Darren baru saja kembali. Tadi ia terpaksa keluar karena Erlan mengajaknya untuk minum-minum di sebuah club. Darren awalnya menolak, namun karena ia mengingat ada Amanda di kamarnya, ia setuju karena sangat malas untuk seranjang dengan wanita itu. Akhirnya, Darren menyetujui. Mereka minum-minum di klub malam sampai dini hari. "Tambah lagi, Tuan? Tawar Erlan, ia membawa sebotol wine dan berniat menuangkannya di cawan milik Darren. "Sudah cukup, Erlan. Kita tak boleh mabuk!" Peringat Darren yang dibalas anggukan kepala oleh sang sekretaris. Setelah dirasa cukup, Darren menyudahi hiburan malamnya. Erlan mengantarkan Darren ke istana megah miliknya. Para bodyguard yang berjaga pun nampak gusar karena menunggu Amanda kembali. Namun mereka berusaha positif thinking. Mereka yakin, Amanda ikut bersama majikannya. Para penjaga yang menjaga gerbang segera membuka gerbang yang menjulang tinggi itu begitu mobil sang majikan telah terlihat. Pun beberapa bodyguard langsung keluar saat mende
Alana izin pada sang majikan untuk membeli perlengkapan Arga ke mall yang tak jauh dari rumah Elzaino. Perumahan yang dihuni oleh Elzaino memang terdapat fasilitas publik yang lengkap. Salah satunya adalah pusat perbelanjaan dan juga pusat pendidikan. Alana menitipkan Arga sebentar pada baby sitter yang selalu menghandle Arga kala dirinya ada kepentingan di luar. "Sus, titip sebentar ya? Sampo dan sabun mandi Arga habis. Tak mungkin menunggu Bibi belanja karena ini kebutuhan Arga yang mendesak," ucap Alana pada baby sitter yang sudah paruh baya itu. Selain itu, Alana akan berbelanja beberapa setel baju karena baju-baju yang dipakai oleh bayi tampan itu sudah tak muat. Arga memang sedang mengalami Growh spurt hingga menyebabkan badannya naik beberapa kilo. "Iya, Alana. Lagi pula Arga lagi tidur," baby sitter mengangguk. Alana pun segera pergi dari rumah itu. Untung uang belanja, Bi Narti sudah memberikannya pada Alana. Bi Narti memang yang selalu menghandle belanja mingguan kebutuha
Elzaino pulang menenteng pizza kesukaan dirinya. Hal yang pertama ia lakukan adalah datang ke kamar putranya. Elzaino menatap Alana yang tengah terduduk sembari menatap Arga yang tertidur. Elzaino pun mengetuk pintu yang memang sudah terbuka. "Tuan?" Alana langsung berdiri begitu melihat Elzaino. Elzaino masuk ke dalam kamar berdekorasi penuh warna itu. Hati Elzaino selalu menghangat setiap kali ia melihat Alana. Dadanya juga selalu berdegup kencang. Entah mengapa, El juga tak tahu mengapa demikian. "Den Arga sudah tidur, Tuan," ucap Alana pada Elzaino. "Sudah tidur ya?" Elzaino menggaruk pelipisnya yang tidak gatal, netranya melirik pada jam dinding yang menunjukan jika waktu sudah pukul sepuluh malam. "Iya, tadi Den Arga tidur jam sembilan," lapor Alana kembali. "Saya bawa pizza. Kamu mau?" Elzaino memperlihatkan bungkusan pizza yang ada di tangannya. "Mau, Tuan," Alana mengangguk. Ia tak menampik jika kini perutnya sangat lapar. Alana belum sempat makan malam karena
Handoko yang mengetahui kepergian putrinya dari rumah Darren pun tersenyum penuh kemenangan. Tentu saja ia tahu dari mata-matanya yang khusus untuk memata-matai Amanda. Ia sudah sangat yakin jika Amanda pergi dari rumah itu karena Amanda sudah mengetahui mengenai rencana balas dendam Darren. Hati Handoko campur aduk mengetahui semua ini. Ada rasa sedih dan senang yang menyelimuti hatinya. Sedih karena Amanda pergi dari Darren di saat semuanya sudah terlambat. Di saat Amanda sudah kehilangan segalanya. Di saat Amanda dan Elzaino sudah dinyatakan resmi bercerai. Ada perasaan senang juga dalam diri Handoko, senang karena sang putri akhirnya terlepas dari jeratan Darren dan tak semakin dalam berkubang dalam kehancuran. Walaupun di bibir Handoko berkata tak akan peduli lagi pada Amanda, tapi nyatanya hati pria paru baya itu tak bisa dibohongi. Ia amat merindukan putri yang selalu ia perlakukan bak seorang putri itu. Ia tak ingin Amanda lebih terpuruk lagi. Tapi Handoko harus menekan hati
Beberapa malam ini Erlan dan beberapa bodyguard melacak GPS yang tersimpan di mobil yang dibawa Amanda. Erlan menghembuskan nafas gusar kala GPS itu ditemukan oleh pesuruhnya di tengah jalan raya. Amanda ternyata cukup cerdik. Ia telah mengantisipasi semua dari awal. Erlan sendiri tidak tahu ada penyerangan di rumah Darren. Pria itu memang membawa beberapa anak buah terlatih untuk mencari Amanda. "Ke mana lagi kita mencari Nyonya Amanda, Tuan?" Tanya bodyguard yang ikut bersama Erlan menaiki mobil. "Aku juga tidak tahu. Pikiranku buntu!" Gerutu Erlan. Ia menatap pemandangan gelapnya malam di balik kaca jendela mobil. Erlan memang cukup lelah dengan jadwal padat di kantor. Ingin sekali ia beristirahat sejenak, namun perintah dari Darren tak bisa ia abaikan. "Coba kita cek CCTV jalan raya, Tuan! Semoga mobil Nyonya lewat di jalan-jalan yang di pasang CCTV," Bodyguard memberikan sarannya yang cukup masuk akal. "Kau benar!" Erlan seperti menemukan titik temu. Asisten pribadi Da
Heri bangun dari kasur lapuk yang ada di rumah temannya. Heri mengucek matanya kala ia melihat temannya itu sedang packing, entah akan pergi ke mana temannya itu. "Ngapain kamu beres beres gini?" Tanya Heri dengan raut wajahnya yang masih suntuk. Ia mengucek matanya yang masih penuh dengan kotoran. Sesekali pria itu terlihat menguap. Jika saja ia tidak melihat temannya packing, tentu akan Heri lanjutkan tidurnya. "Besok mau berangkat kerja ke Aceh, katanya ada proyek besar di sana. Jadi, aku dipindah tugaskan sama mandor. Gajinya juga dua kali lipat, udah sama mess pula,," teman Heri yang bernama Fauzan itu menjawab. "Lah, terus gimana dong nasibku kalau kamu pergi?" Heri tampak khawatir. "Sewa kontrakan ini masih sisa dua minggu, Ri. Kamu bisa tempatin dulu, syukur-syukur kamu perpanjang deh kontrakannya. Lumayan murah dan nyaman kan di sini?" Ucap Fauzan masih sibuk memasukan baju-bajunya ke dalam ransel yang besar. "Duh, duit dari mana coba perpanjang kontrakan? Aku aja
Alana membuka kedua matanya, hal yang pertama kali ia lihat adalah Arga yang terlelap di sampingnya. Alana tersenyum, ia kemudian mencium pipi gembul Arga. Sebahagia ini rasanya bisa tidur bersama Arga setiap hari. "Selamat pagi anak ganteng!" Sapa Alana, jemarinya menyentuh pipi Arga dengan lembut dan begitu hati-hati. Alana kemudian turun dari ranjang empuk itu . Ia lalu pergi ke toilet untuk berwudhu. Alana akan menjalankan shalat shubuh. Setelah berwudhu, Alana segera mendirikan shalat. Selesai shalat, Alana menghampiri Arga. Mata cantiknya terbelalak saat melihat Arga sudah tengkurap dengan sendirinya. "MashaAllah, Nak! Kamu udah bisa tengkurap. Alhamdulillah!" Pekik Alana senang. "Hebat! Ibu bangga sama kamu!" Saking senangnya, Alana tak menyadari ada Elzaino yang sudah berdiri di ambang pintu memperhatikan dirinya. Pria itu belum menyadari jika putranya memiliki kemajuan dalam tumbuh kembangnya. Meri dan Mireya yang mendengar suara Alana pun bergegas mengekori El dari
Alana menimang Arga dengan air mata yang bercucuran. Bukan sedih karena ucapan Meri. Akan tetapi, sedih karena dirinya kini menyadari bahwa Alana mulai menyukai ayah dari Arga. "Siapa kamu? Lancang sekali!!" Batin Alana pada dirinya sendiri karena sudah lancang menyukai Elzaino. "Alana, kamu ini cuma asisten rumah tangga. Harusnya kamu bersyukur Tuan El mengangkat derajatmu, bukannya malah kurang ajar menyukainya!!" Maki Alana pada dirinya sendiri, tentunya dalam hati karena Arga sedang dalam dekapannya. Air mata Alana bercucuran. Ia juga tak menginginkan ini terjadi. Alana sadar diri bahwa dirinya hanya seorang manusia sebatang kara, janda miskin, tak berpendidikan dan juga hanya seorang asisten rumah tangga. Sangat jauh bila ingin menggapai Elzaino. Arga seakan tahu jika sang ibu susu tengah bersedih. Bayi gembul itu pun menangis. Mereka seolah mempunyai ikatan bak ibu dan anak. Mungkin Arga merasakan jika Alana tak seceria biasanya. "Maafkan ibu ya, Nak?" Alana menatap waj
Sejak kedatangan Amanda, Meri begitu mencemaskan keadaan sang cucu. Meri takut, Amanda akan berbuat nekat untuk mengambil Arga dari sisi keluarganya. Meri berjalan ke arah kamar Arga dan Alana. Wanita modis itu membuka pintu kamar Arga sedikit, ia tersenyum saat melihat Arga sedang berceloteh dan bercanda dengan Alana. Lagi-lagi hatinya menghangat karena Alana. "Alana," Panggil Meri lembut "Iya, Nyonya?" Alana menatap Meri yang sedang berjalan ke arahnya. "Terima kasih, Alana. Karena kamu telah menyayangi cucu saya sepenuh hati kamu," ucap Meri yang membuat Alana seakan tak percaya, karena Meri tak pernah mengatakan terima kasih kepada pekerjanya. "Sama-sama, Nyonya. Sudah kewajiban saya harus menjaga dan menyayangi Den Arga dengan sepenuh hati," Alana tersenyum yang membuat Meri semakin menyukai wanita cantik itu. "Saya akan membawa Arga ke taman, hanya di taman rumah ini. Saya ingin menghabiskan waktu dengan cucu saya," Meri berujar yang mirip sekali dengan meminta izin kepada
Elzaino berencana untuk merayakan pergantian tahun di villa pribadi miliknya yang ada di kota kembang. Villa itu terletak di kawasan asri dan dikelilingi kebun teh yang luas. Elzaino memang sengaja membelinya agar ia bisa membawa keluarganya menjauh sejenak dari hiruk pikuk perkotaan. Elzaino ingin menenangkan pikirannya dari segala masalah yang akhir-akhir ini menderanya."Seriusan Kak kita mau ke villa?" Tanya Mireya dengan mata yang berbinar.Kakak beradik itu kini berada dalam ruangan pribadi milik Elzaino. Mireya sendiri diminta datang ke ruangan pribadi kakaknya untuk menyampaikan hasil rapat tadi siang dengan perusahaan dari Amerika."Seriusan. Tapi semua kerjaan kantor udah beres kan?" Elzaino memastikan. Ia tak ingin pergi berlibur sementara pekerjaan di kantor belum rampung."Kakak ini tidak tahu apa kinerjaku seperti apa?" Mireya mengerucutkan bibirnya.Memang Elzaino begitu mengenali sifat pekerja keras adiknya. Bukan karena Mireya adalah adiknya lantas El menunjuk wanita
Pagi-pagi sekali Alana sudah berjibaku dengan apron warna putihnya. Hari ini, adalah hari pertama Arga MPASI. Wanita itu sangat fokus sekali dengan masakannya, hingga tak menyadari kedatangan Meri dan Mireya yang menghampiri dirinya. "Sedang apa, Sus? Serius sekali!" Mireya yang sedang libur itu bertanya kepada Alana seraya berdiri di samping Alana. Elzaino sudah dua hari ke luar kota, ia pun tak tahu Arga akan mulai MPASI hari ini. "Saya sedang memasak untuk Den Arga. Hari ini hari pertama MPASInya," jawab Alana dengan ceria. Mireya dan Meri merasa terkejut mendengar Arga yang sudah mulai fase MPASI. Mereka sangat sibuk sampai tidak sadar jika Arga sudah genap berusia enam bulan. "Kamu masak apa saja untuk Arga, Alana?" Meri memperhatikan makanan yang ada di dalam panci anti lengket itu. Meri sebenarnya merasa tak yakin dengan Alana, apakah wanita itu tahu gizi yang dibutuhkan oleh seorang bayi? Meri menatap isi panci itu, isinya adalah nasi, daging sapi, brokoli, dan tahu.
Handoko mendapatkan informasi jika sang putri datang ke kediaman Elzaino dengan bermaksud mengambil Arga. Tangan pria itu terkepal erat. Ia tak menyangka anaknya akan setidak tahu malu itu. Sudah mengkhianati sang suami, kini Amanda tak tahu malunya datang untuk mengambil Arga. Entah dari mana sikap tak tahu malunya itu diturunkan. "Pa?" Resti mengusap tangan kekar suaminya. "Hmm!" Handoko bergumam. "Papa sudah tahu kan teror yang menimpa kediaman kita?" Tanya Resti memastikan, ia yakin jika sang suami sudah tahu dengan apa yang diperbuat oleh Darren. "Tentu saja Papa tahu. Jangan hiraukan teror remeh seperti itu!" Handoko menjawab, akan tetapi matanya masih saja memindai pemandangan luar, pemandangan malam dengan terpaan angin sepoi yang membingkai wajahnya. Resti hanya diam tak menjawab. Tentu ia sudah sangat percaya dengan suaminya. Handoko akan selalu memastikan dirinya aman. "Ma, Amanda berusaha merebut Arga dari El. Papa sudah tak tahu di mana wajah Papa saat ini d
Elzaino terus menyeret Amanda ke luar. Bahkan beberapa bodyguard membantu El karena Amanda yang kian memberontak dan menjadi-jadi. Amanda berteriak bak orang kesurupan. Dirinya tengah dikuasai emosi dan ambisi untuk bisa mendapatkan Arga sepenuhnya. "Lepaskan kamu jahat, Mas!" Teriak Amanda lagi diiringi dengan tangisan yang memilukan. Tubuhnya meronta meminta untuk dilepaskan. "Teganya kamu memisahkan ibu dan anaknya! Kamu malah mendekatkan putra kita dengan babu itu ketimbang aku sebagai ibu kandungnya!" Cicit Amanda lagi dengan penuh amarah. Meri dan Mireya yang ikut menyaksikan Amanda di seret hanya menatap wanita itu penuh dengan kebencian. Meri ingin sekali menjambak rambut Amanda lagi, ia belum puas. Para Bodyguard segera mendorong tubuh Amanda di area halaman depan. Tubuh wanita itu basah kuyup karena terkena hujan yang turun dengan lebat. "Pergi kamu, j4lang! Berhenti mengusik kehidupan putraku! Kau bukan bagian dari keluarga kami lagi," suara Meri menggelegar, menamb
Darmi, Dani dan Annida mengalami hari-hari yang sulit di rumah Ratmi, adik dari Dani. Keluarga dari Heri itu hanya mengandalkan makan dari emas yang dijual oleh Darmi. Beruntung ada gelang dan cincin yang menempel di badannya sehingga barang itu tak disita oleh Arman, si bandar judi."Gimana ini Pak, uang kita sebentar lagi habis," ucap Darmi sembari menghitung uang pecahan dua puluh ribu rupiahan. Dani menoleh ke arah uang yang dipegang oleh istrinya. Ia menghembuskan nafasnya kasar, merasa tak berdaya dengan keadaan sulit yang tengah membelenggu keluarganya. Kemudian netra pria yang sudah senja itu menatap pada putri bungsunya yang tengah rebahan sembari tertawa melihat gadgetnya. Dani kemudian bangkit dan menghampiri sang putri yang sudah lulus sarjana itu. "Nida, apa kamu tidak ingin bekerja membantu perekonomian keluarga kita yang tengah carut marut?" Tanya Dani dengan mata tajam.Seumur hidup Annida memang gadis itu kerap dimanjakan oleh Dani dan Darmi. Annida belum pernah ke
Heri mengelap keringat yang mengucur deras di dahinya dengan sebuah sapu tangan kecil. Pria itu baru saja beristirahat. Ia memang diterima di tempat Fauzan bekerja karena teman dari Heri itu memohon agar Heri diterima bekerja walau pria itu belum mempunyai pengalaman menjadi seorang kuli bangunan. Untungnya mandor yang sudah dekat dengan Fauzan itu menerima Heri bekerja di proyek pembangunan sebuah gedung ini. Pekerjaannya sebagai kuli bangunan amat membuat Heri kesusahan. Maklum saja, saat bekerja di rumah Elzaino, pekerjaan itu cenderung ringan karena hanya merawat kebun yang sudah ditata rapi oleh ahlinya. Heri tak perlu kerja keras banting tulang seperti ini saat di rumah Elzaino. Pria itu juga bisa pulang dengan sesuka hati jika pekerjaannya sudah selesai dilaksanakan. Heri mengambil kotak makanan bagiannya, bermaksud untum menghilangkan lapar dan dahaga yang sedari tadi mengganggu dirinya. Pria itu membuka kotak nasi yang diberikan oleh seorang ibu paruh baya yang di tunjuk o
Amanda manut. Ia duduk di sofa. Berhadapan dengan El, Meri, dan Mireya. Mireya memilih menutup mulutnya rapat-rapat. Banyak sekali uneg-uneg yang ingin ia sampaikan, bahkan Mireya ingin sekali menjambak wanita yang ada di hadapannya ini. Hanya saja, Mireya menghormati sang kakak. Ia memberikan kesempatan kepada El untuk berbicara. "Selama ini aku baru sadar. Aku menyesal, aku telah melakukan kesalahan yang tak termaafkan," Amanda mengawali pembicaraan. "Sesalmu itu tak akan mengubah semua yang telah terjadi!" Sinis Meri angkuh. "Aku tahu, Ma! Aku sangat tak layak dimaafkan oleh keluarga kalian. Hanya saja setiap malam aku tersiksa, Ma. Bayangan wajah putraku mengganggu tidurku. Bahkan ia menyadarkan aku dari kesalahanku selama ini. Tidurku tak nyenyak, makanku tak enak. Aku benar-benar merindukannya!" Tutur Amanda, air matanya terus berderai membasahi pipinya yang merona. "Ketika kamu pergi, anakmu itu selalu menangis. Dia rewel karena tak cocok susu formula. Kami masih berhar
Amanda yang merasakan rasa rindunya semakin membuncah pada Arga tak kuasa lagi membendungnya. Amanda menguatkan hati, ia akan bertandang ke rumah Elzaino. Tak peduli apa respon Elzaino dan keluarganya. Lambat laun Amanda memang harus mendatangi Arga. Amanda sadar ia adalah ibu kandung Arga, dan tak ada yang bisa memutuskan ikatan darah itu. Amanda merasa jauh lebih berhak untuk merawat Arga bukan Alana. Amanda mengendarai mobilnya. Ia melajukan mobilnya di gelapnya malam. Malam ini mendung, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Amanda pun menambah laju kecepatan, tak sabar bisa melihat Arga. Namun, hati tak bisa dibohongi. Ada perasaan cemas dan gugup yang bercokol di hatinya. Demi Arga, ia akan menebalkan wajahnya dari rasa malu. Mobil yang dikendarai Amanda kini sudah sampai di depan gerbang rumah mewah milik Elzaino. Wanita yang resmi menyandang status janda itu menatap nanar ke arah gerbang. Rumah ini adalah saksi kehidupannya bersama Elzaino. Rasa penyesalan itu hadir ke