“Selamat malam hadirin semuanya!” sapa seorang master of ceremony yang sedang berdiri di tengah panggung.
“Malam!” balas para tamu undangan. Kini mereka mengalihkan pandangan pada sang MC yang mengenakan gaun berwarna hitam.
“Perkenalkan aku Monica. Malam ini aku akan menemani kalian di acara Sweet Seventeen dari ratu kita malam ini, Zora Annastasya!” seru sang MC dengan bersemangat.
Kemudian para tamu undangan mebalasnya dengan tepuk tangan yang meriah. Begitupun dengan Elaine dan Darell yang sedang berdiri bersebelahan. Mereka berdua bertepuk tangan sambil tersenyum, menikmati acara malam ini.
Monica memandu acara dengan sangat santai namun tetap serius. Setelah melalui serangkaian acara pembuka. Kini masuk lah ke acara inti, dimana sang ratu naik ke atas panggung dan merayakan hari spesialnya. Memanjatkan doa dan meniup lilin ulang tahun, yang disaksikan oleh tamu undangan yang hadir.
“Ayok teman-teman k
‘Mampus lo, Elaine!’ batin Elsa.Saat Elsa hampir berpapasan dengan Elaine, gadis itu pura-pura tersandung. Sehingga gelas yang berisi soda berwarna merah tumpah dan membasahi seseorang yang berdiri di depan Elsa.“AHH!” pekik gadis di depan Elsa.Elsa membungkuk, lalu dia mengambil gelas yang terjatuh ke atas rumput. Gadis itu menyeringai senang, ketika mendengar seseorang memekik.“Woy! Bisa gak sih hati-hati?” hardik gadis yang menjadi korban aksi Elsa.Elsa menegakkan badan dan mengangkat kepalanya. Siap untuk melihat penampilan Elaine yang mengenaskan, karena gaun putihnya itu harus tersiram air soda berwarna merah.“So…” Mata Elsa membelalak ketika mendapati gadis yang berdiri di depannya. Sampai-sampai dia tak bisa meneruskan kalimatnya.“Wah! Ternyata elo, Elsa!” seru gadis yang kini berhadapan dengan Elsa.Bukan Elaine! Ternyata gadis yang menjadi korba
“Gue minjem barang lo. Gue gak tahu lagi harus nyari kemana. Barang lo kan warna biru semua,” kata laki-laki itu dengan wajah tanpa dosa. Laki-laki itu adalah Tirta.Elaine hanya mengerutkan keningnya. Merasa aneh dengan Tirta yang tanpa rasa malu menghampiri dirinya.“Cepet!” Tirta memaksa ketika Elaine diam saja.“Wo—”“Nih!” Elaine memberikan sisir kecil berwarna biru muda. Lalu Tirta sgera berlari menghampiri Zora, tanpa mengucapkan kata terima kasih.“Kenapa di kasih, Len? Mana nggak ada sopan santunnya juga,” tanya Grace kesal.“Biar diem, nanti dia maksa-maksa. Sekarang kerjaannya maksa mulu sama gue, males,” jawab Elaine. Lalu dia menyilangkan tangannya di depan dada.“Maksa mulu? Emang kalian suka ketemu?” tanya Shani penasaran.Elaine menggeleng. “Nggak sering sih, beberapa kali ketemu dan maksa terus,” jawab Elaine.
“Itu serius Elaine?” bisik seorang perempuan bernama Ika.“Gue juga nggak nyangka, Ik,” timpan Intan.Selama SMA Elaine terkenal dengan gadis yang cuek. Dia tak pernah berpacaran sebelum nantinya berpacaran dengan Tirta di kelas dua belas. Pasalnya setiap ada murid laki-laki yang mendekati Elaine, mereka akan berurusan dengan Tirta.Namun saat kelulusan gosip putusnya Elaine dan Tirta menyebar. Begitu pun dengan alasan mereka putus. Terbukti hari ini laki-laki itu membawa kakak Elaine ke pesta Zora. Mereka semakin bersimpati pada Elaine.“Kayaknya setelah putus dari Tirta dia jadi berubah drastis. Lihat saja penampilannya berbeda seratus persen. Sekarang dia bisa gandeng cowok ganteng lagi,” kata Ika.“Iya. Elaine yang tak pernah tersentuh laki-laki selain Tirta. Sekarang malah jadi kayak gini. Di satu sisi gue salut sih, dia bisa survive,” sahut Intan.“Yep, bener banget. Kalau gue jadi
“Udah? Kok lama?” tanya Elaine ketika Darell baru saja kembali dari toilet.“Biasalah,” jawab Darell tak pasti.Elaine mengerutkan keningnya. “Biasalah apa, sih? Yang jelas kalau ngomong,” protes Elaine.Darell tiba-tiba menggenggam tangan Elaine, menyelipkan jarinya pada sela-sela jari Elaine. “Ke mobil dulu, yuk. Kamu nggak dingin apa? Nanti kita ngobrolnya di sana,” timpal Darell.Elaine mengagguk setuju. Siapa juga yang tidak merasa dingin, jika mengenakan pakaian lumayan terbuka seperti Elaine? Terlebih jam juga sudah menunjukkan tengah malam. Darell dan Elaine langsung berjalan menuju mobil yang berada di parkiran depan restaurant.Saat Elaine dan Darell berjalan melewati mobil jazz berwarna merah. Terdapat sepasang mata yang memantau mereka berdua dari dalam mobil. Sorot matanya mengisyaratkan bahwa dia tidak menyukai dengan pemandangan yang baru saja dilihatnya.“Ish! Kenapa sih,
Jam sudah menunjukkan pukul 00.30 dini hari. Kini Darell dan Elaine sedang dalam perjalanan pulang. Darell sedang mengemudi dengan kecepatan 60 – 80 kilometer per jam, kebetulan sekali jalan tol sudah sepi. Hanya ada beberapa kendaraan berat yang melintasi jalan tol tersebut.“Serius lo bilang gitu sama Tirta?” pekik Elaine. Gadis itu sampai terlonjak dari jok mobil yang sedang dia duduki.Darell hanya menganggukkan kepalanya. Tadi dia menceritakan pertemuannya dengan Tirta di toilet. Darell juga menceritakan percakapan yang terjadi diantara mereka.Elaine berdecak, kini dia merasa kesal pada laki-laki yang sedang bersamaya. “Ih! Kenapa bilang gitu, sih?” gerutu Elaine. Dia tak menyangka Darell akan membuka aibnya pada Tirta. Sungguh itu hal yang paling memalukan untuknya.“Emang gak boleh?” ucap Darell so polos. Pandangannya masih fokus pada jalan.“Ya nggak boleh dong!” timpal Elaine cepat. Di
“Mau lo duluan atau gue?” tanya Darell saat mereka sampai di unit milik laki-laki itu. Mereka sedang mendiskusikan perkara yang memakai toilet pertama kali.“Lo aja, gue mau hapus makeup dulu,” jawab Elaine.“Oke.”Saat Darell memasuki toilet, Elaine sibuk menghapus makeup-nya. Sedikit tidak rela, karena hasil karya Mas Dewa benar-benar membuat Elaine mangling. Tapi dari pada nanti akan muncul masalah pada kulit wajah, terpaksa makeup ini harus segera dibersihkan.Elaine memandangi wajahnya yang sudah tanpa makeup. Gadis itu termenung. Bagaimana kalau dia datang ke acara tadi dengan makeup yang biasa saja? Terus bersanding dengan Darell yang sangat tampan? Mungkin bukan pujian yang akan dia dapatkan.“Kenapa bengong?” tanya Darell yang melihat Elaine sedang tertegun, memandangi wajahnya sendiri pada kaca yang sedang dipegang olehnya.“Huh?” Elaine terkejut dan langsung melihat Darel
“Lo mau kan tinggal di sini sama gue?”“Hah?” Elaine terkejut ketika mendapat pertanyaan tersebut.Tinggal di sini? Di apartemen bersama Darell? Jujur saja Elaine tak pernah membayangkan bahwa dirinya akan diajak tinggal bersama. Dadanya kembali berdegup sedikit lebih cepat. Elaine berfantasi dengan dirinya sendiri. Bagaimana jika dia tinggal setiap hari bersama Darell? Setiap dia menginap di sini saja, pasti selalu melakukan adegan panas. Bagaiamana jika setiap hari?Elaine menggeleng cepat, mencoba menepis semua fantasi kotor itu. Bisa-bisanya dia membayangkan hal yang tidak-tidak. Tapi … Elaine menantikan hal itu lagi. Dia sangat suka dan senang dengan perlakukan Darell padanya. Walau dia tahu, dalam melakukan permainan itu tak ada rasa saling suka diantara mereka. Semuan itu pure karena hasrat bilogis sebagai manusia, yang ingin dipuaskan saja.“Kenapa? Lo nggak mau?” tanya Darell yang melihat Elaine menggele
Hari minggu adalah hari tenang untuk Veni. Gadis itu baru pulang dari pasar, membeli stock makanan untuk satu minggu kedepan. Setelah itu dia mulai memasak untuk makan siang nanti, karena tadi dia sudah sarapan ketoprak di depan sebuah konter handphone yang tak jauh dari tempat kosnya.“Wah, mantap!” kata Veni memuji hasil makanannya sendiri. Hari ini dia memasak kare dengan ayam katsu.Veni merapikan dapur umum di kosannya, lalu dia langsung membawa mahakaryanya itu ke dalam kamar. Karena lapar lagi, dia mencoba menyemil setengah porsi ayam katsu yang baru saja dia masak. Sambil menyandarkan punggungnya pada dipan dan jemarinya asyik memainkan gawai.Veni melihat grup angkatannya karena sudah ada lebih dari tiga ratus chat di sana. Gadis itu mengerucutkan bibirnya sembari membaca satu persatu isi chat di grup angkatannya itu. Namun tiba-tiba matanya membelalak ketika melihat sebuah foto.Pada foto tersebut terlihat 2 orang: 1 laki-laki dengan
Elaine paham betul dengan maksud dari ucapan Darell. Makanya dia langsung menoleh dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Hahaha. Kenapa, Sayang?” Darell terkekeh sampe bahunya bergetar. “Nggak papa,” jawab Elaine sekenanya. Merapatkan bibirnya dan masih enggan untuk menatap Darell. Jujur saja, Elaine merasa malu saat Darell berkata demikian. Dia mengingat kejadian bertahun-tahun silam, ketika dirinya pertama kali bertemu dengan Darell. Elaine memang gila saat itu. “Kamu nyesel nggak, Len?” tanya Darell. “Nyesel apa?” sahut Elaine sambil menoleh. Darell terlihat tersenyum senang, ternyata umpannya ditangkap dengan baik oleh Elaine. Dia sengaja bertanya seperti itu agar bisa melihat wajah istrinya yang sedang memerah karena malu. “Nyesel ngajak aku tidur dan kasih aku sesuatu yang berharga dihidup kamu. Padahal dulu kamu nggak kenal aku sama sekali,” kata Darell. Elaine memejamkan matanya dan langsung mengigit bibir bawahnya
Elaine tersentak, matanya tiba-tiba membulat maksimal, saat dia melihat sosok laki-laki yang sudah lama tak ia lihat. Kenapa dia bisa ada di sini? Mau apa dia ke sini? Pertanyaan itu berkecamuk dalam benak Elaine.“Tenang, di sini gue bukan mau ngacauin acara spesial lo, kok,” ucap laki-laki itu, seolah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Elaine. Dia adalah Tirta, yang tiba-tiba muncul setelah sekian lama menghilang.Berbeda dengan Elaine yang terkejut. Darell hanya menatap sinis laki-laki itu. Sampai Tirta berani mengacau di hari bahagianya, dia tak akan segan membunuh laki-laki itu di sini, sekarang juga.“Gue ke sini cuman mau ngucapin selamat doang. Ya, walau gue sadar diri gue nggak lo undang, Len. Tapi nggak salah, kan, kalau gue datang ke sini dan kasih selamat sama lo,” ungkapnya.“Padahal lo nggak usah repot-repot ke sini,” sambar Elsa. Dia juga sama terkejutnya dengan Elaine. Khawatir laki-laki itu akan berla
“Kenapa, Len? Kok diem?” tanya Grace. “Jangan kaget tapi,” kata Elaine. Shani dan Grace langsung saling melempar pandang. “Dua minggu lagi,” ucapnya kemudian. “Hah?” Benar saja Grace dan Shani kompak memekik. “Wait, Len. Itu … maksudnya Darell baru ngelamar lo di acara perusahaannya minggu lalu, loh. Kok udah dua minggu lagi?” tanya Grace. “Iya, sorry memang dadakan. Tante Martha pengin cepet. Dia tahu gimana perjuangan gue sama Darell, dan dia nggak mau ada yang ganggu hubungan kita lagi. Makanya minta buat cepet.” Elaine menghela napas. “Bonyok gue juga kaget pas Tante Martha minta percepet. Awalnya Papa minta buat sekitar dua bulan lagi, karena kita belum ada persiapan apa pun. Tapi Tante Martha kekeuh pengin cepet. Sorry, ya,” ucap Elaine. “Parah. Kok ngeduluin Grace, sih? Padahal dia yang dilamar duluan, tapi lo yang nikah duluan,” kata Shani terkekeh. Grace hanya mendelik kesal. Sungguh Elaine adalah perempuan yan
Mata Elaine membulat, saat Darell memanggil namanya dan melontarkan pertanyaan yang membuatnya mematung seketika. Mimpi apa Elaine semalam? Kenapa Darell melamarnya secara tiba-tiba dan di tempat umum seperti ini? Sungguh, tidak ada tanda-tanda bahwa Darell akan melamarnya. Elaine tersentak saat merasakan ada tangan yang merangkulnya. Dia langsung menoleh dan mendapati Martha yang sedang menyadarkan Elaine dari keterkejutannya. Jantung Elaine kini berdetak dengan cepat, semburat merah pun muncul di pipinya. Apalagi saat dia melihat ke arah sekeliling dan mendapati beberapa pasang mata memperhatikan dirinya. Bagaimana ini? Apa yang harus Elaine katakan? Sungguh, ini adalah hal yang tak pernah terbayangkan oleh Elaine. Walau sebelumnya, memang Darell pernah melamarnya. “Elaine, jangan membuat Darell menunggu,” bisik Martha, saat seorang crew datang sembari membawa microphone untuk Elaine. “Ta-tapi, Tante aku—” “Jawab saja,” selanya sambil
“Ngapain ke sini?” tanya Elaine, saat dirinya dan Darell sampai di sebuah butik mewah.“Beli soto. Ya, beli baju, lah. Kenapa masih nanya, sih?” timpal Darell yang langsung menggenggam tangan Elaine dan menariknya ke dalam.Tak bertanya lagi, Elaine hanya mengikuti Darell. Walau dia masih penasaran, kenapa juga Darell membawanya ke butik mewah? Tak banyak pergerakan yang dilakukan Elaine sampai akhirnya Darell langsung menegurnya.“Kenapa diem aja? Pilih bajunya, dong,” kata Darell.Elaine menoleh dengan mata membulat. “Buat apa? Aku harus tahu dulu alasan kamu bawa aku ke sini. Baru aku bisa pilih baju,” balas Elaine.Ya … bagaimana Elaine akan memilih baju, jika dia saja tidak tahu harus menghadiri acara apa? Pasalnya butik tersebut menjual baju formal untuk perempuan; gaun, blazzer dan lain-lain, tentu saja dengan desain dan harga yang wah. Mungkin butuh beberapa bulan bagi Elaine untuk seke
“A-anu, apa kamu sedang sibuk?”Darell mematung beberapa detik, ketika melihat Elaine ada di hadapannya. Kemudian dia menggeleng dengan cepat. “Oh, nggak. Kenapa?” tanya Darell.“Boleh kita bicara sebentar?” tanya Elaine dengan sedikit canggung.“Boleh, kok. Masuk aja,” ajak Darell. Dia mempersilakan Elaine untuk memasuki kamarnya. Di sana mereka berdua duduk bersebelahan di sebuah sofa kecil. Darell melihat gadis itu sedang meremas jarinya, sepertinya dia sedang merasa gugup.“Ada apa?” tanya Darell dengan nada yang sangat lembut. Mencoba memberikan kenyamanan pada Elaine. Walau sebenarnya jantungnya ini sedari tadi berdegup dengan kencang.Jujur saja, Darell ingin memeluk gadis itu sekarang juga, mencurahkan segala kerinduan dan rasa kekhawatirnya selama ini. Namun, melihat kondisi Elaine yang seperti itu, dia mengurungkan niatnya.“Mmm … anu itu ….” Ada
Semua terasa cepat, sampai-sampai Darell masih belum begitu paham dengan situasi yang sedang berkecamuk di ruang keluarga kediaman Bumantara.‘Kenapa Elaine ada di sini? Kenapa Mama terlihat sangat marah? Dan kenapa ada Varell di sini? Apa semua ini rencanyanya?’ Semua pertanyaan itu terus berputar di kepala Darell.Mata Darell melihat ke arah amplop cokelat yang baru saja ditaruh oleh Varell tepat di depan Tio Admar. Merasa penasaran dengan isi amplop itu. Apalagi saat dia melihat ekspresi Tio yang terkejut saat membuka amplop tersebut. Tak hanya Tio, tapi Chelsea dan Clarisa pun merasa terkejut dengan apa yang dilihatnya. Bahkan Chelsea menangis saat melihat isi dari amplop tersebut.Merasa penasaran, Darell langsung menghampiri Tio dan menyambar beberapa lembar kertas yang sedang dipegang oleh laki-laki itu. Tak ada perlawanan dari Tio, mungkin karena saking terkejutnya dia.Darell langsung membaca, membuka lembar demi lembar dokumen yang s
Bagai disambar petir, Pandu benar-benar terkejut dengan kedatangan sosok Elaine di rumahnya. Sontak laki-laki itu berdiri dari sofa yang sedang didudukinya. Matanya membelalak dan mulutnya sedikit menganga, saking terkejutnya. ‘Kenapa gadis itu ada di sini?’ batin Pandu. Melihat Elaine muncul dengan tiba-tiba di kediaman Bumantara, membuat Darell langsung berlari ke arahnya. Ia langsung mengecek kondisi Elaine. “Kamu baik-baik saja?” tanya Darell dengan nada khawatir. Belum juga Elaine menjawab pertanyaan Darell, Martha sudah langsung memberang. “Maksudmu gadis ini, kan?” tanyanya. Keluarga Admar hanya diam saja, mereka menoton pertengkaran antara Martha dan Pandu. Namun, bukan berarti mereka senang dan menikmatinya. Melainkan Tio dan Chelsea terlihat sangat gusar. “Ke-kenapa dia ada di sini?” tanya Pandu dengan terbata-bata. “Seenaknya kamu mengancam anakmu sendiri dengan melibatkan orang lain, yang tidak bersalah sama sekali!
Tidak. Tidak bisa! Elaine tidak ingin sampai Darell menuruti permintaan ayahnya dan menikah dengan Chelsea. Bagaimanapun rasa sayang dan cintanya pada Darell sangat besar. Apalagi saat mengetahui perjuangan Darell untuk mempertahankannya.“Gue nggak bisa diem aja,” gumam Elaine. Dia mencoba memikirkan cara bagaimana dia bisa keluar dari sini, menemui Pandu dan menenatng usahanya.Elaine tidak bisa membiarkan Darell berjuang sendirian. Dia rasa, dirinya juga harus berusaha mempertahankan hubungan mereka berdua. Tapi bagaimana? Elaine medesah saat otaknya terasa tumpul, tak bisa memikirkan apa pun.***Keesokan harinya.Darell terlihat sangat kacau sekali. Kemarin, dia seharian mencari keberadaan Elaine tapi ia tak kunjung menemukannya. Perasaan khawatir semakin mencuat dari dalam diri Darell, ketika dia mengingat bahwa hari ini adalah tenggat waktu untuknya.Tok. Tok. Tok.Darell langsung menoleh