gemuk pendek yang duduk di jok belakang motor itu.Dia adalah anak yang ia tunggu kedatangannya sejak tadi. Si chubby, korban bully, yang ia beri perhatian khusus sesuai dengan amanah dari orang tuanya. Bersamaan dengan itu, di dalam benak Karin pun segera melintas sebuah ide untuk memberi hukuman pada si chubby karena keterlambatannya itu.Karin berjalan di antara barisan anak-anak karate, menuju motor yang ditumpangi oleh si chubby. Beberapa detik kemudian, barulah sang master karate ini menyadari, bahwa motor yang baru tiba itu adalah milik seorang driver ojek. Nah, itu, jaket hijaunya kelihatan jelas toh?Maka, spontan saja ia me
Bab 126:Tak Mau Toto Pukul empat sore..,Briptu Olivia Razak, alias Olive, sedang duduk di dalam sebuah halte bus yang letaknya masih tidak jauh di depan markas Polda Sumatera Tengah. Ia telah sengaja meninggalkan mobilnya di areal parkir Ditlantas sana dan berjalan menuju ke halte ini.Kebetulan hari ini Olive bisa pulang lebih cepat dari biasanya. Jam dinasnya di hari Sabtu memang berakhir pukul dua belas, dengan pengecualian jika tidak ada tugas yang urgen atau mendadak.Namun, mengapa ia tidak segera pulang ke rumah dengan mengendarai mobilnya, dan malah duduk berdiam diri di dalam halte ini?? Sampai berjam-jam lho!Apakah ia akan pergi ke suatu tempat dengan menggunakan bus metro? Apakah ia memiliki suatu janji? Atau apakah ia sedang menunggu seseorang?Apa pun itu, ia tampak tidak peduli dengan beberapa calon penumpang yang juga duduk di halte yang sama. Ia juga tidak peduli dengan
Bab 127:Menggosip Yuk! Kebetulan, hari ini tidak banyak gawai di dealer Naikin Electronic tempat Hekal bekerja tadi. Sehingga ia bisa pulang lebih cepat dari biasanya.Peraturannya memang begitu, jam kerja di hari Sabtu memang hanya sampai pukul dua belas saja. Dengan pengecualian jika ada peralatan yang rusak dan harus segera diperbaiki, maka jam kerja sisanya dihitung lembur.Hekal duduk melamun di warung kopi Bang Fahmi. Menemani dirinya, ada ponsel yang tergeletak begitu saja di atas meja. Ada juga sebungkus rokok yang letaknya berdampingan bersama pasangannya, sebuah korek api.Sebatang rokok dari yang sebungkus tadi, sudah disulut Hekal. Sudah dihisap dua kali, dan sekarang masih terjepit di antara dua jari Hekal dengan abu yang memanjang, nyaris jatuh.Hekal sudah menyalin seragam teknisi Naikin Electronic-nya dengan sebuah kaos oblong berwarna abu-abu. Jaket Ayo-Jek miliknya juga sudah
Bab 303: Selendang Cinta “Saya terima nikah dan kawinnya Karin Jazmina Zachrie binti..,” Kalimat Aje terputus lagi! Bintinya, binti siapa? Aje lupa! Siapa tadi nama ayah kandung Karin? Siapa tadi namanya, ini, lelaki di hadapanku yang menggenggam tanganku ini! Mengapa lidah Aje menjadi kelu begini? Tiba-tiba saja hatinya bergetar dahsyat. Ia merasa tengah berada di dalam sebuah dimensi yang tak terdefinisi. Seakan-akan ia berada di suatu kegelapan, di mana sekarang tengah dipampangkan di depan matanya, seluruh kolase hidupnya yang bersambungan bak deretan potret. Dia yang dulu menikah dengan Diana., Dia yang dulu menjalani hidup nan bahagia.., Diana yang kemudian mengandung.., Diana yang dimasukkan ke ruang operasi…, Diana yang tak sadar dan terus pergi.., Darah Aje mendesir begitu derasnya. Bulu romanya pun serentak meremang. Entah apa yang ia rasakan sekarang. Namun, tiba-tiba kegelapan yang menyungkupinya tadi menghilang. Digantikan suasana yang terang benderang, de
Bab 302: Riam Kanan Riam Kiri “Eeem, ini, Abang ada masalah, Kal.”“Masalah? Masalah apa, Bang?”“Jadi begini, besok malam, eee.., besok malam.., Abang mau.., ini, ckk, eee..,”“Mau apa?” Kejar Hekal.“Emmm, Abang mau melamar seseorang.”“Melamar?”“Iya.”“Siapa?”“Kamu pasti tahu orangnya.”“Mbak Karin?”“Iya.”“Tunggu, tunggu dulu, Bang.”“Kenapa?”“Aku bilang cie dulu ya.”“Silah..,” belum sampai ‘kan’, Hekal sudah,“Ciiieeeee..!”Nah, masalahnya adalah, Aje sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Kerabat terdekat ayahnya yang dituakan justru tinggal di kota yang berbeda dan itu jauh.Aje bisa saja, dan ia berani melakukan itu, melamar Karin seorang diri. Akan tetapi, ia juga tidak bisa mengabaikan etika.Semestinya, untuk berbicara dengan orang tua Karin harus melalui perantara orang tua juga, dalam hal ini keluarga.“Abang sudah meminta tolong Pak Sali untuk menjadi perwakilan keluarga Abang. Tapi, dia tidak berani. Grogi, begitu katanya.”“Oh, begini saja, Bang. Aku ada ide.”“Ap
Bab 301:Bunda Untuk Tiara Aje mengendarai motornya dengan perasaan yang melambung. Seakan-akan ia baru saja menghirup gas helium, membuat dirinya dan juga motornya terasa amat ringan.Rasanya seperti mau terbang saja. Mungkin benar apa yang dikatakan pujangga lama dari antah berantah itu, bahwa bagi orang-orang yang sedang jatuh cinta, mereka tak butuh sayap!Seperti inikah dampak dari sesuatu yang dinamakan asmara itu?Apakah ini merupakan pengalaman yang paling baru bagi Aje?Tidak juga. Bersama almarhumah Diana dulu ia pernah merasakan gejolak yang seperti ini. Momen ketika dulu ia bertemu dengan almarhumah Diana pun kembali membayang di dalam benak Aje, seiring dengan perjalanannya bermotor kembali ke rumah.Di dalam bus metro, ya, di situlah ia dulu bertemu dengan Diana sewaktu masih tinggal di Jakarta. Cerita pun bergulir dari beberapa pertemuan hingga menjadi perkenalan.
Bab 300:Kamu Oke Aku Pun Oke “Ayim!”“Jazmin!”Tiba-tiba saja, bumi berhenti berputar, angin berhenti berhembus, bunga dan pepohonan tak bergerak, kupu-kupu diam mengambang.., semua yang ada di taman ini seakan terpasung pada waktu yang abadi.Pelan-pelan, Karin melirik ke arah Aje. Pelan-pelan juga Aje melirik ke arah Karin. Beberapa detik mereka berdua saling bersitatap, lalu serentak saling mengalihkan pandangan. Canggung, grogi, gugup, kikuk.Aje dan Karin telah tertangkap basah dengan kata-kata mereka sendiri, Saat ini Karin merasa bagai pencuri ayam yang terkurung di dalam kandang.Aje pun merasa bagai maling celana dalam yang dipergoki sang pemilik jemuran.“Naaah..!” Kata Olive menunjuk Hekal. “Sudah dengar Kakak kan? Gebetannya Mbak Karin itu cuma Ayim!”“Sudah dengar juga kamu kan?” Sahut Hekal pula. &ldq
Bab 299:Ayim & Jazmin Aje mengendarai motornya dengan kecepatan yang sedikit lebih dari biasanya. Ia tidak ingin Hekal terlalu lama menunggu, lalu membuat penerima paket pun ikut menunggu.Barang yang tidak biasa, dengan layanan yang tidak biasa pula. Butuh cepat, begitu kata Hekal tadi. Ongkosnya saja dua kali lipat dari yang semestinya.Sesekali Aje berhenti di lampu merah, atau di ruas jalan yang kebetulan sedang ada kemacetan. Ia barengi proses mengendara motornya itu dengan berpikir, tentang apa pun yang kebetulan melintas di dalam benaknya.Nah, tiba-tiba ia teringat lagi pada mimpinya beberapa waktu yang lalu. Tentang seorang wanita di bawah joglo yang ditunjukkan almarhumah Diana.Atau, bagaimana jika.., joglo dalam mimpinya itu memiliki pengertian yang tidak harfiah. Artinya bukan joglo dalam bentuk fisik, tapi joglo dalam bentuk yang.., heemm, Aje terus berpikir, terus melamun, se
Bab 298:Yang Bertengkar Sepanjang perjalanannya menuju alun-alun ini, benak Karin terus diganggu dengan banyaknya pertanyaan. Ia tak habis pikir, masalah apa yang sedang dihadapi Olive itu hingga ia meminta bantuan pada dirinya.“Mudah-mudahan, Olive nanti bisa kuat dan menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Hekal,” harap Karin dalam hati.“Mudah-mudahan aku tidak perlu campur tangan.” Olive bilang di telepon tadi, dia bertengkar dengan Hekal suaminya itu. Pasal apakah? Apakah ini menyangkut fisik Olive yang tidak sempurna lagi dan Hekal yang kakinya juga cacat?“Sepertinya, tidak mungkin.” Bantah Karin pula.Sebab, dengan pandangannya sendiri ia bisa menilai ketulusan Hekal pada Olive dan begitu juga sebaliknya.Atau, ada rahasia lain?Misalnya, Olive frigid, dan Hekal impoxten hingga tak mampu menafkahi batin istrinya itu? Hemm,
Bab 296:Antara Tangisan dan Orderan Masih pukul sepuluh pagi, Karin ingin mengambil break dari pekerjaannya dengan keluar menuju kantin yang terletak di antara komplek perkantoran Ditreskrimum dan Ditlantas.Ia berharap segelas teh manis dengan campuran irisan lemon bisa menyegarkan pikirannya.Sejak kemarin ia diperintah oleh Kompol Corina untuk membaca-baca buku, artikel, atau jurnal yang membahas psikologi wanita.Ini terkait dengan sebuah kasus kekerasan dari sebuah Polres yang sekarang tengah mendapat supervisi dari komandannya itu.Karin membaca, membuat resume, dan menyunting semua hal yang perlu dari bacaannya itu, untuk selanjutnya nanti akan ia diskusikan bersama.Tak sampai dua menit kemudian Karin telah sampai di kantin dan segera memesan segelas teh lemon.Ia sengaja memilih duduk di meja yang paling pojok. Selain karena memang itu nalurinya sebagai petugas rese
Bab 296:Lumer “Aku tadi sudah ke Rowo Bening, Bang,” kata Hekal mulai buka percakapan.“Hem-hem? Ke tempat siapa?”“Tentu saja ke rumah Abang.”“Nah, Abang kan lagi mengojek.”“Itu dia yang aku lupa. Ya sudah, sekalian saja aku silaturrahmi ke rumah Kak Eda. Sekalian juga aku nengokin Tiara.”Aje tersenyum. Ia memindahkan jaket Ayo-Jek-nya dari meja ke kursi, supaya ia bisa melipat tangannya di meja itu. Cangkir kopinya ia geser juga sedikit.“Pantas saja aku pangling dengan Tiara ya, Bang.”“Kenapa?”“Tiara makin comel begitu, pipinya makin chubby, rambutnya pun makin panjang.”Aje tersenyum lagi.“Tiara rupanya sudah lupa dengan aku, Bang. Mau kugendong dia tak mau. Mau kucium apa lagi. Aku keluar dulu, beli es krim, barulah dia mau kugendong. Hahaha.
Bab 295:Duren Montong Sepanjang perjalanan pulang ini Aje sesekali tersenyum. Ia merasa geli ketika teringat keberhasilannya melakukan ‘prank’ kecil pada Karin di gazebo tadi.Begitu lucunya mungkin bagi sang Polwan itu. Sampai ia tertawa tergelak-gelak. Berhenti sebentar untuk bertanya jawab, lalu tertawa dan tergelak-gelak lagi.Karin bahkan sampai bangkit dari posisi duduknya dan mencubiti bahu Aje.Memori di gazebo belum lama tadi ia padan-padankan dengan memorinya yang dulu bersama almarhumah Diana.Prank pura-pura tertidur akibat terkena hipnotis sendiri, dulu juga pernah ia lakukan pada istrinya itu.Betapa senang dan gembiranya Diana ketika itu. Ia tertawa begitu lepas, dan menggeram-gerami dirinya dengan pukulan bantal guling.Aje lalu menangkap bantal guling, menarik tangan Diana pula, lalu segera menyambar bibir Diana yang merona itu dengan ciuma