Share

Bab 23

Author: Aulia Lapan Bilan
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Berbekal informasi tentang tempat tugas baru Om Ibra di Makassar, yang kudapat dari kantor lamanya, aku menyusuri jalanan kota Makassar yang sudah jauh berbeda dengan masa kecilku dulu. Banyak yang berubah. Bedanya kota ini jauh lebih baik, sementara diriku berubah menjadi.. Yah kalian lebih tahu. Entahlah mengesalkan jika mengingat kelakuanku sendiri. Mengurut setiap kejadian dari malam saat kumabuk itu, hingga mendamparkanku di sini.

Pengadilan Tinggi Makassar.

Aku berdiri di depannya dengan gemuruh di dada seperti seorang pesakitan. Takut tapi terus melangkah. Benar kata Raka, bertanggungjawab itu tidak mudah. Maka kubulatkan tekad.

Aku sudah pernah membiarkan Riri lepas karena tidak mencintaiku. Rasanya sakit sekali. Jadi aku tidak mau merasakan sakit yang kedua kali karena seseorang yang mencintaiku pun harus pergi.

Hembus nafasku cukup berat. Panas. Karena memang cukup terik di luar. Aku turun dan meminta taxi menunggu sebentar. Sabar Pak, aku s

Aulia Lapan Bilan

Jangan lupa vote dan komentarnya ya say

| 2
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • ANINDYA: BELIA TERPEDAYA CINTA   Bab 25

    "Nin... Ka..kamu hamil?" Semakin terkejut Anin mendengar pertanyaanku, membentuk bulatan di bibir yang ranum itu, bibir tipis yang kurindu. Ah kenapa pikiran seperti ini masih tertinggal di benakku. Lihat perut yang menggunduk itu sekarang, hasil perbuatan kotor siapa? Anin berusaha kabur, bergegas menuju pintu untuk menghindariku. Yang tentu saja segera kutahan dengan mencekal di tangannya kuat-kuat. Tidak mungkm kusiakan kesempatan yang berbulan lamanya kugadang. Dari dekat perut besar itu semakin kentara. Anin hamil? Anakku? Sial! Memangnya anak siapa lagi? Gadis sepolos dia bukan tipikal yang akan menjual diri. Tentu saja kenyataan ini membuatku terkejut bukan mai. Ini seperti dejavu akan kisah Riri dan Ranu. Seharusnya aku membalas dendam, tapi kenapa aku justru termakan dendam itu. Mungkin salah caraku. Hmph. Yang pentinh sekarang aku tidam boleh seperti Ranu. Aku akan bertanggungjawab. Bukan lari. Walaupun saat itu Ranu memang tidak ber

  • ANINDYA: BELIA TERPEDAYA CINTA   Bab 26

    Lelaki yang selalu tenang dan tidak menunjukkan kegarangan padaku itu berdiri dan mengarahkan tangannya ke tepi teras. "Tidak masalah kan duduk di lantai?", tanyanya sempat membuatku bingung. Kukira dia akan mengajakku berbincang di bangku taman. Ternyata teras rumah yang mirip joglo itu lebih menjadi pilihannya. "Duduk di sini membuat ngobrol akan terasa lebih santai.", lanjutnya tenang lalu mengambil tempat lebih dulu. Degub jantungku berloncatan. Ayah dari bocah yang kurusak bisa setenang ini menghasapiku. Ini baru definisi sangar yang sesungguhnya. Aku jadi takut, jangan-jangan ini hanya pancingan. Bagaimana jika Om Ibra sudah siap dengan senjata di tangan? Ya pikiranku saja sih. Mau tak mau aku menyusulnya duduk di lantai dengan kaki ditekuk dan memijak anak tangga paling bawah, sama seperti yang dilakukan Om Ibra. Bedanya, tangam Om Ibra menyatu di antara lututnya. Sementara tanganku berpasrah di atas paha. Gugup. Aku akan disidang oleh seorang

  • ANINDYA: BELIA TERPEDAYA CINTA   Bab 27

    Aku berlari. Tergopoh-gopoh dari bandara hingga ke rumah sakit ini. Camelia 18, di mana letak kamar itu? Kepanikan membuat semua pintu terbaca sama olehku. Aku pun kembali bertanya pada perawat yang lewat. Ternyata kamar Camelia ada di lantai satu. Baiklah, aku turun lagi sambil berlari-lari. Ini bahkan lebih membakar kalori dari pada olahraga apapun. Aku memajukan penerbangan yang semula lusa menjadi hari ini. Om Ibra menelepon jika Anindya mulai kontraksi sejak tadi pagi, maka segera kupersiapkan diri. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Om Ibra. Hakim yang bijak itu mengabulkan permintaanku untuk mendampingi Anindya melahirkan. Sebenarnya Anin dijadwalkan melakukan operasi dua hari lagi. Namun karena tanda melahirkan itu muncul, jadwalnya dimajukan nanti malam. Mana mungkin aku melewatkan momentum ini? Inilah satu-satunya tanggung jawab yang baru

  • ANINDYA: BELIA TERPEDAYA CINTA   Bab 28

    Momentum, setahuku didefinisikan sebagai besaran yang dimiliki oleh benda yang bergerak. Setiap benda yang bergerak selalu punya kekuatan. Itu yang kuingat dari sepotong penjelasan yang kuterima saat masih homeschooling. Pemahaman itu menghubungkanku pada sesuatu, pada seseorang, pada diriku sendiri yang malang. Mementum, aku sempat tak memilikinya. Semua rusak karena aku tak bergerak. Langkahku terhenti di suatu masa tanpa koma. Hanya titik henti saat bayi kecil itu hadir di pelukku, di kehidupanku. Aku menyerah pada mimpiku. Mimpi yang sejatinya sudah dirusak oleh seseorang dari masa lalu kurang lebih lima tahun lalu. Saat aku begitu lugu dan sangat mudah dirayu. Siapa yang salah? Dia, lelaki itu? Orang tuaku? Atau justru diriku sendiri? Sayangnya aku sudah mangkir dari titik salah menyalahkan. Aku hanya ingin menatap masa depan tanpa lagi kebingungan. Aku sudah banyak kehilangan. Saatnya aku menata ulang masa depan yang berserakan agar bisa kujadikan pegan

  • ANINDYA: BELIA TERPEDAYA CINTA   Bab 29

    Kukepalkan tangan untuk mengumpulkan kekuatan. Aku tidak lagi lemah. Aku bukan Anindya versi lama. "Seperti katamu, Nin. Semua terserah Tuhan. Kita berjumpa kembali setelah lima tahun berpisah pun terserah Tuhan." Kulenturkan otot-otot wajah. Begitupun dengan setiap sendi hingga alat gerak tubuh. Dalam beberapa detik yang gawat aku merasa seperti mendapat ilham. Kiranya pertemuan ini adalah saat yang tepat untukku membalaskan segala sakit di masa silam. Segera kuangkat wajah setelah berhasil mengusir ketegangan. Harus kuciptakan suasana yang lebih nyaman. Bukan untuknya, melainkan untukku sendiri. "Apa kabar Kak Rama?" Panggilan itu menegaskan bahwa tak ada yang pernah kulupa. Setitik pun tak pernah. Aku selalu menyimpannya rapat. Hanya saja kini kuanggap sebagai waktu yang tepat bagiku mengobati setiap luka yang belum sembuh. Maka perlu bagiku membuka penutup luka-luka itu. "Nin... ." Kudengar nadanya yang mengandung kekecewaan bergetar renta

  • ANINDYA: BELIA TERPEDAYA CINTA   Bab 30

    Lama kurenungi surat beramplop putih di atas meja. Haruskah berangkat untuk mengantarnya atau sebaliknya berangkat untuk membagi semangat pada pasien-pasien yang telah terjadwal. Mereka telah menanti, menaruh harapan demi kesembuhan. Bukankah benar pekerjaan ini sangat mulia untuk dilakukan? Entahlah, apa egois namanya jika aku mengorbankan waktu mereka demi pertemuan dengan seseorang yang membawa kenangan suram? Sementara bekerja di rumah sakit besar itu adalah kesempatan yang baik untukku menjejaki karir gemilang di masa depan. Aku ingin menempuh pendidikan profesi lalu membuka klinik fisioterapi sendiri. Mandiri, sukses, membahagiakan orang tuaku yang selama ini belum sempat kulakukan sama sekali. Rasanya punggung ini masih enggan bergerak dari bean bag kamar kosku. Ya Tuhan, aku bimbang. Berikan aku petunjuk. Aku ingin menghapus wajahnya dari memoriku. Lepas darinya secara permanen. Aku takut terpedaya saat dia kembali datang dengan sosok yang berbeda. To

  • ANINDYA: BELIA TERPEDAYA CINTA   Bab 31

    "Pulang!" sentakku padanya yang masih membuntuti. Aku berniat membeli sesuatu di minimarket saat dia yang sedari tadi menunggu di depan rumah kos mengekori gerak langkahku. Ujung dari balas dendamnya karena aku terus-terusan mengabaikan setiap pertanyaannya selama di rumah sakit beberapa hari ini. Di sela-sela memberi treatment kepada pasien pun dia masih sempat memanfaatkan kesempatan untuk mencari tahu segala hal yang terjadi padaku selama lima tahun terakhir. Muak? Tentu. Walaupun kadang tak habis pikir. Seorang dokter spesialis yang aku tahu punya jadwal padat merayap masih saja menyempatkan waktu untuk menjejaki bekas derap langkahku. Saat aku sibuk memilih roti di dalam minimarket, dia merapatkan diri. Saat aku sibuk memilih susu pun dia menghampiri. "Rasa coklat atau hazelnut?" tanyanya tanpa tahu diri seolah bibirku akan buka suara. Sampai di kasir pun dia masih setia melangkah pasti. Lalu menyodorkan kartu kreditnya sesaat setelah kas

  • ANINDYA: BELIA TERPEDAYA CINTA   Bab 32

    "Di mana kamu semalam?" Aku menoleh kala mendengar sapaan seseorang dari arah belakang. Rupanya dia sudah datang. Kurasa akan lebih baik jika pertanyaan itu diubah menjadi 'siapa yang membawaku ke hotel semalam?' Meskipun aku tetap tam berkenan menjawab. Lebih baik lanjut menyiapkan ultrasound untuk pasien terapi pertama. Langkah kakinya tertangkap telinga sedang mendekat. Diiringi suara kaki kursi yang diseret. Kurasa dia mulai mengindahkan permintaanku agar tak lagi membahas masa lalu kami. "Nin." Aku menoleh, "Ya, Dok." Sudah kusiapkan jawaban untuk pertanyaan yang bersifat privasi. "Apa diagnosis pasien pertama?" Kepercayaandiriku lenyap. Kukira dia akan terus mendesakku dengan membahas masa lalu kami. Terutama meminta penjelasan soal yang terjadi semalam, saat dia pingsan. Ternyata dia menandai permintaanku dalam ingatan. Mau tak mau kudekati mejanya. Aku harus lebih profesional saat dia profesional. Kusodorkan berkas reka

Latest chapter

  • ANINDYA: BELIA TERPEDAYA CINTA   Ekstra Part 2

    "Saya terima nikah dan kawinnya Anindya binti Ibrahim dengan mas kawin sebuah klinik fisioterapi dibayar tunai."Nafasku berembus lega kala semua saksi menyebut sah. Artinya, impianku yang sesungguhnya telah menjadi nyata. Kami menikah, bersiap membangun rumah tangga.Meskipun tak paham betul tentang arti sebuah pernikahan, Gio yang duduk di samping Mama tersenyum kepadaku. Dia tampak tampan dalam balutan jas hitam persis yang dikenakan lelaki di sebelahku, ayahnya yang kini sah menjadi suamiku.Soal mas kawin, aku tak menyangka kak Rama akan memberinya. Aku tak pernah meminta. Saat dia bertanya aku ingin mas kawin apa, selalu kujawab terserah. Hasilnya, dia mengonsep semua dengan matang di hari pernikahan.Tak kusangka lelaki tampan yang pernah menjadi masa lalu pahit bagiku adalah lelaki yang sama yang akan menemaniku menggapai cita dan cinta. Mulai hari ini kami a

  • ANINDYA: BELIA TERPEDAYA CINTA   Extra Part 1

    Serangkaian prosesi menjelang pernikahanku dan kak Rama digelar secara runtut. Dimulai dari prosesi lamaran antar dua keluarga yang baru kemarin diadakan. Kak Rama memang ingin segera menikah. Dia takut aku akan berubah pikiran. Lagi pula Mama khawatir terjadi Gio jilid dua. Takut saja kalau-kalau kami khilaf seperti dulu."Aku boleh main ke kosmu?"Aku hanya melirik judes sambil memainkan ponsel lalu diam pura-pura tak mendengar. Tak lama kemudian kurasakan tangannya mengusik rambutku."Kakak ih!" protesku karena rambut panjangku jadi acak-acakan."Aku butuh jawaban.""Pertanyaan yang mana?" Kupasang wajah tanpa dosa."Jadi tidak boleh main ke kosmu? Kenapa? Masih takut padaku hm?" cecarnya setelah menyahut ponselku.Geram, aku pun merebahkan punggung di beanbag. Menatap ke langit

  • ANINDYA: BELIA TERPEDAYA CINTA   Ending

    Malam kian larut. Sepi. Anakku, yang pernah sekian lama menjadi impianku, sudah lelap dalam pelukku. Gioksa Anrama, terima kasih untuk akronim nama yang kamu berikan, Nin. Pertanda kamu tak pernah melupakanku barang sedikitpun. Andai hal-hal yang selama ini selalu mengingatkanmu padaku itu mengarah kepada kebencian sekalipun, aku rela. Sekali lagi kuucapkan terima kasih, Nin. Kamu telah mematri cinta kita agar melekat selalu pada diri Gio. Pukul sepuluh malam. Kurasa semua orang sudah tidur. Tante Fatma, Om Ibra, bahkan Anindya, tak satupun di antara mereka kujumpai saat mengambil minum di dapur. Tak kudengar pula suara mereka. Sementara aku sendiri tak bisa tidur. Kebahagiaan ini terlalu nyata untuk mengantarku dalam lelap. Aku masih ingin menikmatinya. Seteguk kuminum, menyandarkan pantat di meja dapur dengan pandangan menjelajah ke seisi rumah. Memang posisi dapur menjangkau semua. Rumah berlantai satu ini hampir tak bersekat selain kamar. Hingga dengan mudahnya s

  • ANINDYA: BELIA TERPEDAYA CINTA   Bab 46

    "Menginaplah di sini, Rama."Semua mata tertuju pada Papa. Tak terkecuali Mama yang mendelik ingin melayangkan protes. Namun Papa segera menggenggam tangannya."Kita tidak boleh egois, Ma. Kita sama-sama tahu apa yang Gio butuhkan."Kulihat Mama mencabut tangannya, lalu meninggalkan meja makan dan dengan dalih membawa piring kotornya ke dapur. Tinggi, Mama membentengi hatinya tinggi sekali."Temani Gio tidur. Besok kamu libur kan?"Kak Rama mengangguk kaku. "Tapi, saya takut merepotkan Om dan Tante.""Selama kamu tidak masuk ke kamar Anindya, tidak ada yang merepotkan bagi kami."Wajahku merah padam. Apa-apaan sih Papa. Malah sengaja menggoda. Kak Rama bahkan kesulitan menutupi senyum malu-malunya. Kulihat tangannya yang mengusap tengkuk berkali-kali karena gerogi.***"Aku masih mencintainya, Deco.""Aku tahu. Sudah kukatakan akan sabar menunggu bukan?" Lelaki berkursi roda itu tampak mantap."Sama seperti

  • ANINDYA: BELIA TERPEDAYA CINTA   Bab 45

    Kumajukan bibir setelah lama berdiri di tepi jalan. Aku menunggu, sesekali melangkah maju dengan kedua tangan menggenggam tali backpack yang kupakai. Kutoleh ke kanan, menanti seseorang.Ah ini sudah hampir setengah jam. Apa susahnya menghubungiku dulu jika masih ada kepentingan, bukan malah membuatku menunggu serasa tahun-tahunan. Terus timbul niat kembali ke kamar kos saja, tapi selalu kubatalkan jika ingat mungkin yang kutunggu segera tiba.Kulihat lagi jam di layar ponsel. Jika lima belas menit lagi dia tak datang, aku kembali ke kamar. Semua orang akan setuju jika kukatakan lama menunggu adalah hal yang sangat menjengkelkan. Tapi, aku jadi ingat satu hal. Saat meminta kak Rama menungguku beberapa waktu lalu, jangan-jangan salah satu alasannya melepasku adalah karena rasa jengkel yang sama. Ah entahlah.Lima belas menit sia-siaku pun berlalu. Aku memutar badan ke kiri. Berjalan lurus dengan perasaan dongkol di hati. Sayangnya, cukup beberapa langkah kutapaki

  • ANINDYA: BELIA TERPEDAYA CINTA   Bab 44

    "Ketemu! Itulah masalahnya. Dia mungkin memutuskanmu karena itu, dia tidak ingin kamu dipecat dari rumah sakit ini, tidak mau menghambat karirmu."Masuk akal. Kak Rama adalah bagian dari direksi, kemungkinan kecil rumah sakit akan memecatnya. Dari janji untuk mempertahankanku di rumah sakit ini tempo hari, kurasa suaranya banyak berpengaruh. Sementara aku yang hanya pegawai biasa akan lebih mudah dihentikan jalannya. Itukah alasannya?"Bukankah itu bisa ditutupi dengan menjalin hubungan diam-diam?""Diam-diam sampai kapan? Sampai kalian menikah?" Dia bangun, duduk bersedekap lalu kembali terkekeh saat otakku yang buntu masih berusaha mencerna jawabannya. "Dia sudah melepaskanmu, Anindya. Menyerahlah, buka pintu hatimu untukku. Dia sudah menyerah meskipun masih mencintaimu. Demi kebaikanmu."Aku tertegun sejenak. Menela saliva encer agar membasahi tenggorokan. Kutekuk wajah sambil memejamkan mata."Kurasa suasana hatimu sedang tak baik. Antarkan aku

  • ANINDYA: BELIA TERPEDAYA CINTA   Bab 43

    Saat aku membuka tirai jendela, kulihat matahari pagi ini cukup terik. Kilaunya menyilau, menyipit aku dibuatnya. Kurasa cuaca hari ini akan panas menyengat, tapi dingin mengering khas musim kemarau.Semalam aku tidur sangat lelap. Kembali sendiri di kamar kos ini setelah kemarin berdrama panjang dengan Gio yang tak mau ditinggalkan. Dia memaksa ikut denganku agar bisa bertemu dengan Kak Rama. Entahlah. Mereka bahkan baru bertemu sekali tapi ikatan itu sudah terjalin sekuat ini.Dia terbangun di minggu pagi sambil merengek-rengek mencari Kak Rama. Merasa ditipu karena ditinggalkan saat sedang terlelap. Orang tuaku sibuk membujuk dengan berbagai hal, tapi dia masih saja bertanya tentang cara menemui Kak Rama. Di saat itulah aku merasa harus melakukan sesuatu. Terus kuusahakan membujuknya melalui pelukan demi pelukan yang sebelumnya jarang kuberikan. Memang aku ibu yang kejam, bukan penyayang, tapi juga bukan pembenci.Setelah berhasil membuatku tercengang, dia pe

  • ANINDYA: BELIA TERPEDAYA CINTA   Bagian 42

    Aku kembali setelah membereskan tangis kesedihan. Kulihat Kak Rama sedang duduk melantai. Menghadapi Gio yang masih duduk di sofa. Sementara Papa dan Mama mengawasi kedatanganku seraya membuang nafas lelah. Semacam peringatan untukku yang kini duduk di samping Gio. "Sekalang Gio sudah boleh panggil 'Om Lama' lagi kan?" Kak Rama tersenyum lebar. Mencubit pipi Gio dengan gemas lalu mengangguk menyetujui. Dia luar biasa dengan segala pengertian dan keikhlasannya sekarang. "Terima kasih Gio sudah mau memanggil ayah. Nanti kalau Om Rama sedih karena kangen anak Kak Rama lagi, Gio mau kan panggil Om Rama 'Ayah' lagi?" "Siap!" sahut Gio sambil menempelkan telapak tangannya di kening kanan. Berusaha bersikap hormat walau masih belepotan. "Gio senang kan bertemu Om Rama?" tanya Kak Rama setelah mengabsen wajahku, Papa, dan Mama. "Senang. Gio senang kenal dengan banyak olang. Papa selalu bilang, Gio halus lamah dan baik pada semua olang. Om Lama

  • ANINDYA: BELIA TERPEDAYA CINTA   Bagian 41

    Di luar sudah petang, sudah jadi kewajiban kami sebagai tuan rumah yang baik untuk mempersilahkan masuk tamu yang datang. Memberi hidangan penyambutan meskipun hanya berupa minuman. Di atas sofa, kak Rama duduk gelisah. Jelas sekali jika raganya di sana tapi isi pikirannya menjalar ke arah Gio yang dibawa Papa dan Mama masuk ke kamar. Aku salut pada orang tuaku. Di luar tekanan yang mereka berikan padaku di masa lalu, baik Papa dan Mama barusan sepakat memberiku kesempatan menyambut Kak Rama, yang artinya mereka pun memberiku kebebasan untuk membeberkan segala kejadian di masa lampu. Sekaligus menilai yang dilakukan orang tuaku sendiri dari sudut pandangku. Ya walaupun aku paham, di rumah yang hanya berlantai satu ini, Mama yang jelas-jelas menunjukkan sikap tak suka atas kehadiran Kak Rama pasti memasang telinga lebar-lebar. Memaksimalkan kemampuan mengupingnya. "Minumlah, Kak." Dia tak mengindahkan jamuan teh hangatku. Sorot matanya yang gegab

DMCA.com Protection Status