"Anisa, apakah kamu sudah sadar akan kesalahanmu?" tanya Hermawan dengan nada tegas dan serius.
Anisa mengangguk cepat, "Ya, Pak Hermawan. Saya benar-benar tidak sengaja naik lift khusus Presiden. Saya tidak tahu kalau itu adalah lift khusus. Saya sangat menyesal atas kesalahan ini."
"Hmm, baiklah. Saya hanya ingin memastikan bahwa kamu sadar akan kesalahanmu dan siap menerima konsekuensinya. Jangan biarkan hal seperti ini terulang kembali," jelas Hermawan dengan tegas.
Anisa kembali mengangguk, "Saya berjanji, Pak. Saya akan sangat berhati-hati di masa depan. Saya tidak akan mengulangi kesalahan yang sama."
"Baiklah, meskipun hal semacam ini tidak akan membuatmu dikeluarkan, tapi kamu tetap harus menerima konsekuensinya. Kamu harus paham, kalau salah tetaplah salah dan itu tidak bisa dibenarkan. Jadi, yang namanya salah tetap harus dihukum sesuai aturan perusahaan. Agar menjadi pelajaran bagim
Widia pun terkekeh, "He he... Jadi kau mengaku sebagai orang kepercayaan Presiden Direktur, ya? Agak lucu sih, karena kau Presiden Direkturnya sendiri, tapi malah jadi orang kepercayaannya, sekarang.""Lucu juga gak apa. Yang penting, aku bisa bersama Anisa tanpa ada jarak. Dan yang lebih penting lagi, aku tidak akan terganggu dengan mulut cerewetmu itu!" jawab Safak."Heee, iya deh iya. Huh, padahal aku mau ajak Kak Nisa beli mobil baru, sebagai hadiah. Tapi karena kalian akan bersama-sama malam ini, uh aku gak akan ganggu kalian lagi!" ujar Widia.Meskipun kesal, namun dia juga merasa senang, karena kakak dan calon kakak iparnya itu bisa berduaan.Setelah mematikan panggilan, Safak langsung turun dari ruang kerjanya menuju ruang kerja Anisa. Orang-orang yang melihatnya, tentu langsung memberikan penghormatan, dengan membungkukkan badan mereka sedikit.
Anisa lalu tersenyum kecut dan berkata, "Dari dulu gak pernah berubah, selalu ada... saja, cara buat maksain kehendak."Safak hanya memamerkan giginya dan menjawab, "Heee... Makanya nurut, biar gak dipaksa."Setelah menggelengkan kepala dan menghela nafas, Anisa akhirnya melangkah naik ke dalam mobil Rolls-Royce Phantom. Saat itu jantungnya berdebar-debar, karena ini adalah pertama kalinya dia naik mobil mewah seperti ini."Sudahlah, jangan tegang begitu! Aku bakal sering-sering ajak kamu naik mobil ini, supaya kamu jadi terbiasa," ucap Safak, ketika dia naik ke kursi pengemudi."Tidak perlu! Cukup sekali ini saja aku naik mobil ini. Besok-besok aku tidak mau," ujar Anisa.Safak menoleh ke arah Anisa dan bertanya, "Loh, kenapa emangnya? Kau tenang saja, mobil ini punyaku dan meskipun kau mau memakainya juga tidak masalah."Anisa menghela naf
Mereka adalah Tegar dan Dinda. Dinda yang memang sudah berseteru dengan Anisa langsung berkata, "Kalau tidak mampu makan di restoran mewah seperti ini, tidak perlu kau paksakan. Sok pakai acara nyewa ruangan VVIP segala. Kau pikir kau mampu membayar biaya sewa ruangan VVIP yang harganya satu juta per jam? Apakah kau sudah lupa dari mana asalmu, Anisa?" Terlihat sekali, kalau Dinda sangat meremehkan Anisa bahkan sengaja memprovokasi dia.Sebenarnya, kedatangan Tegar dan Dinda ke ruangan itu juga bukan hanya kebetulan. Saat Safak dan Anisa masuk ke restoran mewah ini, Dinda sangat terkejut dan tidak mempercayai yang dilihatnya. Untuk memastikan jika yang dilihatnya tidaklah salah, dia mengajak tegar untuk mengikuti Safak dan Anisa.Hingga sampai di depan pintu ruang VVIP dan keduanya mendengar perdebatan antara Safak dan Anisa, barulah mereka sadar kalau mereka tidak salah mengenali orang. Untuk lebih pastinya lagi, mereka langsung
Dinda yang mendengarnya langsung membuka mata dan mulutnya lebar-lebar. Dia juga sangat terkejut, "Astaga, Tegar. Tidak disangka ternyata Anisa benar-benar serendah ini. Dia... pantas saja dia berani mengajukan cerai padamu, ternyata dia sudah kembali berhubungan lagi dengan mantan pacarnya. Sial, Nisa... Kau benar-benar menjijikkan! Apakah tidak ada laki-laki lain lagi yang mau sama kamu? Sampai-sampai kau kembali bersama masa lalumu?"Tegar yang sudah sangat marah begitu tahu kalau laki-laki di sebelah Anisa adalah Safak, mantan pacar istrinya itu. Menjadi bertambah marah begitu mendengar komentar dari Dinda. Dia menatap tajam pada Anisa, "Nisa, apa maksudmu seperti ini? Kau... Kau masih istriku! Berani sekali kau malah berkencan dengan mantan pacarmu!" Tegar langsung memegang tangan Anisa dengan kasar, "Ayo pulang! Aku akan menghukummu, karena kau telah berani selingkuh dengan mantan pacarmu di belakangku!"Anisa mencoba melepaskan
Safak tertawa kecil, "Percaya atau tidak, kau akan segera mengetahuinya. Oh iya, sebaiknya kau lepaskan tangan kotormu dari Nisa. Jika tidak, mungkin kau tidak akan bisa menggunakannya lagi."Terlepas dari semua yang terjadi, Tegar masih belum yakin dengan apa yang dikatakan Safak. Namun sebelum dia sempat berkomentar, pintu ruangan tiba-tiba terbuka. Lalu masuklah seorang pengacara yang sudah sangat terkenal, selalu bisa dengan cepat menyelesaikan kasus perceraian.Pengacara ini bernama Erickson Acarya. Dia langsung berjalan tenang dan percaya diri ke tempat Anisa, Safak, Tegar, dan Dinda berada.Semua orang di ruangan itu memperhatikannya dengan seksama. Sementara untuk Safak, hanya tersenyum padanya."Halo, saya Erickson Acarya, pengacara yang telah ditunjuk untuk membantu Nona Anisa dalam menyelesaikan kasus perceraiannya dengan Tuan Tegar." Erickson lalu menatap Tegar, "Anda pasti Tu
Anisa langsung menatap Safak, sementara Tegar langsung berbalik menatap Erickson dengan tatapan tajam. "30 miliar? 90 miliar? Anda gila! Seorang pengacara bagaimana bisa meminta bayaran sebesar itu? Uang 90 miliar itu bisa untuk membeli sebuah perusahaan berskala kecil!" ucap Tegar dengan nada keras.Erickson hanya tersenyum tenang, "Maafkan saya, Tuan. Tapi harga yang saya minta sangatlah wajar untuk menyelesaikan sebuah kasus semacam ini. Jika Tuan tidak bersedia, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Dan kasus ini akan kami lanjutkan ke jalur hukum yang lebih tinggi. Anda akan berhadapan langsung dengan pihak pengadilan, dan bisa dipastikan hasilnya tidak akan menguntungkan bagi anda, Tuan."Tegar yang semakin marah, dan hampir emosinya hampir meledak. Namun sebelum dia sempat bicara apa-apa, Safak sudah menatapnya dan bicara duluan, "Ayo, katanya mau membayar 3 kali lipat dari yang dibayarkan. Sekarang, pengacara Erickson sudah mengatakan har
"Sial, apa maksudmu Pak Erickson? Bukankah itu hanya surat perjanjian perceraian? Kenapa tiba-tiba ada pembagian harta dan aset milikku?" tanya Tegar seperti tak terima.Erickson tersenyum tenang sebelum menjawab, "Tuan Tegar, kenapa terkejut? Apakah anda tidak membaca isi dari surat perjanjian perceraian barusan? Padahal di sana sudah tertera dengan jelas. Harta dan aset yang dimiliki anda, dari sebelum sampai setelah menikah dengan Nona Anisa akan dibagi dua secara adil. Pembagian harta setelah perceraian itu wajar dan bahkan wajib untuk anda lakukan. Selama pernikahan, Anda tidak pernah memberikan nafkah apapun pada Nona Anisa, bahkan membiarkan saja saat keluarga Anda memperlakukan Nona Anisa dengan kasar dan tidak adil. Dan jika Nona Anisa mau, bahkan beliau bisa meminta seluruh harta dan aset milik Anda. Sebagai ganti rugi atas segala perlakuan buruk yang sudah beliau terima selama pernikahan. Jadi, jangan terkejut jika Nona Anisa memutuskan untuk berbagi
"Tegar, tunggu Tegar! Apa maksudmu dengan melakukan semua itu? Apa kau rela harta dan aset yang selama ini kau kumpulkan serumai, dibagi dengan mantan istrimu itu? Dia yang tidak pernah melakukan apa-apa dan hanya berdiam diri di rumah bagaimana bisa mendapatkan separuh dari harta dan aset milikmu?" Dinda berkata sambil menarik tangannya dari cengkeraman tangan Tegar.Tegar berhenti dan menghela nafas, "Meskipun aku tidak rela, memang apa yang bisa kulakukan? Melawan mereka dengan kebodohan yang terus kau lakukan itu?" Tegar berbalik menatap Dinda."Tegar, aku membelamu! Kau malah mengataiku, bodoh?" Dinda merasa tak percaya.Tegar menghembuskan nafasnya dengan cepat, "Dinda apakah sampai sekarang kau belum paham juga, permasalahannya? Apakah kau benar-benar tidak tau siapa itu Pak Erickson? Pak Erickson adalah pengacara yang sudah sangat terkenal dengan penyelesaian kasus perceraian terhebat di Indones
Minah menjawab, "Sudah sebulan yang lalu. Ya, aku lupa mau memberitahu kamu. Kamunya juga sangat sibuk, jadi mana sempat aku bicara ke kamu. Lagian, aku tidak pernah berpikir semuanya akan jadi seperti ini. Aku tidak pernah berpikir kalau wanita itu akan seberani itu menuntut harta gono-gini padamu. Aku juga tidak mengira, kalau wanita itu akan bisa membayar seseorang pengacara besar seperti Pak Erickson. Melihat kondisinya, untuk membayar pengacara biasa saja sepertinya mustahil. Tapi bagaimana bisa dia tiba-tiba punya uang untuk membayar pengacara besar seperti Pak Erickson?"Hana yang dari tadi diam, tiba-tiba angkat bicara, "Eh Kak Tegar, benarkah yang Kakak katakan? Si jalang itu membayar Pak Erickson sebesar 30 miliar hanya untuk menyelesaikan kasus perceraian ini? Lalu apa Kak Tegar percaya begitu saja?"Tegar menatap Hana, "Apa maksudmu?"Hana menghela nafas dan mulai menjelaskan, "Ya, secara... Seperti yang Ibu bilang barusan. Kita semua di sini tau kon
Anisa dan Safak mengangkat kepalanya bersamaan dan menatap Dilla. "Ya, ada apa?" tanya Anisa."Barusan Nona Widia sudah mengirim pesan, beliau menunggu saya di luar, jadi saya mau pamit pulang dulu sama Jihan," ujar Dilla.Anisa cukup terkejut mendengar yang dikatakan Dilla, "Apa? Widia sudah di luar?" Dia berdiri, "Di mana dia sekarang? Aku mau ketemu dia sebentar."Sementara itu, Safak hanya berpikir, 'Ohh, jadi anak itu sudah di luar? Ha ha... Dasar, tau juga kalau Kakaknya lagi pengen berduaan, jadi dia gak datang buat ganggu!'"Em, Nona Widia bilang, beliau tidak mau mengganggu pekerjaan anda, makanya beliau tidak masuk. Beliau juga meminta pada saya untuk menyampaikan pesan," jelas Dilla."Pesan? Pesan apa itu?" tanya Anisa."Beliau berpesan agar anda tetap melanjutkan pekerjaan Anda saja. Nona Widia tidak mau mengganggu pekerjaan Anda
Dengan perlahan, Anisa menatap Safak, matanya penuh dengan keraguan. Hingga akhirnya, dia memutuskan untuk mengambil sepotong makanan dan mencicipinya. Rasa makanan yang lezat langsung menyapa lidahnya, membuat Anisa tidak bisa mengangkat kedua alisnya, "Ini... Ini... Ini enak sekali! Bagaimana ada makanan seenak ini?"Safak merasa sangat puas dengan reaksi Anisa, dan dia tersenyum. "Lihat kan? Sudah kubilang, makanan ini sangar enak. Aku tidak mungkin ajak kamu makan di tempat yang asal. Aku pasti mencarikan yang terbaik buatmu."Menghembuskan nafasnya, Anisa membalas, "Hemm, mulai... mulai... dengar ya Safak, aku memaafkanmu hanya demi teman-temanku. Karena sebenarnya aku belum benar-benar memaafkan kamu. Jadi, jangan gombal-gombal gitu. Gak bakal ngaruh buat aku."Safak tersenyum kecut, "Iya deh iya. Terserah kamu, mau itu demi teman kamu atau demi siapapun. Yang penting sekarang, kita makan dulu. Kamu harus mengisi k
Anisa terdiam sejenak, matanya menatap Safak dengan penuh pertimbangan. Akhirnya, setelah beberapa saat berpikir, dia tersenyum kecut dan menghela nafas panjang. "Baiklah, aku maafkan kamu, Safak. Kita bisa makan siang bersama."Safak tersenyum lega, "Terimakasih, Nisa. Ayo, mari kita makan bersama-sama."Semua orang bersorak, "Yeay!"Safak lalu memberikan kode lewat kepalanya pada para pelayan, untuk meletakkan satu persatu makanan di tangan mereka ke meja kargembira. Dan para pelayan segera melakukan seperti yang diperintahkan. Dan mereka juga segera pergi begitu makanan sudah diletakkan di meja."Kita akan menikmati makanan yang seumur hidup tidak mungkin bisa kita nikmati!" ucap salah satu staff bernada sangat gembira.Staff lain menyahut, "Kita harus berterimakasih pada Anisa. Bagaimanapun ini berkat dia. Jika dia tidak mengenal Pak Safak dengan baik, huh kita ti
Orang itu menjawab, "Ya, siapa tau kan? Siapa tau...""Cukup! Tidak ada siapa tau siapa tau. Lebih baik kau diam, jika masih ingin bertahan bekerja di sini!" potong rekan kerjanya yang sebelumnya sambil melotot.Sementara itu, Safak dan semua orang yang dibawanya masih dengan sabar menunggu Anisa di luar ruangan tempat Anisa, Dilla, dan Jihan berada. Cukup lama untuk orang-orang itu menunggu, sebelum akhirnya Anisa keluar sendirian dari sana. Dan dia benar-benar terkejut saat melihat deretan pelayan yang membawa makanan di tangan mereka."Apa ini? Mereka... Mereka benar-benar mengantar semua makanannya?" tanya Anisa, sebelum menatap Safak.Safak tersenyum, "Tentu saja, mereka harus mengantarnya. Jika tidak, kita tidak akan bisa menikmati makan siang bersama yang sempat tertunda tadi.""Haaaa? Lupakan itu, aku tidak mau makan siang berdua denganmu lagi. Aku masih
Rianti langsung mengangguk, "Baik Pak, saya paham. Saya akan mencoba yang terbaik untuk menyembunyikan identitas Anda." Setelah mengatakan itu, dia teringat sesuatu dan menambahkan, "Oh iya, lalu bagaimana dengan karyawan yang lain? Semua orang di sini sudah mengenal Anda, dan mengetahui kalau Anda adalah pemilik perusahaan. Bagaimana jika Nona Anisa sampai tau tentang identitas Anda dari mereka?""Nah, itu yang akan menjadi pekerjaanmu," ujar Safak.Rianti yang belum paham berkata, "Menjadi pekerjaan saya? Maksud Anda bagaimana ya? Saya tidak mengerti."Safak menghela nafa san berkata, "Kau ini, sudah menjadi Manager Operasional, tapi tidak paham juga masalah semudah ini. Ya kaulah yang akan memberitahu semua karyawan di sini, tentang mereka semua yang tidak boleh membocorkan identitasku pada Anisa. Aku beri tau kau, Anisa hanya tau, aku adalah orang kepercayaan Presiden. Jadi beri tau semua orang, kalau mulai sek
Meskipun masih tidak yakin, namun Anisa hanya berkata, "Jadi begitu? Ya sudah." Anisa yang teringat sesuatu langsung menambahkan, "Eh sebentar, Bu Rianti sebenarnya baru saja saya ingin menemui Ibu di kantor, karena ada yang ingin saya bicarakan dengan Ibu. Tapi karena kita sudah ketemu di sini, bisakah kita bicara di sini saja?"Melihat ke arah Safak sebentar, Rianti tersenyum dan menjawab, "Bisa, apa yang ingin kamu bicarakan?""Sebenarnya begini, Bu Rianti. Barusan anak saya rewel dan menangis terus, mungkin karena saya telat menyusuinya. Jadi saya mau minta ijin untuk beberapa saat menenangkan anak saya sambil menyusuinya. Bolehkan, Bu?" jelas Anisa.Sebenarnya, hal seperti ini belum pernah dilakukan perusahaan sebelumnya. Namun yang meminta ijin adalah Anisa, yang saat ini telah disadari Rianti kalau wanita ini ternyata punya hubungan dekat dengan pemilik perusahaan, jadi bagaimana mungkin dia tidak memberikan
Mendapatkan perintah dari pemimpinnya, semua pelayan itu langsung bergerak dan bergegas untuk mengantarkan hidangan khas Prancis ke perusahaan Tifana Group. Dengan langkah cepat, mereka segera bergegas menuju kendaraan untuk mengantar makanan tersebut.Sementara itu, Safak dan Anisa sudah sampai di depan perusahaan Tifana Group. Keduanya segera keluar dari mobil, begitu melihat Dilla ada di sana dan sedang mencoba menenangkan Jihan."Nyonya, akhirnya Anda kembali. Jihan rewel terus, sepertinya dia sudah laper," ujar Dilla."Aku mengerti, berikan padaku!" Anisa langsung mengambil Jihan dari tangan Dilla.Setelah Jihan ada di tangannya, Anisa juga langsung bersiap untuk menyusuinya. Hanya saja dihentikan oleh Safak, "Nisa, tunggu! Ayo kita ke atas, kita cari tempat tertutup untuk kalian. Lagian di sini kurang nyaman untuk menyusui bayi."Menghembuskan nafasnya, da
Safak pun terkekeh sebelum mencoba membujuk Anisa, "Hei, ayolah. Bukankah aku sudah minta maaf? Jangan ngambek gini ah. Mending kamu duduk dulu, lalu pesan makanan yang paling kamu suka."Safak kemudian memegang kedua bahu Anisa dari belakang. Dan dengan sedikit paksaan, dia mendudukkannya di kursi. Meskipun masih cuek dan cemberut, namun Anisa juga tidak menolak saat Safak melakukan itu."Ayo, kamu mau makan apa?" tanya Safak sambil menyerahkan menu pada Anisa.Tidak menjawab, Anisa kembali memalingkan wajahnya ke arah lain.Safak yang melihatnya kembali terkekeh sebelum menghela nafas lalu berkata, "Baiklah, jika kamu tidak mau pesan sendiri. Biar aku saja yang pesan buat kamu." Safak menoleh ke arah resepsionis wanita, yang sedari tadi masih berdiri di sana, "Eh kamu, aku mau pesan semua hidangan khas yang ada di restoran ini. Pokoknya sajikan dengan cara yang paling spesia