"Non Mora, ayo buruan! Nanti telat lagi," teriak Bi Daru dari bawah menggunakan speaker corong yang selalu dipakai untuk memanggil Amora dari bawah.
"Bentar, Bi. Lagi nyari dasi," teriak Amora. Padahal, ia tahu teriakannya tidak akan terdengar. Setelah menemukan dasinya, Amora turun menggunakan lift. Saat sampai di lantai utama, Amora langsung berlari mengambil sandwich dari piring yang dipegang Bi Daru. "Mora berangkat, Bi. Assalamua alaikum."
"Waalaikum salam. Hati-hati, Non."
Mora berlari menghampiri Pak Sam yang tengah siap dengan motor besarnya. Dengan helm hitam dan jas senada, Pak Sam terlihat sangat keren. Amora mengacungkan kedua jempolnya. "Beuh, cakep!"
"Siap, Non?" tanya Pak Sam saat Amora sudah duduk di belakang.
"Let's go, Pak!"
Amora dan Pak Sam melesat pergi menuju sekolah. Jika kesiangan begini, Pak Sam akan mengantar Amora dengan motor ketimbang mobil. Kata Pak Sam, kalo pakai motor bisa nyalip-nyalip macam valentino rossi. Dan benar saja. Hanya butuh sepuluh menit bagi Pak Sam untuk sampai ke sekolah. Lima menit sebelum gerbang ditutup. Setelah berpamitan dengan Pak Sam, Amora berlari masuk melewati Pak Indra yang tengah berdiri di depan gerbang. Amora tersenyum ramah lalu menyapa sang guru, "Pagi, Pak. Bapak ganteng hari ini. Tadi pagi sarapan nasi, kan, Pak?"
"Kenapa gitu?"
"Iya gapapa. Kalo sarapan rumput, mah, kambing namanya."
Baru saja Pak Indra akan protes, Amora sudah berlari ke dalam. Tak selang beberapa lama, Raga datang dengan motor merahnya melewati Pak Indra begitu saja tanpa menyapa. Pak Indra sampai terbatuk karena asap motor milik Raga. Cowok itu tidak peduli dan malah langsung masuk tanpa meminta maaf pada Pak Indra.
Amora berlari sambil mengunyah sandwichnya yang belum habis. Ia bersenandung sambil berjalan sedikit melompat. Saat itu, Raga datang dengan sengaja menyenggolnya, membuat sandwichnya terjatuh. Raga menoleh ke belakang. "Kalo punya makanan jangan dibuang-buang. Mubazir."
"Ngeselin banget, si, lo, anak koala!"
Raga tidak menggubris Amora yang marah-marah. Cowok itu melanjutkan langkahnya menuju kelas. Hal yang paling Amora syukuri di kehidupannya ini adalah tidak satu kelas dengan Raga.
Amora berjalan dengan wajah kusut. Ia membanting tasnya ke meja. Cewek itu menyilangkan kedua tangannya. "Kenapa, sih, cowok kaya dia harus ada di kehidupan gue? Kenapa dia harus muncul kayak kutukan nyai lampir?"
"Mak lampir," koreksi Gita.
"Sama aja!"
"Beda, Ra. Kalo Nyai itu udah tua, kalo Mak itu masih kenceng kulitnya."
Amora menatap temannya itu. "Peduli amat kalo kulitnya kenceng atau kendor. Pokonya Raga itu terkutuk."
"Hush, jangan ngatain gitu. Gak baik. Nanti orangnya denger, gimana?"
"Bagus. Sekalian gue penginnya face to face."
"Jangan, Ra. Lo mana tahan lihat gantengnya dia yang gak nyelow banget, sumpah. Ntar yang ada lo gak bakal bisa marah."
Amora mendengus, lalu menunjuk asal, seolah Raga memang ada di sana. "Yang bagus dari dia emang mukanya doang, selebihnya zonk. Lagian, dia ganteng karena blasteran, bukan produk asli Indonesia."
"Widih, kalo soal Raga, ngatainnya lancar banget ya, Ra?" kata Deri yang baru saja datang. Cowok bertubuh kurus dengan rambut agak keriting ini punya nama Deri Alfiansyah. Deri itu tipe cowok humoris yang malu-maluin. Dengan wajah nya yang lumayan tampan, Deri juga terkenal di kalangan cewek. Playboy mungkin terlalu agung untuk menjulukinya.
"Kenapa gitu sama Raga? Sini, cerita sama Abang Deri."
Deri duduk di kursi yang ada di depan meja Amora. "Biasa, lah. Raga cari masalah mulu sama Mora."
Deri menggaruk dagunya sambil mengangguk. "Ngapain lo ngangguk-ngangguk?" tanya Amora, sewot.
"Gue tahu, Ra. Dari penglihatan seorang Deri Alfiansyah, fix, kayaknya Raga suka sama lo."
"Ngaco!" ucap Amora dan Gita bersamaan.
"Lah, kalian gak percaya sama gue?"
"Kalo Raga suka sama Mora, gak mungkin dia jahatin Mora terus."
Deri berdeham pelan, lalu menyilangkan kedua tangannya. "Gini, Git. Ada banyak cara menyampaikan rasa suka. Kalo cowok modelan kaya gue, pasti pake cara sweet binti diabetes. Kalo cowok modelan Raga yang GGB, pasti pake cara sok-sok jahat, terus tiba-tiba mengklaim lo sebagai pacar, abis itu mulai sayang, deh."
"Itumah, mirip cerita di novel yang gue pinjemin ke lo, bodoh! Jangan samain dunia ini sama dunia novel yang isinya lebih banyak halu daripada realita." Gita memukul kepala Deri dengan buku paketnya. Cowok itu meringis sambil tertawa pelan. Ia memang baru saja selesai membaca novel yang dipinjamkan Gita, tentang badboy dan cewek lugu yang tiba-tiba jadian gara-gara si cowok yang dengan gak ngotaknya ngumumin bahwa cewek itu pacarnya. Dramatis sekali memang.
"Omong-omong, GGB apaan, dah?" tanya Amora setelah beberapa saat terdiam.
"Ganteng-ganteng bangs*t."
***
"Gue janji gak bakal ngulangin lagi, Ga," kata seorang cowok yang kini sedang berlutut di hadapan Raga. Cowok itu mengatupkan kedua tangannya memohon.
"Lo kira, semua cewek itu bisa lo ajak main-main kaya di timezone? Mereka manusia juga kaya lo, bodoh! Bahkan mereka lebih mulia dari lo. Jangan sebut diri lo cowok kalo kerja lo cuma bisa nyakitin yang lebih lemah!" omel Raga dengan suara lantang. Seorang cewek sedang bersembunyi di belakang Bayu dengan ketakutan.
"Lo juga sama, kan? Lo juga nyakitin Amora. Perlakuan lo ke dia sama aja kaya perlakuan gue ke cewek gue. Terus apa bedanya?" tanya cowok itu tidak terima.
"Gue sama lo beda! Gue ngelakuin ini supaya lo gak jadi kaya gue. Supaya cewek lo gak jadi kayak Amora!" Raga mengepalkan tangaannya menahan agar tidak memukul cowok itu lagi. "Pergi! Pergi sebelum gue matahin tulang-tulang lo itu!"
Cowok itu bangkit, lalu berlari pergi meninggalkan atap. Raga masih menahan emosinya. Bayu menatap cewek yang masih ketakutan itu. "Tenang aja. Dia gak akan ganggu lo lagi. Kalo dia masih ganggu lo juga, jangan ragu bilang gue sama Raga."
Cewek itu mengangguk, lalu melirik Raga sebentar. "Gue gak tahu, kalo ternyata Raga baik. Dia selalu kelihatan jahat, tapi setelah kejadian ini, gue tahu Raga gak benar-benar bersikap jahat," kata cewek itu.
"Raga gak jahat. Dia cuma bersikap tegas yang kadang kelihatan jahat di mata kalian. Yaudah sana balik. Bentar lagi bel masuk."
Cewek itu melangkah pergi. Bayu menghampiri Raga yang masih berdiri di tempatnya tadi. Bayu menepuk bahu Raga pelan. "Balik, yuk!"
"Emang gue sekejam itu sama Amora, ya?"
Bayu menggaruk alisnya, bingung mau menjawab apa. "Gimana, ya, Ga. Dibilang kejam, sih—" Bayu melirik Raga sebentar. Takut-takut jawabannya mengundang amarah cowok itu. Bayu menahan napas sebelum akhirnya melanjutkan perkataannya, "—iya."
Raga menghela napas pelan. Ia menatap Bayu dengan tatapan sayu. "Bagus kalo kejam. Lagian, bentar lagi gue pergi."
"Lo, kok, ngomongnya gitu, sih, Ga. Kan, gue jadi sedih. Gak ada yang tahu umur, Ga. Siapa tahu aja, Tuhan baik hati sama lo mau kasih lo umur panjang. Setidaknya, lo berhenti, lah, bersikap gitu ke Amora. Di antara semua cewek yang ada di sekolah, kenapa mesti Amora coba? Karena dia cantik, uh?"
Raga memejamkan matanya. Membiarkan angin siang menerpa wajah tampannya. Cowok itu membayangkan perlakuan jahatnya pada Amora, lalu Raga bergumam, "Karena dia adalah orang yang gak boleh nangis saat gue pergi."
"Lo suka Amora?"
Raga tersenyum simpul. "Menurut lo, gue punya alasan buat suka dia?"
Bayu menghela napas. Ia berdiri menatap langit. Hari ini cuaca sangat cerah, dan sejuk. Berada di atap sekolah pada saat seperti ini adalah hal terbaik. Bayu menyilangkan kedua tangannya. "Suka itu gak usah pake alasan. Kalo lo mau suka sama dia, silakan! Ini tentang hati, bukan pelajaran bahasa inggris yang kalo jawab soal harus ada reasonnya."
Raga tertawa pelan. Ia merangkul Bayu lalu ikut memandang langit biru dihadapan mereka. "Di antara semua anak Aeris, kenapa lo milih gue buat jadi temen lo?"
"Karena lo Saraga Imanuel." Bayu menatap Raga dengan wajah kagum.
***
Until here I still don't understand, the reason you act like you don't have a heart...Happy reading Hari-hari silih berganti. Bagi anak-anak SMA Aeris yang saat ini mereka utamakan adalah ujian kenaikan kelas. Sekolah lebih tenang seperti biasanya. Tidak ada keributan di kantin, di tempat eskul, atau di ruang osis. Begitu hening sampai suara penggaris kayu milik Pak Indra yang terjatuh saja terdengar jelas, membuat semua anak kelas B menoleh ke arah Pak Indra. "Maaf, maaf. Bapak gak sengaja.Sok,atuh, dilanjutkan," kata Pak Indra yang hari ini bertugas mengawas kelas Amora.Bunyi jarum jam menghiasi suasana kelas yang sepi. Sampai akhirnya bel tanda ujian telah selesai berbunyi. "Oke, anak-anak. Lembar jawaban sama soalnya ditinggal saja di meja. Kalian boleh pulang."Amora memasukkan pensil dan barang-bara
"Love is simple. The tricky thing is you."..\Happy Reading "Hai, Ra."
Then you must know what I mean...Happy ReadingRaga duduk di salah satu meja dekat lapan
You make me confused, scared, and sorry at the same time. You make this strange feeling develop without knowing the reason...Happy Reading Amora menghentakkan kakinya beberapa kali. Ia melirik jam dipergelangan tangannya yang menunjukka
Your attitude is strange. Making me confused should be happy or just ordinary...Happy ReadingAmora haus sekali setelah perdebatan panjang yang membuatnya harus menerima kenyataan bahwa ia sudah terikat oleh Baskara. Masa bodo. Amora tidak peduli dengan itu. Ia hendak ke dapur untuk mengambil air es. Ia melihat Raga yang tengah meminum sesuatu. Mata Amora melebar kala melihatnya. Tentu saja, Amora langsung menarik tangan Raga hingga beberapa butir obat terjatuh ke lantai. "Raga?! Lo narkoba?!"Raga terkejut bukan main. Keterkejutannya bukan karena Amora y
Your strength is defending, my strength is giving up...Happy Reading
Glad it doesn't need to be complicated. You're here, I'm happy. It's that simple my happiness...Happy ReadingAmora merapikan bukunya. Kepalanya sakit sekali. Pelajaran fisika memang luar biasa. Amora hampir mati ditempat jika saja Bu Ani tidak menyudahi lebih awal karena anaknya sakit. Amora merenggangkan tangannya. Ia memejamkan matanya sebentar. AC di kelasnya memang yang terbaik. Karena sejak kelas A dan B digabung, Pak Martin, kepala sekolah Aeris menambahkan satu AC lagi di kelasnya. Jadilah kelasnya memiliki tiga AC di setiap sudut. Sebuah getaran ponsel mengangetkannya. Amora meraih ponselnya di meja. Namun, tidak ada panggilan atau notifikasi apapun. Cewek itu menoleh ke kiri-kan
This world has many beautiful places. But to me, there is you in that place, just a pretty word is not enough...Happy Reading
Fabian tertawa keras. "Akhirnya lo datang juga ketua Baskara. Tapi kayaknya, hari ini ...." Fabian menatap Amora yang kini menangis ketakutan. "... Cewek lo yang bakal mati."Kini Raga lah yang tertawa. "Lo salah."Kini semua anak Oscar menatap Fabian dengan tatapan sinis. Yang ditatap kebingungan sekaligus kesal. "Kalian ngapain? Buruan serang mereka!"
All hearts will go home..Happy ReadingAmora dan Gita berjalan kaki menuju warung belakang sekolah. Akhir-akhir ini keduanya sering ke sana karena bakwan di sana sangat enak. Sejak kemarin, Amora sedikit berubah. Tidak terlalu pendiam seperti biasa. Cewek itu juga sudah mukai banyak bicara. Apa bertemu Jeha punya efek sebesar itu? Gita bahkan sempat terkejut dengan perubahan Amora. Tapi disis
You must believe that I was there, around you...Happy Reading Amora berjongkok dihadapan sebuah nisan. Ia mengusap nama dari seseorang yang sudah tidak lagi ada di dunia ini. Amora tersenyum simpul. Ia menaruh buket bunga d
He's not lose, you just can't see him...Happy Reading Amora mendatangi rumah Raga beberapa kali. Tapi sejujurnya ia agak ragu untuk sekadar mebekan bel. Bagaimana jika Raga tidak ada atau bagaimana orang tuanya Raga t
Yes, you really kept your promise. You like disappear from the earth...Happy Reading Raga menghidupkan motornya. Ia benar-benar dikendalikan oleh emosi. Bahkan panggilan Bayu saja seperti angin berlalu. Bayu berusaha
I'll do for you, because I care...Happy ReadingAmora duduk di sebelah Jeha sambil memakan es krimnya. Keduanya duduk di rerumputan yang ada di sebuah taman. "Gila. Emang kalo lagi panas-panas gini enaknya makan es krim. Gue heran sama yang pada makan cilok. Udah panas, pedes, apa enggak membahana itubody," celoteh Amora sambil menunjuk beberapa orang yang sedang mengantre untuk membeli cilok.Jeha yang mendengarnya hanya bisa tertawa. Cewek yang satu ini memang unik. Jeha tidak pernah bertemu dengan cewek yang omo
Worrying exists because of care...Happy ReadingRaga masih saja memikirkan perkataan Amora. "Emangnya gue mau bilang apa?" gumam Raga sambil menatap langit-langit kamarnya. Detik itu juga, rasa nyeri kembali menyerang dadanya. Tidak terlalu sakit, namun karena itulah Raga membenci dirinya."Kenapa akhir-akhir ini dada gue nyeri terus?" gumam Raga. Cowok itu langsung teringat bahwa ia ingin mengatakan apa yang ia sembunyikan pada Amora. Ah ... Apa itu yang Amora bahas tadi? Jadi ... Apa Amora tahu soal penyakit itu? Apa Amora sudah tahu soal Saga? Cowok itu langsu
Family is a real warmth...Happy Reading
I don't like you hurting yourself, just as much as you hurt me...Happy ReadingAmora dan Raga turun dari taksi. Keduanya mengucapkan terima kasih setelah