Beranda / Romansa / AKU SANG ISTRI BOSS / 76. Ceritakan Semuanya!

Share

76. Ceritakan Semuanya!

Penulis: Ara Hakim
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-25 22:51:27

MAS RAMA akhirnya menunjukkan sebuah kalung yang berisi bukti kecurangan banyak termasuk Pak De Andre. Tentu saja ekspresi wajah Pak De dapat ditebak: terbelalak. Namun hanya beberapa detik.

“Apa?” tanyanya dengan suara terkejut.

“Ini semua bukti pencucian uang dan proyek kotor, Pak De.”

“Memangnya siapa yang percaya? Hahaha.” Pak De Andre ternyata hanya berpura-pura terkejut. Beberapa detik kemudian espresinya berubah kembali meremahkan. “Coba saja laporkan semua itu ke polisi, Rama!” jeritnya memenuhi ruangan itu.

“Bukan hanya polisi, Pak De, tapi juga ke media.”

“Media?”

“Ya.”

“Rama, Rama. Semua media bisa dibungkam asal ada uang, Ram. Dengan besarnya Rama Corporation sekarang tentu saja mereka bisa diatur sekehendak hati. Paham, Ram? Hahaha.”

“Licik! Aku pasti akan memasukkanmu ke penjara, Andromeda!”

“Kita buktikan siapa yang paling kuat, Ram.” Pak De Andre beranjak meninggalkan ruangan itu, berjalan dengan meletakkan tangan di saku celana. Sementara kami hanya memandangi merek
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • AKU SANG ISTRI BOSS   77. Ada Apa dengan Ibu?

    “Saya memang suka menggoda mahasiswa, Pak. Itu bagian buruk dari sifat saya, namun khusus untuk Bu Lovarena Cinta, saya benar-benar diminta, eh, lebih tepatnya dipaksa oleh Pak Zapa. Ternyata memang ia dendam kepada anda, Pak Rama.” Solomon diam lagi, membiatkan Mas Rama memberikan tanggapannya.Mas Rama hanya mendesah panjang. “Baiklah, terima kasih atas penjelasannya. Namun kalau anda ingin dalam perlindungan saya, anda harus melakukan ini.”“Apa itu, Pak?”“Begini ….”***Hari berlalu begitu cepat hingga sudah tiga hari lamanya setelah kami memenangkan tender dari Langit Putra Inc. Aku harus menemani Mas Rama lembur beberapa hari terkahir sebab menyiapkan proyek besar dari perusahaan asal Malaysia itu. Tuan Abdul Razzak beberapa kali berkunjung ke kantor kami untuk memeriksa perjanjian kontrak yang baru ditandatangani hari ini. Tok tok. Aku mengetuk pintu sebelum masuk ke ruangan Mas Rama. Klek. Saat kubuka pintu itu Mas Rama masih sibuk dengan laptonya, bahkan tanpa menoleh keara

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-27
  • AKU SANG ISTRI BOSS   78. Bengis

    HIRUK-PIKUK Kota Jambi pagi itu tetap ramai seperti biasanya. Masih jam kerja, terdengar kabar ada demo besar di depan kantor Rama Corporation. Demo itu memicu ketidakstabilan, karena itu Mas Rama segera memanfaatkan momentum. Data kejahatan oknum di perusahaan Rama Corps itu dilaporkan ke pihak berwajib, dan disebarkan ke media.Demikian hal itu membuatku tegang setengah mati. Itu artinya kami harus berperang langsung kali ini. Perang dengan cerdas tentunya.Namun telepon dari Rindu tiba-tiba mengagetkan.“Ibu, Mbak, Ibu.” Suara Rindu menganduk rasa takut yang tak biasa. Sepertinya, telah terjadi sesuatu di rumah Ibu. Setelah Rindu berucap hal itu teleponnya lekas putus dan ketika kucoba menghubunginya lagi, ponselnya sudah mati.“Siapa yang nelpon, Lov?” tanya Mas Rama.“Rindu, Mas. Dari nada suaranya kayak ada sesuatu yang terjadi deh, Mas.”“Datangin aja gimana?”“Iya, Mas. Aku kok jadi cemas ya, dengar kata-kata Rindu tadi. Apa kita berangkat sekarang aja, Mas?”“Kamu diantar Den

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-28
  • AKU SANG ISTRI BOSS   79. Kritis

    “Rindu, kamu nggak papa, Dek?” Aku menggoyang-goyang tubuh Rindu. Namun tiada jawaban dari gadis tujuh belas tahun itu.Kutepuk-tepuk pipi Rindu, tetap tiada jawaban. Rindu pingsan.“Beraninya kamu Cinta!” Ibu mendorongku hingga aku terjatuh ke lantai. “Selama ini apa yang kamu lakukan? Bisanya cuma buat masalah aja. Kamu nggak pernah ngerti perasaan Ibu. Jahat, kalian semua jahaaat!”“Ibu, Cinta nggak pernah niat– “Ibu tak mengindahkan jawabanku lagi. Ia beranjak dengan bergegas keluar kamar. Klek. Suara pintu kamar tiba-tiba dikunci dari luar. Astaga. Ibu mengurung kami di dalam, sementara Rindu sedang pingsan karena kehabisan napas. Si*alnya, aku tak bisa melakukan napas buatan.“Ibuuu, bukaaa!” teriakku. Namun Ibu tak menjawab sama-sekali. Aku berlari ke arah pintu dan menggedor beberapa kali, tetap tiada jawaban. Sementara Rindu sudah semaput dan aku sangat khawatir.“Toloong!” Aku berteriak agar seseorang di luar mendengar. Tiada sesiapa pun menjawab. Kemana Fresha dan Dennis?

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-30
  • AKU SANG ISTRI BOSS   80. Keadaan Rama

    SREK! BARU saja mau kubuka tirai itu, Fresha langsung memanggil.“Bu Cinta, maaf saya harus kembali ke kantor. Ada dokumen yang harus segera saya selesaikan. Saya naik taksi online saja, nggak apa-apa.”Seketika aku urung membuka tirai itu dan menoleh pada Fresha. “Oh, baik, Fresh.”“Maaf, Ibu, mohon jangan mengganggu, karena dokter sedang menangani pasien. Silakan menjauh, Ibu,” tegur seorang perawat yang mengenakan masker medis di dalam tirai itu.Srek! Kututup lagi tirai itu dan beranjak ke ranjang Rindu.“Sudah enakan, Dek?” tanyaku pada adik bungsuku itu.“Lumayan, Mbak.” Rindu memegangi lehernya yang merah.“Sakit?”Rindu mengangguk. “Ibu mana, Mbak?”“Pergi, belum tahu kemana.”“Cari, Mbak.”“Yang penting kamu sehat dulu. Mbak Kasih sama Mas Bagus udah dihubungi, semoga cepat sampai sini.”Di sebelah sana, beberapa perawat sibuk mondar-mandir dari meja di ruang IGD menuju tirai sebelah yang tertutup. Barangkali paramedis masih berjibaku menyelamatkan pasien yang baru masuk itu.

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-30
  • AKU SANG ISTRI BOSS   81. Jaga Omonganmu

    Deg. Ingatan? “Ya Allah.” Aku limbung dan hampir pingsan. Mas Bagus langsung menangkap tubuhku, lalu memapahku duduk kembali.Tak lama berselang, Mas Rama dibawa dengan ranjang roda lagi menuju ruang perawatan. Aku hanya bisa menatap Mas Rama yang tampak sudah dibalut perban di bagian kepalanya itu. Tak sanggup rasanya menatap lama, kutundukkan wajahku dan tumpah lagi air mataku. Nyeri semakin menggila menyusup ke dalam tulang.Blur. Pandanganku kabur. Gelap.***“Cinta?” Suara Bunda Syandi terdengar pelan, membangunkanku. Bau aromaterapi menyengat hidung.“Bunda?” mataku perlahan dapat melihat sosok berjilab panjang itu. “Mas Rama mana?”“Rama ada, masih belum siuman.”“Mas Rama,” panggilku seraya mencoba bangun dari sofa ruang rawat VVIP itu. “Sshhh. Jangan bangun dulu. Tetap istirahat. Rama juga belum bangun. Dia baik-baik aja.”“Tapi kata Suster tadi–““Dokter sudah menjelaskan hasil rontgen-nya.”“Terus, Bun?”“Mbak Cinta, Mbak tenang dulu ya?” Tara yang duduk di samping ranjan

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-01
  • AKU SANG ISTRI BOSS   82. Hilang Ingatan

    “ULYA, jaga mulut kamu!” ucapku dengan tegas pada dokter muda nan cantik itu. Apa, cantik? Hilang semua kecantikannya, terbatalkan oleh akhlak kasarnya. Kalimatnya barusan meruntuhkan semua image-nya.“Auu.” Ulya memegangi pipinya. “Kurang ajar kamu, Cinta.”Tamparanku memang tak seberapa kerasnya. Mungkin ia tak merasa sakit sama sekali, tapi aku hanya ingin menunjukkan kalau aku tak mau kalah dengan serangan mentalnya itu. Aku paham ia hanya menjatuhkan keyakinanku pada diriku sendiri, agar perlahan mundur dari Mas Rama. Tentu saja tidak semudah itu.“Mulutmu yang harus disekolahkan. Bisa bicara yang menenangkan aja saat seperti ini? Pahami kondisi. Jangan asal ceplos, di saat yang salah dan pada orang yang salah.”Tap tap. Suara langkah Dennis mendekat. Dengan segera ia memasangkan badan di depan diriku, menjadi tameng.“Maaf, saya tidak akan membiarkan Bu Cinta lebih jauh lagi berbicara dengan anda,” ucap Dennis.Ulya tersenyum sebelah bibir. “I don’t care.”Ulya melangkahkan kaki

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-01
  • AKU SANG ISTRI BOSS   83. Terbakar

    Mungkin kenangan dalam kepala Mas Rama telah disita angin selatan. Dan angin selatan telah berlalu bersama bulan April, tak tahu kapan akan kembali. Nun di langit timur, bulan Juni segera datang, berpeluk pundak dengan kemarau.***Sedikit tentang Rama Corporation yang dinyatakan failed karena pekerjanya mogok kerja selama seminggu. Rusuh membesar beberapa waktu lalu. Pak De Andre ditangkap polisi dan divonis tujuh tahun penjara atas tuduhan pencucian uang dan gratifikasi. Robert kabur entah kemana, Dennis bilang berdua bersama Ibu, yang juga tak kembali ke rumah sejak saat itu.Zapa dan Brian pun tak ditemukan. Beberapa kali bodyguard melihat ia masih mengincar dan mengganggu Tara, namun Rendra beberapa kali pula berhasil menyelamatkan.Sementara proyek dari Langit Putra Inc. masih berjalan sebisa mungkin. Tuan Abdul Razzak bisa memaklumi keadaan, namun tetap menuntut yang terbaik meski tanpa Mas Rama. Aku lah yang ikut sibuk karena memang gagasanku yang paling banyak diterapkan, mak

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-02
  • AKU SANG ISTRI BOSS   84. Selamat dari Maut

    KUTUTUP PINTU ruangan direktur. Kami beranjak menuju lift. Namun, betapa terkejut di dekat lift api sudah membakar besar sekali.“Astaghfirullah, Allahuakbar,” pekikku. Aku menarik Mas Rama menuju jalan darurat di tangga belakang. Namun kudapati di sana api pun sudah membesar. Kami terjebak. Kalau aku nekad melewati api itu, bisa-bisa sebagian besar tubuhku ikut tebakar pula. Belum lagi Mas Rama yang masih lambat, ia tak bisa berlari melewati api.Bagaimana ini? Aku berpikir. Namun detak jantung kecemasan terlanjur menguasai kalbu hingga ketakutan yang ada.“Bu Cinta, Pak Rama, anda di dalam sana?” suara Dennis terdengar memekik dari lantai bawah. “Iya, Den. Kami di sini. Apinya besar, Den.”“Mumpung apinya masih kecil, terobos, Pak, Bu!”“Mas, ayo kita terobos apinya.” Aku menarik tangan Mas Rama. Namun suamiku itu malah terbengong. Ya Allah, di saat seperti ini biasanya Mas Rama orang yang menengkanku. Dia orang pertama yang membuatku merasa sejuk dalam hati, ringan dalam napas. Na

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-03

Bab terbaru

  • AKU SANG ISTRI BOSS   108. Mencari Reno

    PEMUKIMAN itu rata dengan tanah. Yang tersisa hanya puing-puing yang terlanjur menjadi arang dan abu. Asap masih mengepul di beberapa bagian pagi itu. Katanya, kebakaran dimulai sejak semalam hingga pagi ini baru bisa dipadamkan.Lima belas unit mobil pemadam kebakaran tak cukup, dikerahkan lagi tujuh bantuan pemadam. Itu pun petugas dibantu warga masih kewalahan dalam bertarung dengan si jago merah. Susahnya akses masuk mobil jadi sebab utama. Pun rumah yang berdempetan membuat api tertawa ria mengejek dari jauh, membesar sesuka hati.Aku terpaku saat turun dari mobil.“Rumahnya, ludes.” Ruki bergumam.Aku hanya menggeleng pelan, tak dapat mengucap sepatah kata pun. Mas Rama pun hanya terdiam, menatap sendu.Nun di sebelah sana, ratusan pasang mata hanya dapat menyaksikan rumah mereka dilalap api. Pasrah tak dapat menyelamatkannya. Barangkali hanya satu-dua barang yang bisa diamankan, termasuk baju yang terpakai di badan.Tak banyak yang dapat disaksikan selain isak tangis dari ibu-

  • AKU SANG ISTRI BOSS   107. Kebakaran

    “TOTAL biaya tanggungan utang warga kampung Tanjung Kawan sebesar 1,7 milyar, Pak. Terlalu besar untuk dana CSR, atau mungkin kalau Bapak sendiri yang ingin membiayai dulu.” Rendra menyerahkan hitungan utang pemukiman yang berbentuk sebundel laporan itu.“Terlalu besar, Mas.” Tara menimpali.“Tapi gimana, Ra? Kasihan mereka.”“Yah, memang sebenarnya bukan tanggung jawab kita. Itu murni kesalahan mereka sendiri yang sudah berani berutang. Tapi, aku tahu kalau Mbak Cinta sudah niat bergerak ya mau gimana lagi. Aku siap support aja.”Siang itu kami kaman bersama di sebuah café tak jauh dari Aurora Corporation. Bosan makan di dapur umum kantor, kami ingin mencari suasana baru. Café bernuansa alam di jalan Ahmad Yani itu tak terlalu ramai, masih nyaman untuk dikunjungi.Mas Rama masih berpikir. “Mungkin kalau semua CSR dari perusahaan client dikumpulkan, bisa membantu setidaknya.”“CSR perusahan client?” tanyaku tertarik.“Eh, Sayang, makan dulu pastanya. Kamu lagi hamil nanti calon bayiny

  • AKU SANG ISTRI BOSS   106. Ancaman Para Debt Collector

    “PAK Rama jemput?” tanya Fresha di dalam mobil. Hari sudah mulai sore. Aku dan Mas Rama berjanji untuk bertemu di suatu tempat dan kami akan menuju dokter kandungan. Dokter Meity.“Iya. Sebentar lagi sampai.” Aku sibuk memainkan ponsel, tak menatap pada Fresha.Sudah lima menit aku menuggu Mas Rama di tempat yang disepakati. Pukul 16.05 di arlojiku.Lima menit kemudian, sebuah mobil Mercedes hitam sampai di tempat itu. Melihat mobil Mas Rama itu aku berpamitan pada Fresha dan Dennis. Mas Rama membukakan pintu mobil seperti biasa.“Telat sepuluh menit. Eh, sebelas.” Aku menatap arloji.Mas Rama malah mencubit pipiku dan menariknya.“Auu.”“Shalat ashar dulu, Sayang.”“Iya. Cepetan ke praktek Bunda Meity.”Mas Rama tancap gas. Di perjalanan ia memandangiku dengan tatapan aneh. Alisnya sering terangkat dua kali seperti menggoda. Tapi aku tak tahu maksudnya apa. Entahlah, lelaki kadang memang tak dapat dimengerti. Makhluk aneh.“Jadi mual dan muntah tadi?”“Hmm.”“Kenapa?” Mas Rama malah

  • AKU SANG ISTRI BOSS   105. Mendadak Tegang

    SUASANA rumah Bejo mendadak tegang ketika aku mulai tak senang dengan aturan yang ia terapkan semena-mena. Betapa tidak, utang yang awalnya hanya lima juta meranak-pinak jadi 10 juta dalam tiga bulan.Bukan hanya itu, utang itu pun mengganda ketika yang membayar bukan orang yang bersangkutan.“Ini buktinya. Silakan periksa saja. Semua jelas tertulis di perjanjian utang-piutang itu.” Bejo tersenyum mnyeringai. Bibirnya terangkat sebelah tanda ia merasa menang telak.Kuraih kertas yang Bejo letakkan di atas meja. Nama Marsudi tertera sebagai salah satu pihak penanda tangan kontrak. Kubaca lekat-lekat agar tiada satu kata pun terlewat. Sampai ujung tanda-tangannya kubaca, perkataan Bejo ternyata memang benar adanya. Perjanjian itu ditandatangani di atas materai. Kubaca dengan seksama tiap kata dan kupahami maksudnya betul-betul. Tapi mungkin Fresha sebagai sekretaris lebih paham apa isinya. Maka kusodorkan padanya.Fresha meneliti surat perjanjian itu beberapa detik.“Benar, Bu Cinta. Di

  • AKU SANG ISTRI BOSS   104. Aku Mau Mandiri

    “Kali ini biarkan aku mengurus ini, Mas. Aku nggak mau terus-terusan bergantung sama kamu. Aku mau mandiri.”Mas Rama malah berdecak kesal. “Kamu mau hadapin si Joko itu sendiri?”“Kana da Dennis, Setya, Anzu sama Rizal yang aku bawa. Kalau keamanan kamu gak usah khawatir. Kamu fokus aja sama kerjaan. Lagian perusahaan ‘kan lagi berkembang sekarang. Kasihan kamunya kalau pecah fokus.”“Yah mau gimana lagi.”“Boleh Mas ya?”“Boleh,” jawab Mas Rama pelan. “Proposal untuk CSR renovasi rumahnya udah selesai?”“Udah.” Aku mengeluarkan sebundel kertas dan menyodorkan di atas meja kerja Mas Rama. Ia kemudian membuka proposal itu dan membacanya sekilas tiap lampirannya. Suara pintu diketuk. Mas Rama mempersilakan seseorang yang mengetuk pintu itu untuk masuk. Dennis dengan jas abu-abu dan tampilan yang klimis pun beranjak ke ruangan itu.“Saya hari ini menemani Bu Cinta untuk menyelesaikan masalah kemarin, Pak.” Dennis melapor di depan Mas Rama. Mas Rama meletakkan proposal yang dibacanya di

  • AKU SANG ISTRI BOSS   103. Para Penagih Utang

    BRAK! Suara sesuatu ditendang keras. Aku dan Sonar yang terkejut serentak menoleh ke luar pintu. Seorang lelaki bertubuh besar tinggi, dengant tato di lengan atas, berbaju tanpa lengan, bercelana jeans, datang dengan wajah bengis.“Pak Tua! Sampai kapan mau nunggak utang!” lanjutnya.Kakek yang sibuk membantu istrinya duduk pun terkesiap. Ia berjalan mendekati pintu dimana lelaki itu berada.“Maaf, Mas Joko, saya belum punya uang.” Suara rintih itu terdengar sangat memelas.“Halah, aku gak peduli ya!” bentak lelaki bernama Joko itu.“Tapi saya harus bayar pakai apa?” Kakek memohon.“Apa aja. Mana sertifikat tanah ini?”“Jangan, Mas Joko. Kami tidak punya apa-apa lagi.”“Aku gak peduli. Utangmu udah sepuluh juta!”Joko mendorong tubuh Kakek hingga ia termundur beberapa langkah. Kakek yang tubuhnya masih terluka itu memegangi perut karena merasa sakit. Ia tersentak kaget.“Ini siapa?” tanya Joko menunjuk ke arah kami. “Wanita cantik ini anakmu?” lanjutnya.“Bu-bukan. Mereka cuma tamu.”

  • AKU SANG ISTRI BOSS   Kakek Yang Dibela

    RUKI ternganga melihat aku membawa setumpuk sisa penjualan korannya tadi pagi. Apa lagi kuletakkan selembar uang seratus ribu, barangkali ia tak menyangka. Orang yang ia sakiti membalasnya dengan kebaikan.“Cinta!” panggilnya sambil berdiri dari kursi pajang pinggir jalan itu.“Iya?” Aku berhenti. Tanpa balik kanan menoleh padanya.“Terima kasih.” Matanya berkaca-kaca.“Aku tunggu di Lovamedia.” Kujawab sambil tersenyum, membuat matanya yang kian basah tak mampu membendung air mata yang titik setetes. Senyumnya terkembang di ujung bibir.Aku pun beranjak melewati trotoar hingga sampai di seberang minimarket. Setelah menyeberang dengan hati-hati aku masuk ke mobil dan Setya menjalankan mobil kembali.“Untuk apa bawa setumpuk koran?” tanya Mas Rama yang heran ketika kubawa tumpukan koran itu masuk ke mobil.“Nanti pasti ada gunanya. Mungkin bagi kita sampah, tapi bagi orang lain bisa jadi berkah.”Mas Rama menggeleng sambil tersenyum tipis.Mungkin sekitar lima belas menit kemudian kami

  • AKU SANG ISTRI BOSS   101. Tanpa Dendam

    KETIKA sedang menghirup udara segar pagi itu di jalanan kota Lombok, perkataan Mas Rama mengingatkanku pada sesuatu. Barangkali wanita yang hilang itu berada di dalam kasur!Mengapa kupikir demikian?Pertama, saat aku berbaring di atas kasur di kamar itu rasanya keras dan tak nyaman sama sekali. Kedua, barang-barang yang kutemukan di sudut ruangan yang merupakan segulung tali seperti benang dan jarum yang tertancap di tanaman hias. Alat untuk menjahit.Sementara potongan kain yang kudapatkan di dalam tong sampah tak lain adalah isi dari kasur yang dikeluarkan. Yang berkemungkinan pula sebagian besar isinya itu telah dimasukkan ke koper bersama pakaian kotor.“Mungkin aja sih, Lov. Boleh juga insting detektif kamu.” Jawaban Mas Rama saat kuberi tahu pendapatku tentang hilangnya wanita itu. “Kasih tahu polisi yang jaga.”“Kembali lagi ke hotel?”“Iya.”“Ya udah, ayo.”Kami yang kembali lagi ke hotel. Mas Rama menunggu di depan pintu masuk hotel sementara aku menuju lobi dimana dua orang

  • AKU SANG ISTRI BOSS   100. Misteri Koper

    RUANGAN lobi jadi tempat berkumpul semua penghuni hotel. Sementara meja salah satu ruang di lantai bawah dijadikan ruang interogasi oleh para polisi. Pertama, lelaki yang berhubungan dengan si wanita yang hilang itu diberondong pertanyaan.“Maaf, saya dengar Ibu langsung berkontak dengan lelaki itu.” Seorang lelaki berpakain polisi menegurku ramah. “Bolehkah kami mewawancarai di ruangan sana?”Aku yang berdiri sambil menyilangkan tangan menjawab, “Ya.”Kemudian aku mengekor di belakang lelaki itu dan ikut masuk ke dalam ruang interogasi.“Sejak jam berapa anda di hotel ini?” pertanyaan pertama setelah nama da nasal.“Sejak pukul lima kira-kira.”Mungkin yang bertanya itu adalah seorang detektif. Cepat ia mencatat jawabanku sambil mengangguk pelan.“Bersama siapa?”“Suami.”“Jadi anda berada di kamar 304?”“Ya.”“Malamnya anda sempat pergi keluar, lalu saat kembali anda sempat berkomunikasi dengan pria ini?” Detektif itu menunjukkan sebuah foto yang tak lain dan tak bukan adalah pria y

DMCA.com Protection Status