"Heh, ada apa ini ribut -ribut? Apa nggak malu sama tetangga, pengantin baru kok belum apa apa udah pada ribut?" tanya Bu Siti yang tiba-tiba saja muncul dan masuk ke dalam rumah anak dan menantunya itu.Arya menoleh mendengar perkataan ibunya lalu membuka mulutnya."Ini, Bu. Sri. Minta uang belanja banyak-banyak. Aku kan pingin nabung juga untuk bikin rumah. Tapi dia malah minta belanja banyak banget. Siapa yang nggak marah coba, Bu?" ujarnya menanggapi pertanyaan ibunya sekaligus minta pembelaan.Mendengar jawabannya, Bu Siti menoleh ke arah Sri."Benar itu, Sri? Memangnya kamu mau belanja apa sih? Arya ini sekarang kan baru mau mulai bangkit lagi setelah kemarin habis bercerai dari istrinya.""Sekarang juga sedang bikin usaha baru. Walau pun join, tapi kan nggak mungkin Arya nggak keluar uang sedikit pun.""Harusnya kamu support dong. Jangan merecoki dia terus. Sekarang ini Arya sendiri juga butuh banyak uang. Kamu nggak bisa minjamin modal, setidaknya jangan ganggu dong, Sri!""Ka
"Sri? A-ada, Pak. Sebentar saya panggilkan ya, Pak," jawab Arya terbata-bata. Ia merasa kaget tak kepalang mendengar Pak Baskoro hendak memberikan uang sebesar dua puluh juta rupiah pada Sri untuk ongkos bulan madu mereka ke tempat tujuan. Itu pun kalau masih kurang, laki-laki paruh baya itu bersedia mentransfer berapa pun biaya kekurangannya lewat rekening istrinya itu.Ya, Tuhan. Kalau saja dia tahu, Sri bakalan dapat rejeki nomplok dari majikannya begini, tentu saja dia akan berbuat sebaik-baiknya pada istrinya itu supaya dia juga bisa ikut kecipratan rejeki dari istrinya itu.Tapi gara gara hawa nafsu ingin sukses dengan cara apapun ditambah lagi pengaruh dari ibunya yang selalu membujuknya untuk bersikap hati-hati dan jangan gampang gampang saja pada Sri, jadilah akhirnya dia memperlakukan istrinya itu dengan tak cukup baik seperti tadi. Hal yang sekarang ini disesalinya."Iya, Ya. Mana Sri? Bapak ingin menyerahkan uang ini langsung ke tangan dia," jawab Pak Baskoro lagi dengan
Bu Hasnah menatap kesal pada Sri yang mengeloyor masuk ke dalam kamar. Mendengar ucapan menantunya itu, dada perempuan itu terasa panas oleh amarah. Dia tak mengira menantunya itu sanggup berkata seperti itu dan melakukan perlawanan padanya."Apa katamu, Sri? Kamu mau pergunakan uang itu untuk bikin usaha sendiri? Enak aja kamu! Nggak bisa! Uang itu kan uang pemberian Pak Baskoro untuk kalian berdua! Bukan hanya untuk kamu saja!""Jadi ... kalau pun kamu nggak mau bulan madu, uang itu tetap harus dibagi dua sama rata dan sama adilnya dong sama Arya! Mana bisa kamu ambil sendirian!""Ya, ambil separuh dari uang itu sana! Kamu jangan diam aja dong! Sama perempuan kok ngalah terus!" ujar Bu Hasnah sambil menoleh ke arah Arya.Arya terlihat ragu. Namun, setelah melihat ibunya mendelik kan mata ke arahnya saat dia diam saja, laki laki itu pun akhirnya meneruskan langkahnya, hendak merebut amplop coklat itu dari genggaman tangan Sri.Tapi baru saja melangkahkan kaki, dia mendadak teringat s
"Sri, siapa mereka?" tanya Bu Hasnah pada menantunya yang barusan ke luar dari kamar dengan wajah terlihat gembira.Sri tersenyum tipis lalu menyahut."Tukang angkut barang yang saya panggil, Bu. Kulkas dan tempat tidur rencana mau saya pindahkan ke kontrakan adik saya, Denny yang besok pagi rencananya mau datang ke kota ini. Jadi, Sri nggak perlu belikan dia barang barang itu lagi untuk keperluan dia di sini," jawab Sri dengan nada suara tenang.Mendengar jawaban menantunya, pelipis Bu Hasnah tampak bergerak gerak menahan amarah yang terasa menggelegak di dalam dadanya.Baru saja dia dan Arya berniat menjual barang barang itu di market place, demi bisa menjadikan barang barang itu menjadi uang setelah menantunya itu menolak berbagi kado pernikahan dari Pak Baskoro tadi, tapi sekarang barang barang tersebut malah hendak dibawa Sri ke kontrakan adiknya. Sial sekali nasib mereka, gerutunya."Nggak! Nggak bisa, Sri! Enak aja kamu mau bawa barang barang ini ke kontrakan adik kamu! Barang
"Gimana ini, Ya? Kok malah jadi begini istri kamu itu?" ujar Bu Hasnah dengan nada kecewa saat Sri telah pergi dengan roda duanya mengiringi kepergian mobil pick up yang membawa barang barang pemberian Pak Baskoro tadi."Entahlah, Bu. Aku juga bingung gimana caranya ngadepin si Sri. Dia memang orangnya keras dan sulit diatur, Bu," jawab Arya setengah mengeluh dan putus asa.Bu Hasnah menghembuskan nafasnya tak suka."Apa juga Ibu bilang! Pilih istri itu harus hati hati, Ya! Jangan main tabrak gitu aja! Mentang mentang dia mau dinikahin, kamu main lamar gitu aja!" gerutu wanita itu lagi.Arya mendengkus lirih."Ya, habis gimana lagi dong, Bu. Masa harus Arya bilang ratusan kali kalau cuma Sri yang bersedia menerima Arya kemarin. Nggak kan?""Arya ini laki laki cacat, Bu. Nggak banyak perempuan yang mau jadi istri selain cuma Sri aja!" sahut laki laki itu membela diri."Ah, itu kan perasaan kamu aja, Ya! Ibu lihat si Nining kemarin mandangin kamu terus kok. Ibu rasa dia suka sama kamu k
"Gimana, Mbak Nining? Cocok nggak lokasi ini untuk usaha ayam penyet dan ayam geprek kita nanti?" tanya Arya pada Nining yang berdiri di sebelahnya.Pagi ini mereka berdua tengah meninjau ruko yang sedianya akan mereka sewa untuk buka usaha ayam penyet itu. Di sana nanti, Arya rencananya juga akan membuka usaha gorengan. Jadi klop. Makin banyak jenis usaha kuliner yang ia miliki sehingga makin cepat pula ia sukses dan kaya, tekadnya.Nining mengangguk -anggukkan kepalanya mendengar perkataan Arya tersebut."Bagus, Mas Arya. Saya setuju. Lokasi ini bagus banget untuk usaha itu kayaknya.""Ya udah. Kita sewa aja Mas yang ini. Dan secepatnya juga kita bayar supaya bisa segera kita buka usaha kita itu ya, Mas," sambung Nining lagi.Arya tersenyum gembira mendengarnya. Akhirnya, keberhasilan itu sudah ada di depan matanya juga. Ia pun buru buru menganggukkan kepalanya."Baik Mbak Nining, nanti kita sama sama ke sana ya. Biar Mbak bisa bayar langsung uang sewanya ke pemilik ruko ini," ujar
"Jadi Bapak cuma bisa bayar sewa separuhnya? Wah, bagaimana ini ya? Barusan kata Bu Nining, beliau mau bayar sepenuhnya. Tapi ini kok cuma separuh? Mana bisa, Pak!" kata pemilik ruko saat Arya mengantarkan uang sewa yang tinggal separuh.Arya menelan ludah, tapi mencoba untuk tetap bersikap tenang."Iya ... begini, Pak. Maksud saya, saya bayarkan dulu separuh dari uang sewa karena untuk buka usaha, kami kan perlu banyak dana. Jadi ... kami sewa setengah tahun dulu. Nanti kalau progres nya oke, yang setengahnya lagi pasti saya bayarkan. Gitu maksudnya, Pak," jawab Arya mencoba tetap tenang walau pun dalam hatinya merasa cemas, takut kalau kalau pemilik ruko tak setuju dan enggan menerima penawaran darinya yang mengakibatkan niat mereka hendak menyewa ruko dan buka usaha menjadi gagal.Pemilik ruko diam mendengar perkataan Arya. Tapi kemudian membuka mulutnya."Begini, Pak. Bukan saya tak mau diajak negosiasi. Tapi ini benar benar di luar kesepakatan kita semula karena kesepakatan kita
Mendengar perkataan Nining tersebut, Arya menelan ludah dengan perasaan kelu. Tangannya bergetar saat menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku celananya.Apa kata Nining tadi? Perempuan itu hendak mengambil kembali uang yang telah diberikan padanya untuk membayar ruko kemarin?Duh! Gawat kalau sampai begitu! Nining bakalan tahu kalau uang itu sebagian sudah diberikan pada ibunya untuk membeli perhiasan.Gimana ini? Bagaimana caranya supaya Nining tak jadi mengambil kembali uang itu? Batin Arya bertanya tanya dan benaknya berputar mencari jalan keluar.Namun, meski sudah memeras otak, tetap saja dia tak mampu menemukan jalan keluarnya sehingga akhirnya dia pun memutuskan untuk menghubungi Bu Hasnah.Tapi meski sudah berkali kali menelpon, ibunya tak juga mengangkat telepon darinya.Itu membuat Arya akhirnya memutuskan untuk mendatangi rumah ibunya itu untuk jujur dan terus terang serta mencari jalan keluar dari kondisi tidak terduga yang harus dia hadapi sekarang ini ; Nining hendak m