Bab 112: Dia Yang Enggan
“Oh, iya. Olive, aku mau tanya nih.”
“Apa?”
“Sepanjang karir kamu di kepolisian, apakah kamu pernah memukul seseorang?”
“Aje gile kamu! Memangnya aku ini algojo?! Tukang pukul, begitu?!”
“Maksudku..,”
“Aku ini polisi, Kal! Aku ini abdi negara! Aku ini pelindung dan pengayom masyarakat!”
“Maksudku..,”
“Bahkan sekarang ini aku dituntut untuk menunjukkan eksistensi polisi yang ramah dan menjadi sahabat untuk anak-anak sekolah!”
“Liv, dengar dulu.”
“Oh, Hekal! Seandainya kamu tahu dengan tugas yang aku emban sekarang ini, kamu pasti..,”
“Olive, dengarkan aku dulu..,”
Sekonyong-konyong..,
“Baik, Kakanda, aku dengarkan kamu.”
Hekal tersentak. Cepat ia melepas ponselny
Bab 113:Tawa di Dalam Tangisan “Aje..,” gumam Karin lirih.“Ara..,”Entah mengapa, setiap Karin teringat dengan dua nama ayah beranak itu, seketika itu juga ia merasa ada yang menyayat di dalam hatinya. Perasaan sedih, perasaan nelangsa, perasaan iba, perasaan berdosa, semuanya.. begitu menyiksa!Segala perasaan yang menyesaki relung kalbu Karin ini sangat berbeda dengan ketika ia dikhianati oleh Verous. Seiring dengan perginya sang mantan suami itu dari kehidupannya, rasa cinta di dalam hati Karin juga bisa menyusul pergi, pupus, dan tak berbekas lagi.Akan tetapi, terhadap Aje.., juga Tiara.., perasaan sedih ini dari jenis yang lain! Karin benar-benar sadar, bahwa perasaan macam inilah yang tak akan pernah lekang oleh waktu, dan kelak akan ia bawa terus sampai ia mati.Hingga dua puluh menit kemudian, Karin memutar arah mobilnya di sebuah belokan U-Turn. Ia mela
Bab 114:Bakso Isi Bakso Tadi sore, Karin memang tidak bertemu dengan Aje dan Tiara di taman Damai Langgeng. Meskipun begitu ia mendapat sedikit penghiburan untuk sekadar mengurangi beban hatinya yang terasa begitu kisruh beberapa waktu belakangan ini.Selepas dari taman Damai Langgeng itu, sebelum pulang ke rumah Karin pergi ke kawasan Rowo Bening. Sekali lagi ia berharap bisa menemukan Aje, atau paling tidak menemukan alamatnya.Hasilnya memang tetap nihil. Akan tetapi, mulai sejak tadi sore itu pula ia memantapkan sebuah niat di dalam hatinya. Bahwa setiap hari, sepulangnya dari kantor, ia akan singgah di taman Damai Langgeng, lalu sebelum pulang ke rumah ia akan menyusuri jalan Rowo Bening.Tiga puluh hari dalam sebulan, dan tiga ratus enam puluh hari dalam setahun, pasti ada satu kemungkinan ia bisa bertemu dengan Aje. Ya, satu, satu saja, itu sudah cukup bagi sang Srikandi yang tengah merana ini.
Bab 115:Mister Happy Khusus untuk sosok Aje yang seorang driver ojek..,“Tunggu!” Pekik Karin dalam hati. Kedua matanya pun kembali terbuka dan menatap langit-langit kamarnya dengan binar yang cerah.Tiba-tiba saja Karin mendapat sebuah ide, dan implementasi dari ide ini Karin yakini akan semakin memperbesar kemungkinan ia bisa menemukan si duda ganteng itu. Alah, ganteng lagi!Cepat saja Karin bangkit dari ranjangnya, dan dengan sedikit tergesa-gesa ia pun menyambar ponsel yang tadi ia letakkan di meja rias dan lantas kembali menyalakannya. Pada ponsel itu ia membuka sebuah layanan internet. Lalu pada sebuah kolom yang tersedia di menu, Karin mengetikkan sebuah kata; Ayo-Jek.Karin mengunduh aplikasi Ayo-Jek dan serentak pula menginstal pada ponselnya. Setelah terinstal, Karin masuk ke menu setelan dan melakukan sinkronisasi. Ia menyetel akunnya. Ia menggunakan nama profil; JAZMIN.
Bab 116:Candid “Mister Happy ini kan, istilah untuk alat kxlamin laki-laki… hiiii..!”“Apa-apaan sih Hekal ini??” Olive bersungut-sungut kesal.Ada semacam perasaan tak nyaman menderanya dalam waktu yang bersamaan. Antara malu, risih, takut, dan jijik. Meskipun begitu, Olive tetap merasa penasaran pada jawaban Hekal itu.Mister Hepi.., Olive lantas mengetikkan nama itu pada kolom pencarian di facxbook. Tak menunggu lama hasil pencarian pun ditampilkan oleh aplikasi besutan Babang Zuckerberg ini.Olive menemukan beberapa orang yang menggunakan nama akun sebagai Mister Hepi. Sang Duta ini mengklik salah satunya, yang berada di daftar paling atas. Ia memperhatikan profil dan juga foto yang tersedia. Ternyata, bukan Hekal.“Ini malah seperti orang Amerika Latin sana. Hiii.., penampilannya seperti germo!”Olive lalu mengklik orang kedua yang a
Bab 117:Orderan Dari Italia Malam ini, akan menjadi malam yang sangat panjang bagi seorang Hekal Pratama. Bukan panjang secara harfiah, tetapi panjang secara essensi atau maknawiyah.Sebagai seorang driver ojek online paruh waktu, ia akan mendapatkan pengalaman baru yang sangat membekas dan tidak akan ia lupakan untuk seumur hidupnya.Lalu sebagai seorang manusia, ia akan dihadapkan pada dua pilihan yang sulit untuk mengambil salah satunya. Kemudian Olive, sang Polwan itu, alias si mentel itu, ternyata mempunyai peran penting di dalam kejadian yang dialami Hekal ini.Bermula dari..,********SATU JAM SEBELUMNYA..,Hari sudah menunjukkan waktu pukul sebelas malam ketika Hekal baru saja menyelesaikan orderannya yang ketiga. Ia sudah berniat akan segera pulang dan beristirahat, mengumpulkan tenaga untuk bekerja lagi esok hari di Naikin Electronic.&
Bab 118:Oplos “Astaghfirullah,” bisik Hekal dalam hati.“Apa pula ini?”Akun yang memesan ojek memang benar milik Monalisa. Ponselnya juga benar milik Monalisa. Tetapi, yang melakukan order adalah orang lain, yaitu sahabatnya, seorang perempuan yang rambutnya dicat pirang, dan potongan bajunya tak kalah seksi dibanding Monalisa.Monalisa-nya sendiri.., itu, dia sedang tepar, mabuk berat, terlentang tak berdaya di atas sebuah bangku panjang yang ada di belakang areal parkir motor ini. Dalam mabuknya itu Monalisa berbicara meracau-racau tak jelas.“Bang, saya minta tolong ya, Bang,” kata teman Monalisa, perempuan rambut pirang yang masih memegang ponsel milik Monalisa.“Tolong antar teman saya ini ke rumahnya.”“Di mana, Kak?” Tanya Hekal.“Sesuai dengan titik pengantaran yang saya bikin tadi.”Hek
Bab 119:Malam Yang Panas Selang setengah jam kemudian, Hekal pun memasuki sebuah gang yang ukurannya masih lumayan lebar. Suasananya sedikit gelap. Lampu penerangan hanya satu, dari sebuah tiang listrik dan itu hanya ada di pangkal gang.Hekal lalu menghentikan motornya persis di depan sebuah rumah dengan kelir hijau muda. Ia menoleh kanan-kiri pada area sekitar. Sebentar pandangannya menyusuri deretan rumah-rumah yang berbentuk sama tetapi warnanya berbeda-beda.Sepi, dan sunyi, semua penghuni rumah itu pasti sudah terbang ke alam mimpi.Hekal lalu menunduk untuk mencermati informasi yang tertera pada ponselnya. Tanda marka di peta online dan juga keterangan detil termasuk nomor rumah, semuanya sudah pas. Ia mengangguk-angguk, lalu mematikan mesin motornya.Tempat tinggal Monalisa ini sama dengan rumah Hekal sendiri, yaitu rumah petak alias kontrakan. Lebar depan dan dimensi terasnya pun sama.
Bab 120:Antara Iman dan Imin “Hihihi.., manaaahh?? Aku sudah mengalah, dengan membiarkan kamu tak mencerai Mbak Karin, tapi..,”Oh, walah! Gerutu Hekal dalam hati. Problematika apa yang dihadapi oleh Monalisa ini? Antara Rio, KA Jabbar, Verous, dan Mbak Karin.., entah siapa-siapa mereka semua itu! Hekal tak mau ambil peduli.“Hei, Monalisa!” Seru Hekal pelan tetapi ketus.Monalisa menyahut dengan wajah yang manja dan suara yang mendesah. “Panggil akuhh Lisaahh.. sajahh..,”“Iya. Hei, Lisa! Dengar, aku ini bukan Verous.”“Terserahh.., hihihi.., huik!”Setelah berhasil membangkitkan tubuh Monalisa lagi, Hekal lalu membawanya menuju sofa yang ada di ruang tamu ini. Tetapi, Lisa menolak.“Aku tak mau di sinihh, di sini banyak nyamuk. Aku mau ke kamar..”Maka, terpaksalah Hekal teruskan langkahnya ber
Bab 303: Selendang Cinta “Saya terima nikah dan kawinnya Karin Jazmina Zachrie binti..,” Kalimat Aje terputus lagi! Bintinya, binti siapa? Aje lupa! Siapa tadi nama ayah kandung Karin? Siapa tadi namanya, ini, lelaki di hadapanku yang menggenggam tanganku ini! Mengapa lidah Aje menjadi kelu begini? Tiba-tiba saja hatinya bergetar dahsyat. Ia merasa tengah berada di dalam sebuah dimensi yang tak terdefinisi. Seakan-akan ia berada di suatu kegelapan, di mana sekarang tengah dipampangkan di depan matanya, seluruh kolase hidupnya yang bersambungan bak deretan potret. Dia yang dulu menikah dengan Diana., Dia yang dulu menjalani hidup nan bahagia.., Diana yang kemudian mengandung.., Diana yang dimasukkan ke ruang operasi…, Diana yang tak sadar dan terus pergi.., Darah Aje mendesir begitu derasnya. Bulu romanya pun serentak meremang. Entah apa yang ia rasakan sekarang. Namun, tiba-tiba kegelapan yang menyungkupinya tadi menghilang. Digantikan suasana yang terang benderang, de
Bab 302: Riam Kanan Riam Kiri “Eeem, ini, Abang ada masalah, Kal.”“Masalah? Masalah apa, Bang?”“Jadi begini, besok malam, eee.., besok malam.., Abang mau.., ini, ckk, eee..,”“Mau apa?” Kejar Hekal.“Emmm, Abang mau melamar seseorang.”“Melamar?”“Iya.”“Siapa?”“Kamu pasti tahu orangnya.”“Mbak Karin?”“Iya.”“Tunggu, tunggu dulu, Bang.”“Kenapa?”“Aku bilang cie dulu ya.”“Silah..,” belum sampai ‘kan’, Hekal sudah,“Ciiieeeee..!”Nah, masalahnya adalah, Aje sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Kerabat terdekat ayahnya yang dituakan justru tinggal di kota yang berbeda dan itu jauh.Aje bisa saja, dan ia berani melakukan itu, melamar Karin seorang diri. Akan tetapi, ia juga tidak bisa mengabaikan etika.Semestinya, untuk berbicara dengan orang tua Karin harus melalui perantara orang tua juga, dalam hal ini keluarga.“Abang sudah meminta tolong Pak Sali untuk menjadi perwakilan keluarga Abang. Tapi, dia tidak berani. Grogi, begitu katanya.”“Oh, begini saja, Bang. Aku ada ide.”“Ap
Bab 301:Bunda Untuk Tiara Aje mengendarai motornya dengan perasaan yang melambung. Seakan-akan ia baru saja menghirup gas helium, membuat dirinya dan juga motornya terasa amat ringan.Rasanya seperti mau terbang saja. Mungkin benar apa yang dikatakan pujangga lama dari antah berantah itu, bahwa bagi orang-orang yang sedang jatuh cinta, mereka tak butuh sayap!Seperti inikah dampak dari sesuatu yang dinamakan asmara itu?Apakah ini merupakan pengalaman yang paling baru bagi Aje?Tidak juga. Bersama almarhumah Diana dulu ia pernah merasakan gejolak yang seperti ini. Momen ketika dulu ia bertemu dengan almarhumah Diana pun kembali membayang di dalam benak Aje, seiring dengan perjalanannya bermotor kembali ke rumah.Di dalam bus metro, ya, di situlah ia dulu bertemu dengan Diana sewaktu masih tinggal di Jakarta. Cerita pun bergulir dari beberapa pertemuan hingga menjadi perkenalan.
Bab 300:Kamu Oke Aku Pun Oke “Ayim!”“Jazmin!”Tiba-tiba saja, bumi berhenti berputar, angin berhenti berhembus, bunga dan pepohonan tak bergerak, kupu-kupu diam mengambang.., semua yang ada di taman ini seakan terpasung pada waktu yang abadi.Pelan-pelan, Karin melirik ke arah Aje. Pelan-pelan juga Aje melirik ke arah Karin. Beberapa detik mereka berdua saling bersitatap, lalu serentak saling mengalihkan pandangan. Canggung, grogi, gugup, kikuk.Aje dan Karin telah tertangkap basah dengan kata-kata mereka sendiri, Saat ini Karin merasa bagai pencuri ayam yang terkurung di dalam kandang.Aje pun merasa bagai maling celana dalam yang dipergoki sang pemilik jemuran.“Naaah..!” Kata Olive menunjuk Hekal. “Sudah dengar Kakak kan? Gebetannya Mbak Karin itu cuma Ayim!”“Sudah dengar juga kamu kan?” Sahut Hekal pula. &ldq
Bab 299:Ayim & Jazmin Aje mengendarai motornya dengan kecepatan yang sedikit lebih dari biasanya. Ia tidak ingin Hekal terlalu lama menunggu, lalu membuat penerima paket pun ikut menunggu.Barang yang tidak biasa, dengan layanan yang tidak biasa pula. Butuh cepat, begitu kata Hekal tadi. Ongkosnya saja dua kali lipat dari yang semestinya.Sesekali Aje berhenti di lampu merah, atau di ruas jalan yang kebetulan sedang ada kemacetan. Ia barengi proses mengendara motornya itu dengan berpikir, tentang apa pun yang kebetulan melintas di dalam benaknya.Nah, tiba-tiba ia teringat lagi pada mimpinya beberapa waktu yang lalu. Tentang seorang wanita di bawah joglo yang ditunjukkan almarhumah Diana.Atau, bagaimana jika.., joglo dalam mimpinya itu memiliki pengertian yang tidak harfiah. Artinya bukan joglo dalam bentuk fisik, tapi joglo dalam bentuk yang.., heemm, Aje terus berpikir, terus melamun, se
Bab 298:Yang Bertengkar Sepanjang perjalanannya menuju alun-alun ini, benak Karin terus diganggu dengan banyaknya pertanyaan. Ia tak habis pikir, masalah apa yang sedang dihadapi Olive itu hingga ia meminta bantuan pada dirinya.“Mudah-mudahan, Olive nanti bisa kuat dan menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Hekal,” harap Karin dalam hati.“Mudah-mudahan aku tidak perlu campur tangan.” Olive bilang di telepon tadi, dia bertengkar dengan Hekal suaminya itu. Pasal apakah? Apakah ini menyangkut fisik Olive yang tidak sempurna lagi dan Hekal yang kakinya juga cacat?“Sepertinya, tidak mungkin.” Bantah Karin pula.Sebab, dengan pandangannya sendiri ia bisa menilai ketulusan Hekal pada Olive dan begitu juga sebaliknya.Atau, ada rahasia lain?Misalnya, Olive frigid, dan Hekal impoxten hingga tak mampu menafkahi batin istrinya itu? Hemm,
Bab 296:Antara Tangisan dan Orderan Masih pukul sepuluh pagi, Karin ingin mengambil break dari pekerjaannya dengan keluar menuju kantin yang terletak di antara komplek perkantoran Ditreskrimum dan Ditlantas.Ia berharap segelas teh manis dengan campuran irisan lemon bisa menyegarkan pikirannya.Sejak kemarin ia diperintah oleh Kompol Corina untuk membaca-baca buku, artikel, atau jurnal yang membahas psikologi wanita.Ini terkait dengan sebuah kasus kekerasan dari sebuah Polres yang sekarang tengah mendapat supervisi dari komandannya itu.Karin membaca, membuat resume, dan menyunting semua hal yang perlu dari bacaannya itu, untuk selanjutnya nanti akan ia diskusikan bersama.Tak sampai dua menit kemudian Karin telah sampai di kantin dan segera memesan segelas teh lemon.Ia sengaja memilih duduk di meja yang paling pojok. Selain karena memang itu nalurinya sebagai petugas rese
Bab 296:Lumer “Aku tadi sudah ke Rowo Bening, Bang,” kata Hekal mulai buka percakapan.“Hem-hem? Ke tempat siapa?”“Tentu saja ke rumah Abang.”“Nah, Abang kan lagi mengojek.”“Itu dia yang aku lupa. Ya sudah, sekalian saja aku silaturrahmi ke rumah Kak Eda. Sekalian juga aku nengokin Tiara.”Aje tersenyum. Ia memindahkan jaket Ayo-Jek-nya dari meja ke kursi, supaya ia bisa melipat tangannya di meja itu. Cangkir kopinya ia geser juga sedikit.“Pantas saja aku pangling dengan Tiara ya, Bang.”“Kenapa?”“Tiara makin comel begitu, pipinya makin chubby, rambutnya pun makin panjang.”Aje tersenyum lagi.“Tiara rupanya sudah lupa dengan aku, Bang. Mau kugendong dia tak mau. Mau kucium apa lagi. Aku keluar dulu, beli es krim, barulah dia mau kugendong. Hahaha.
Bab 295:Duren Montong Sepanjang perjalanan pulang ini Aje sesekali tersenyum. Ia merasa geli ketika teringat keberhasilannya melakukan ‘prank’ kecil pada Karin di gazebo tadi.Begitu lucunya mungkin bagi sang Polwan itu. Sampai ia tertawa tergelak-gelak. Berhenti sebentar untuk bertanya jawab, lalu tertawa dan tergelak-gelak lagi.Karin bahkan sampai bangkit dari posisi duduknya dan mencubiti bahu Aje.Memori di gazebo belum lama tadi ia padan-padankan dengan memorinya yang dulu bersama almarhumah Diana.Prank pura-pura tertidur akibat terkena hipnotis sendiri, dulu juga pernah ia lakukan pada istrinya itu.Betapa senang dan gembiranya Diana ketika itu. Ia tertawa begitu lepas, dan menggeram-gerami dirinya dengan pukulan bantal guling.Aje lalu menangkap bantal guling, menarik tangan Diana pula, lalu segera menyambar bibir Diana yang merona itu dengan ciuma