Angin laut yang berembus dapat kurasakan menerpa kulit wajahku. Seharusnya terasa dingin mengingat gelapnya langit hari ini. Sinar matahari baru saja terbenam, bersinar di bumi bagian lain yang membutuhkan kehangatannya.
Setelah menghabiskan dua malam perjalanan menuju Pelabuhan Dover, akhirnya kami bisa melihat pemandangan laut di malam hari. Pemandangan yang hanya berupa langit gelap dan juga deburan ombak yang senada dengan horizon. Suara deburan ombak pun terdengar, mampu menenangkan pikiran yang sedang kalut.
Itu pun hanya berlaku bagi beberapa orang.
“Aku sempat menduga, pelabuhan ini akan kosong melompong dengan berbagai jenis kapal yang berkarat dan terombang-ambing di atas air laut.” Jake terlihat meringis ketika melihat bangkai-bangkai kapal yang tidak terurus terombang-ambing karena air laut. Mata emasnya itu tampak berkilau di kegelapan malam, melirik pada Aquilla yang se
“Hanya saja aku merasa ini tidak adil dan membuatku cemburu.”Kalimat itu terus terngiang-ngiang di kepalaku, seperti sebuah kaset rusak yang selalu kembali berputar dari awal. Itu membuatku tidak bisa fokus. Bahkan aku saja tidak tahu apakah tanah yang kuinjak saat ini merupakan bagian dari Negara Perancis atau bukan.Aku terkesiap ketika seseorang menepuk bahuku. Aku mendongak, mendapati Jake yang sedang menatapku dengan pandangan bingungnya. Mungkin pria itu merasa heran dengan tingkahku yang tidak seperti biasanya hari ini.“Ada apa? Apakah sudah waktunya kita untuk tidur?” tanyaku. Entah kenapa terasa kosong.Jake terlihat mendengus, kemudian menyeretku untuk berjalan di sebelah Aquilla. “Kau aneh sekali setelah kau berbicara dengan Ahin sebelum kita menaiki kapal itu.”Ahin. Aku terkesiap ketika menyadar
Tidak ada yang lebih mengesalkan daripada pergi ke Paris dengan berjalan kaki.Sesi curhat dengan dalih mencari mobil itu nyatanya tidak membuahkan hasil yang sesuai dengan alibi. Jake tidak berhasil menemukan satu onggok mobil pun yang setidaknya layak digunakan atau sekedar mesinnya masih menyala. Hal tersebut mau tidak mau membuat kami berjalan kaki, ribuan mil akan kami jalani untuk menuju ke Paris.Aku menatap bingung ketiga pria dalam kelompok ini yang terlihat saling tidak berbicara. Bahkan Jake yang cerewet pun ikut terdiam yang membuatku merasa heran sekaligus terkejut, pria bermata emas itu ternyata bisa diam seperti itu juga ya.“Setidaknya, Tanah Perancis tidak sesunyi London,” Jake bersuara, berinisiatif untuk membuka topik obrolan karena mungkin sudah merasa tidak nyaman dengan kesunyian yang mencekik ini. “Lusinan meter di depan sana terdapat keberadaan manusia. Itu pun jika bukan sekelompok penjarah menyebalkan
Entah mengapa aku merasa gugup sekaligus menjadi anak yang suka berbuat onar ketika ditinggal pergi oleh ayah.Aku menatap ngeri pemandangan di bawah kakiku. Sekumpulan ghoul yang sedang menyantap beberapa ekor rusa hutan yang sedang bernasib malang. Sepertinya Tanah Perancis tidak sesunyi London. Masih ada binatang-binatang hutan yang bebas berkeliaran dan ada beberapa di antara mereka menjadi santapan makhluk kurus kering tersebutKulirikkan mataku pada Jake yang berwajah datar, “Jake, kau yakin tentang ini?” Jujur, keadaan di bawah sana terlihat tidak kondusif. Walaupun aku tidak memiliki trauma terhadap ghoul, aku tidak akan terjun ke sana dan menyerahkan diri hanya demi memuaskan ‘kebosanan’. Aku masih cukup waras dan tidak mau menyia-nyiakan kehidupan kedua yang diberikan Aquilla kepadaku.“Aku juga tidak yakin untuk terjun ke bawah karena ghoul yang ada di Paris lebih agres
Aku menatap bingung Aquilla yang kembali termenung menatap kegelapan langit yang tidak sepenuh hitam. Sudah satu jam kami berpisah dengan Jake dan Ahin lalu berdiam diri seperti ini. Tanpa beranjak satu senti pun dari tempat kami berpisah.“Aquilla,” panggilku setelah rasa kesal mulai menguasai hampir separuh kesabaranku, “Jika kau terus terdiam dengan memandangi langit terus, aku akan pergi menyusul Jake dan Ahin.”Aquilla bereaksi. Ia menoleh dengan cepat ke arahku yang berada di belakangnya. Responsnya terhadap ucapanku selalu membuatku terkejut karena kecepatannya. Sosok gelap itu kemudian menghadap ke arahku. Angin tiba-tiba berembus hingga membuat jubah kami berkibar mengikuti arah angin.“Ketika kita pulang ke dunia asalmu nanti, mulai dari sana, kau diwajibkan untuk mengumpulkan jiwa kemudian menyerahkannya padaku,” ujar Aquilla datar tanpa emosi apa pun. Auranya dingin tak tersentuh.Aku mengan
Di malam berikutnya, kami tiba di sebuah pedesaan setelah puluhan kilometer kami lewati dari tempat kami berpisah dengan Jake dan Ahin. Masih menjadi bagian dari Calais, pedesaan tersebut terlihat memiliki tanda-tanda kehidupan. Entah itu berupa keberadaan obor yang terpasang di setiap rumah yang berdiri berkerumun di sana, atau jejak-jejak aktivitas mereka di siang hari.Aquilla membimbingku untuk mengawasi sebentar pedesaan tersebut. Dia mengatakan takut jika pedesaan ini dihuni oleh makhluk ciptaan Zhou Yanchen yang menyerupai manusia namun sebenarnya mereka adalah monster. Aku hanya menurut dan memilih untuk ikut mengawasi pedesaan tersebut di sebelah Aquilla.“Sebagian besar dari mereka bukanlah manusia,” kata Aquilla memecahkan keheningan di antara kami. “Jika kau melihat bias cahaya dan kabut di sekitar para makhluk berbentuk manusia itu, kau bisa menyebut mereka sebagai roh.”Aku mengangguk dan berusaha memfokuska
Sudah hampir satu jam aku duduk di sini, di salah satu dipan lapuk dan berjamur di sudut pedesaan.Aquilla entah pergi ke mana. Padahal, dia sendiri yang mengatakan akan memberi tanda jika sudah waktunya beraksi. Namun sampai sekarang, tidak ada tanda-tanda kehidupan pria tersebut yang muncul. Aku curiga, dia bersenang-senang terlebih dahulu dengan para pesolek jiwa pendosa tersebut sebelum dihancurkan.Dasar maniak! Dasar mesum! Lebih baik aku belajar dari Yoon Seonghwa daripada si mesum Aquilla!Baru saja dipikirkan tentang eksistensinya, Aquilla muncul di antara dua bangunan rumah gubuk tidak jauh dari tempatku duduk. Di belakangnya, keluarlah seorang sosok wanita berparas cantik yang wajahnya merona merah. Terlihat mencurigakan, terutama wanita tersebut menatap penuh nafsu pada Aquilla.Entah kenapa pikiranku tiba-tiba saja melayang jauh ke sana, ke ranah kotor yang seharusnya tidak dipikirkan o
Tidak ada yang lebih menyebalkan daripada terbangun dengan kondisi rambut dipenuhi tanah dan juga tubuh diselimuti debu setelah bergerak seharian.Aku kira, aku bisa tidur di bawah atap rumah ketika kami berhasil memusnahkan jiwa pendosa semalam. Namun nyatanya, Aquilla justru membawaku pergi ke tanah lapang dan mengharuskanku untuk tidur dengan cara menguburkan diri ke dalam tanah.Sudah begitu, dia tidak ada di mana-mana ketika aku pertama kali membuka mata malam ini.“Apakah aku benar-benar akan terus seperti ketika pulang nanti? Bergerak di malam hari dan tertidur di siang hari,” gumamku meratapi nasib yang belum tentu terjadi di masa depan. Aku menggelengkan kepala, kemudian beranjak dari tempatku duduk dan membersihkan seluruh tanah dan debu di sekujur tubuhku.Malam ini tumben sekali sunyi. Tidak ada suara keberadaan hewan malam ataupun para ghoul yang entah wujudnya berada di man
Difokuskan pada teori. Seharusnya aku merasa enggan dan malas mendengarkan. Tapi, aku tidak merasakan hal tersebut. Dan justru aku merasa antusias ketika Aquilla akhirnya memilih untuk mengajariku ilmu pengetahuan yang hanya ada pada Kitab Ajaran Lama, daripada mencari mobil rongsok untuk kami kendarai menuju Kota Arras. “Kau sudah mengerti tentang Legenda Peradaban Stahuvil Pertama?” Aku mengangguk cepat sampai terlihat kepalaku akan copot karena saking cepatnya. Telapak tangan Aquilla yang besar itu kemudian menghentikan anggukan kepalaku dengan cara meletakkannya di puncak kepalaku. “Tidak lucu jika kepalamu terlepas dari leher hanya karena mengangguk dengan begitu cepat,” ujar Aquilla menatapku datar dan aku memberikannya sebuah cengiran bodoh, “Baguslah kalau sudah mengerti.” “Cepat ceritakan kepadaku,” pintaku dengan sangat memaksa. Aquilla menghela napasnya kemudian kembali melanjutkan perjalanan kami yang sempa
“Yoon Seonghwa!”Sang pemilik nama merespons panggilanku. Pemuda bersurai kelabu itu berbalik, sepenuhnya menghadap ke arahku. Ekspresi wajahnya mengalami banyak perubahan setelah perubahan Yoon Seonghwa menjadi vampir. Tidak ada lagi keramahan di wajah tampannya itu. Hanya ada ekspresi keras penuh amarah yang entah ditujukan kepada siapa. Dan kalau boleh jujur, itu membuatku merasa kecewa dan semakin merasakan kehilangan sesosok figur ‘kakak’ yang penyayang. “Kau sudah kembali?” Tetapi, aku masih bisa merasa bersyukur karena karakternya tidak setajam ekspresi wajahnya. Nada suaranya masih terdengar ramah, seperti biasanya. Yoon Seonghwa tidak sepenuhnya berubah, mungkin hanya ketika berhadapan denganku.Aku mengangguk singkat, melirik sebentar pada Aquilla yang kini memasuki rumah yang kami tinggali saat ini, “Bagaimana dengan pelatihanmu dengan Jake?”Ekspresi wajahnya itu semakin bervariasi. Ada perasaan jijik terpatri di sana, yang membuatku merasa bingung sekaligus mulai menum
“Memang tidak baik bagi kita untuk menunda waktu. Tetapi, keadaan memaksa kita untuk menetap di sini beberapa malam lagi.”Ucapan Aquilla di akhir rapat semalam benar-benar masih terngiang-ngiang di benakku. Bahkan aku masih dapat mengingat euforia setelah mendengar pernyataan Aquilla yang secara tersirat memberikan waktu libur kepada kami. Hal tersebut tentunya tidak dimanfaatkan dengan berleha-leha dan membuang-buang waktu untuk hal yang tidak perlu. Yoon Seonghwa kembali mengulang pelajarannya. Bukan dengan Aquilla, melainkan dengan Jake. Kakakku itu harus membiasakan diri dengan kehidupan vampir. Karena, menurut penuturan Aquilla, kehidupan dan cara bertahan hidup antara vampir dan seraphie itu beda tipis. Jake tentu saja tidak keberatan untuk mengajari Yoon Seonghwa. Meskipun terkadang mereka beradu mulut sih. Lalu, Ahin memanfaatkan waktu libur ini dengan cara mengistirahatkan tubuhnya secara total. Biar bagaimana pun, Ahin adalah seorang manusia. Meskipun ia mampu terjaga se
Seperti pada malam sebelumnya, aku terbangun begitu matahari mulai beristirahat. Senja baru saja berakhir saat aku beranjak dari atas ranjang. Aku tidak merasakan kehadiran Aquilla saat terbangun. Mungkin saja dia terbangun lebih awal dan pergi ke suatu tempat, tetapi tidak begitu jauh dari sini. Suasana yang begitu sunyi berhasil membuatku tenggelam dalam renungan. Menyelami bagian terdalam dari pikiranku sendiri, membentuk berbagai cabang yang melebar ke segala arah. Aku semakin larut dalam lamunanku tatkala aurora berwarna ungu kembali muncul di atas langit. Pancaran cahaya yang menari-nari pada lapisan ionosfer itu tampak begitu indah dan membuatku semakin larut dalam pikiran. Tetapi, penampakan cahaya berwarna ungu itu mampu membuat tubuhku tenang. Semua pikiran semrawut seperti benang kusut itu lenyap entah ke mana, menguap begitu saja bagaikan embun yang melebur ke dalam oksigen ketika mentari semakin tinggi sinarnya. “Sedang memikirkan apa?”Aku tersentak terkejut saat sebu
“Tunggu, Aquilla,” cegahku saat ujung pisau tajam itu hendak mengenai punggung Yoon Seonghwa. Hendak merobekkan lapisan kulit tersebut untuk mengeluarkan sesuatu yang tertanam di sana. “Kau yakin tidak akan membunuhnya?” tanya Jake, “Bagaimana jika dia mati saat kau berusaha mengeluarkan parasit itu? Kau tahu sendiri bukan Zhou Yanchen itu selicik apa? Bisa jadi dia sudah memperkirakan ini, lalu menanamkan parasit pada tubuh Yoon Seonghwa untuk membuat kita terpecah belah karena selisih paham.” Aquilla tampak terdiam, terus memandangi punggung Yoon Seonghwa yang telah ia robek baju pasien yang pria bersurai kelabu itu kenakan. Sesuatu dibalik kulit punggung Yoon Seonghwa terlihat bergeral acak yang membuatku ngilu. “Keberadaannya akan menjadi sebuah malapetaka jika dibiarkan terus hidup. Tetapi, kalian berdua akan menyerangku jika aku membunuhnya,” suara Aquilla terdengar dingin. Dia beranjak dari posisinya, berdiri menjulang di hadapan Yoon Seonghwa dengan tatapan dingin dan penu
Suara gesekan pedang yang beradu. Mengusik gendang telingaku, hingga membuat tubuh ringkihku terasa ngilu. Suara-suara itu memaksaku untuk terbangun dari tidur panjangku. Dengan perlahan, kelopak mataku terbuka dan berkedip beberapa kali. Semua yang kulihat buram, hanya terlihat siluet dua orang pria yang sedang beradu pedang.Aku mengedarkan pandanganku, melihat ke sekeliling. Ruangan yang digunakan sebagai arena pertempuran antara kami dengan Yoon Seonghwa, tampak berantakan seperti kapal pecah. Dinding-dindingnya retak, bahkan sudah ada lubang cukup besar di beberapa sisi, lemari, brankar, dan rak roboh, juga pecahan kaca berhamburan di lantai. Menandakan betapa dahsyatnya pertempuran antara seorang Spirit Rasi Bintang dengan Vampir yang baru terlahir. Sebuat saja Baby Vampire.Aku mengalihkan pandangan ke dekat jendela. Kulihat siluet dua lelaki dewasa tengah bertarung. Karena membelakangi cahaya, karena itu aku tidak tahu siapa mereka. Ka
Tubuhku menegang kaku ketika sesosok pria yang sangat kukenali tersebut, muncul dari balik gordeng yang tersingkap.Tubuh tinggi yang terlihat semakin kurus, namun tidak sekurus para ghoul di luar sana. Surai kelabunya terlihat lepek, sepertinya sempat basah karena keringat. Juga ... entah kenapa aku merasa merinding hanya karena kehadiran sesosok Yoon Seonghwa tersebut.Ada yang tidak beres dengan kakak satu darahku tersebut.Jake merangsek maju, tanpa sadar menabrak bahuku, karena saking antusiasnya dia untuk bertemu dengan Yoon Seonghwa. “Yoon Seonghwa, sialan! Kau membuatku kerepotan! Kau tiba-tiba menghilang bagaikan ditelan oleh bumi dan—“Aku mengernyitkan dahi ketika menyadari jika Jake tiba-tiba saja terdiam. Vampir berusia 65 tahun itu tadinya terlihat senang dengan mata polos bak anak kecil. Walau Jake telah hidup sebagai vampir selama 65 tahun, di dunia manusia, umurnya seperti pria 20 tahun
Aku memandang ragu pada Aquilla yang tampak menyetujui rencana yang kuucapkan tersebut.“Kau yakin menggunakan cara ini? Aku saja ketika memainkan gamenya selalu gagal dan berakhir aku menangis karena takut,” ujarku kembali menanyakan keputusan Aquilla tentang rencanaku.Rencanaku adalah, untuk mengalahkan makhluk yang disenjatai wolverine claws itu, kita harus melumpuhkan parasit di punggungnya. Karena bentuknya yang hampir sama seperti pada sebuah video game yang kumainkan di sela latihan militer.“Dan jika kelemahannya bukan pada punggungnya, kita tinggal memenggalkan kepalanya, bukan?” Aquilla terlihat tersenyum miring, mengejekku yang meragukan keputusannya, “Atau begini saja. Kamu yang bertugas untuk menembakinya, dan aku menggunakan pedangku untuk memenggal kepalanya.”“Bagaimana jika kulit kepala itu keras seperti cangkang kura-kura?” tanyaku merasa tidak mau kalah karena di
Perbincangan kami yang sebenarnya tidak begitu masuk di akal tersebut, berakhir begitu saja ketika terdengar suara desisan yang selalu dikeluarkan oleh ghoul muncul di sekitar kami. Alhasil, Aquilla bergegas bangkit dari duduknya, mempersiapkan senjata api laras panjangnya kemudian menembaki ghoul tersebut yang muncul di pintu masuk ruangan ini.Entah bisa kusebut sebagai keberuntungan atau bukan, namun yang pasti, aku bisa terhindar dari percakapan serius serta kemesraan yang baru pertama kali kurasakan tersebut.Aku tidak pernah berpacaran sebelumnya. Aku terlalu sibuk memikirkan cara bertahan hidup di Keluarga Andromeda, kemudian begitu memutuskan keluar dari keluarga tersebut dan memasuki Keluarga Ellias, aku langsung mendaftarkan diri sebagai prajurit cilik militer Erythroupoli. Dan selama masa pelatihan pun, aku lebih memilih disibukkan untuk mendapatkan nilai terbaik selama pelatihan. Hal tersebut membuatku tidak bisa berintera
Rasanya aku pernah merasakan perasaan ini. Rasa nyaman ketika tidur terasa nyenyak itu benar-benar membuatku enggan untuk membuka mata. Kehangatan bercampur rasa dingin yang entah kenapa terasa tidak asing ini, melingkupi seluruh tubuhku. Rasa pegal yang disebabkan oleh posisi tidur yang kurang nyaman juga terasa.Kemudian, beban berat terasa di puncak kepalaku. Menjadikannya sebagai tempat peristirahatannya. Perasaan tidak nyaman kemudian menderaku, menyebabkan rasa kantuk yang perlahan hilang dan membuat kedua mataku terbuka. Pemandangan pertama yang kulihat adalah dada seseorang. Aku tidak lagi terkejut ketika melihat hal tersebut. Kali ini aku mengingatnya. Aku tidur di pangkuan Aquilla setelah semalaman menjelajahi bangunan rumah sakit yang entah seberapa luasnya itu.Tak ingin membuat tubuh Aquilla semakin kesakitan, walaupun aku tahu itu adalah sebuah kemustahilan, aku bergegas beranjak dari posisiku walaupun masih berada dalam pelukan