Ap-apa, apa itu, Tante?" tanya Alina seraya menunjuk ke arah kebun belakang.
Tante Maya menoleh ke arah yang ditunjuk Alina. Tidak ada apapun yang ia lihat di sana."Kamu lihat apa? Enggak ada apa-apa di sana," ucap wanita itu."Tadi aku—""Sudahlah, ayo masuk!"Seorang wanita paruh baya berpakaian daster batik menyambut kedatangan Alina. Asisten rumah tangga itu sudah sejak lama bekerja di rumah besar milik ayahnya sejak gadis itu lahir. Hanya saja di malam kejadian mengerikan itu, Mbok Nah sedang pulang kampung karena ibunya meninggal dunia."Non Alina!"Mbok Nah memeluk gadis itu dengan erat seiring dengan isak tangis yang terdengar. Wanita itu sudah menahannya sedari tadi dan tak sabar bertemu Alina."Maafin Mbok, Non, hiks hiks."Alina hanya terdiam menerima pelukan tersebut. Meskipun tak sadar kalau bulir bening telah bergulir membasahi pipi mulus gadis itu."Mbok, kamar Alina sudah disiapkan?" tanya Tante Maya."Sudah, Nyonya."Mbok Nah melepas pelukannya dari Alina saat menjawab. Ia menyeka air matanya lalu ia seka juga air mata milik gadis itu."Antarkan Alina ke kamarnya, biarkan dia istirahat dulu, sama tolong siapkan makan siang ya, Mbok," pinta Maya."Baik, Nyonya."Mbok Nah mengantar Alina menuju ke kamarnya. Semua tampak baru kala gadis itu sampai di dalam kamar. Cat dinding yang tadinya warna ungu pastel sudah berubah menjadi warna hijau. Tata letak ranjang dan lemari juga berubah. Semua itu dilakukan Tante Maya agar gadis itu mendapatkan suasana baru."Non, silakan istirahat dulu, Mbok mau menyiapkan makan siang, nanti Mbok panggil ya kalau makanannya sudah siap," ucap Mbok Nah.Alina mengangguk lemah tak mengeluarkan suara. Wanita paruh baya itu lalu meninggalkan gadis itu sendiri di dalam kamarnya.Kamar Alina berada di lantai dua. Dari jendela kamarnya ia dapat melihat kolam renang dan kebun belakang rumahnya. Masih terbayang jelas kala dia bermain kejar-kejaran dengan Kaila.Saat itu juga, ia melihat seolah ada ayah dan ibunya yang sedang mengamati sembari bermain dengan adik bayi. Tak terasa tetesan bulir bening itu jatuh lagi membasahi pipi gadis itu. Kini isak tangis keluar juga tak tertahankan.Alina meraih foto keluarga dari meja rias. Ia mendekap figura itu dengan erat."Alina kangen sama kalian, hiks hiks...."Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang ia kenal betul memanggilnya."Kakak."Suara Kaila terdengar dari luar. Alina menghampiri sisi jendela kamar untuk memastikan suara tadi. Betapa terkejutnya ia kala mendapati sang adik tengah berdiri di dekat tepi kolam renang. Sosok gadis itu tersenyum dan melambai pada Alina.Sontak saja Alina langsung keluar dari kamarnya. Ia bergegas berlari menuju ke tepi kolam renang. Akan tetapi, sesampainya di sana, ia tak menemukan sosok Kaila."Kaila, kamu di mana, Dek?"Tak ada siapapun yang menjawab.Percikan air kolam renang mendadak terdengar saat itu juga membuat gadis itu tersentak. Alina menoleh ke arah kolam renang tersebut. Perlahan-lahan ia melihat bayangan di permukaan air kolam renang yang menampilkan sosok wajah yang ia kenal. Kaila tersenyum ke arahnya.Alina pikir sosok adiknya ada di belakang tubuhnya. Akan tetapi, saat ia menoleh ke belakang, tak ada siapapun di sana. Ia kembali melihat ke arah permukaan air kolam renang. Ia temukan kembali wajah Kaila di sana."Kaila," lirihnya.Sedetik kemudian, hawa dingin merasuk menusuk permukaan kulit halus Alina. Bulu kuduk miliknya mulai meremang. Gadis itu merasakan ada sesuatu yang menempel di punggungnya dan terasa berat. Ia juga melihat ada kedua tangan yang melingkar di lehernya.Kedua tangan itu pucat dan penuh luka berongga. Alina terperanjat dan tak bisa menggerakkan tubuhnya. Kedua kakinya bagai terpaku di lantai tersebut. Tubuhnya mulai gemetar saat ia mencoba menoleh si empunya tangan yang menggantung di bahunya tersebut.Kedua tangan itu terlihat pucat dan di bagian permukaan kulitnya penuh dengan luka berongga. Ketakutan langsung menghinggapi gadis itu. Kedua kakinya terasa gemetar seolah tak mampu lagi menopang tubuhnya. Ia menoleh ke arah belakangnya.Alina berusaha memberanikan diri menoleh ke arah belakang untuk mencari tau wajah tersebut yang merangkul tubuhnya dari belakang. Saat ia menoleh, ia mendapati wajah itu tertutup rambut hitam. Hawa dingin"Si-siapa, siapa kamu?" tanya Alina dengan nada ketakutan.Rambut yang menutupi wajah itu perlahan tersibak dan memperlihatkan sosok wajah yang menyeramkan. Wajah itu mirip dengan Kaila hanya saja ia tersenyum menyeringai."Aaaaaaaa!"Alina berteriak sekuat tenaga lalu jatuh ke lantai pinggir kolam. Gadis itu tak sadarkan diri kemudian.***Alina terbangun di atas ranjangnya. Dua orang wanita terlihat mengamatinya. Raut wajah mereka tampak khawatir."Lin, kamu enggak apa-apa, kan?" tanya Tante Maya penuh kecemasan saat ia melihat Alina mulai membuka mata."Tante, tadi aku lihat—""Lihat apa, Non?" tanya Mbok Nah seraya menyeka bulir keringat dingin di dahi Alina dengan handuk hangat."Hantu, aku lihat hantu Kaila," ucap Alina."Ngaco kamu! Kamu jangan ngomong sembarangan, mungkin kamu masih lelah. Tante udah bilang jangan terlalu memikirkan kejadian waktu itu!" seru Tante Maya.Wanita itu terlihat kesal."Tapi—""Sudah! Tante enggak mau dengar kamu lihat macam-macam lagi, ayo kita makan siang!" seru Tante Maya.Wanita itu melangkah ke luar dari kamar Alina. Tak ada bantahan lagi tercipta dari gadis itu. Ia menoleh pada Mbok Nah."Mbok, percaya sama aku, kan?" tanya Alina."Iya, Mbok percaya. Sudah jangan dipikirkan lagi, ayo kita makan siang, Mbok udah masak soto ayam kesukaan Non."Wanita paruh baya itu tersenyum hangat pada Nona majikannya. Alina akhirnya bangkit, tetapi ia melangkah kembali menuju jendela kamarnya. Ia lihat tepi kolam renang dan kebun belakang."Kenapa aku bisa lihat hantu Kaila, ya? Apa ada yang mau dia sampaikan ke padaku?" gumam Alina.Hantu Kaila kembali terlihat. Ia tertawa menyeringai memandang Alina."Hiyyy... jangan ganggu Kakak, Dek!" seru gadis itu seraya menutup tirai jendela tersebut.Gadis itu lalu melangkah cepat menuju ruang makan.***Malam itu, Alina tak mau memandang ke arah jendela lagi. Setelah Tante Maya memberi wejangan padanya. Sejak kejadian tadi siang tirai jendelanya selalu tertutup. Gadis itu mencoba membuka buku novel petualangan empat sekawan kesukaannya. Mendadak terdengar suara ketukan dari pintu kamarnya yang membuat gadis itu tersentak."Masuk!" seru Alina.Tidak ada jawaban maupun gerakan daun pintu kamarnya yang terbuka. Hanya terdengar suara ketukan kembali."Masuk aja, Tante, Mbok Nah!" seru Alina lagi.Tetap tak ada jawaban sampai gadis itu merasa kesal dan bangkit menuju pintu kamarnya. Ia membuka pintu kamarnya itu kemudian."Kan udah aku bilang ma—"Betapa terkejutnya Alina kala mendapati tak ada siapapun di depan pintu kamarnya. Gadis itu menutup kembali daun pintu berbahan kayu gelatik tersebut. Tak lama kemudian, suara ketukan itu kembali terdengar.Alina makin tampak kesal dan langsung membuka pintu kamarnya. Sesuatu menggantung mengejutkan gadis itu sampai membuatnya berteriak.Sosok bayi itu tiba-tiba saja tergantung di antara pintu kamar Alina yang terbuka. Wajah bayi itu lalu menoleh ke arah gadis itu dan kedua matanya mendadak terbuka. Terdengar tawa yang mengerikan dari balita berusia satu tahun itu.******To be Continue…Sosok bayi itu tiba-tiba saja tergantung di antara pintu kamar Alina yang terbuka. Wajah bayi itu lalu menoleh ke arah gadis itu dan kedua matanya mendadak terbuka. Terdengar tawa yang mengerikan dari balita berusia satu tahun itu. Sosok bayi tersebut bahkan tertawa lalu menangis, lalu tertawa, lalu menangis lagi dengan suara mengerikan yang langsung membuat bulu kuduk si pendengarnya meremang. Alina langsung menutup daun pintu itu dengan keras. Ia segera menuju ke atas ranjang dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Pikirannya benar-benar kacau. Dia merasa sangat ketakutan. Akan tetapi, ia tak mungkin berlari ke kamar Tante Maya dan menceritakan hal tersebut. Gadis itu yakin kalau Tante Maya tak akan percaya dengan cerita hantu. Wanita itu malah akan menganggapnya gila. Tubuh gemetar itu masih meringkuk di balik selimut. Ia coba pejamkan kedua mata lentiknya itu tanpa berdoa."Kumohon, tolong jangan ganggu aku," lirih Alina. Bibirnya gemetar dengan wajah pucat pasi sebelum ak
"Hantu lagi? Hantu Kaila pula? Kamu pasti mimpi buruk, Lin," ucap Tante Maya."Aku enggak mimpi buruk, itu nyata Tante!" Alina masih berusaha keras untuk meyakinkan tantenya itu."Sudah sudah, sudah cukup, kamu masih lelah, kondisi kesehatan kamu juga belum pulih, kamu jadi berhalusinasi bahkan bermimpi buruk. Sebaiknya kamu kembali tidur lagi!" Maya masih tak percaya dengan perihal hantu yang dikatakan Alina. "Tante harus percaya sama aku, bahkan tadi jam sembilanan aku lihat hantunya dedek Delilah. Kepala dedek menggantung di depan pintu kamar aku," ucap Alina menunjuk pintu kamarnya."Lin, Tante mohon ya berpikirlah secara logis. Mereka suka sudah meninggal, mereka udah tenang, enggak ada hantu-hantuan di dunia ini. Tante mau sekarang ini kamu istirahat supaya kamu bisa pulih kembali. Udahlah jangan bahas soal hantu lagi, Tante sebel dengernya!" Tante Maya lantas bangkit berdiri lalu pamit keluar dari kamar Alina menuju kamar tidurnya. Alina menoleh pada Mbok Nah yang sudah sel
Alina memasuki SMA Angkasa. Sekolah yang berada di Jalan Kemenangan nomor satu ini memiliki bentuk gedung yang modern seperti bangunan ruko berlantai sepuluh atau seperti gedung universitas di ibukota.Sekolah merupakan tempat yang digunakan untuk mendidik para siswa dan mempunyai jenjang yang beragam dan sudah diatur dengan baik. Misalnya untuk sistem pendidikan di Indonesia sendiri ada pendidikan wajib 9 tahun dimana setiap anak harus mendapatkan pendidikan maksimal sederajat dengan SMP. Selain itu ada juga pendidikan selanjutnya yaitu Sekolah Menengah Atas dan selanjutnya bisa melanjutkan ke perguruan tinggi menurut keahlian dan minat masing-masing.Pendidikan sendiri mempunyai banyak hal yang bisa diperhatikan, dimana selain sistem ada juga gedung sekolah atau tempat mendapatkan pendidikan yang bisa dipunyai. Selain dengan mempunyai fasilitas yang terbaik, gedung sekolah modern yang mempunyai desain bagus juga akan membuat siswa dapat menjadi betah ketika berada di sekolah.Dalam
Alina melirik ke arah Rossa kala sedang berdiri dengan tertib sesuai barisan saat sedang mendengarkan pidato dari kepala sekolah. Gadis itu mengingat pertemuan pertama kali dengan Rossa di sekolah tersebut.Dua tahun yang lalu.Rossa, gadis hitam manis berambut ikal berkaca mata agak tebal serta bibir tipis menghampiri Alina saat pertama kali berada dalam sekolah yang sama."Aku boleh jadi teman kamu, nggak?" tanya Rossa mengulurkan tangannya saat menyapa gadis yang suka menyendiri itu."Boleh." Alina membalas jabatan tangannya sambil menyunggingkan senyum yang hangat."Aku duduk sama kamu, ya?" pinta Rossa.Alina mengangguk dalam menjawab. Dan setelah itu takdir selalu membawa mereka berada di kelas yang sama dan duduk berdampingan di meja yang sama. Hanya Rossa yang menjadi sahabat Alina karena gadis itu sangat tertutup. Ada satu pemuda yang selalu menggoda Alina yang bernama Aldo. Pemuda tinggi sang kapten dari tim basket yang berkulit kuning langsat dengan rambut plontos itu suda
"Alina, buka pintunya, Lin! Apa itu kamu?" tanya Rossa yang mendengar suara tangisan itu.Tak ada jawaban yang terdengar dari dalam toilet. Rossa terus mengetuk pintu toilet tersebut seraya memanggil nama Alina."Ada apa dengan Alina?" Aldo masuk ke dalam kamar mandi siswi itu bersama dua guru pembina Pak Hadi dan Pak Toto."Enggak tau, tadi aku denger ada yang nangis di dalam sini, aku takutnya Alina. Tapi aku ketok-ketok nggak ada jawaban dari Alina. Aku takutnya dia pingsan," ucap Rossa dengan nada cemas."Kita dobrak aja ya, Pak?" pinta Aldo."Iya, Do."Kedua pria itu akhirnya mendobrak paksa pintu bilik kamar mandi itu. Benar saja dugaan Rossa, tubuh Alina sudah terbaring tak sadarkan diri di lantai kamar mandi dengan kepala berada di atas kloset.Aldo dan Pak Toto lantas membopong tubuh Alina menuju aula sekolah tempat para pelajar putri menginap malam itu."Alina kenapa, Pak?" tanya Mia si ketua OSIS periode sebelumnya."Nggak tau nih, pas kita dobrak dia udah pingsan di dalam
Tiga jam berlalu, Alina akhirnya terbangun dan mulai mengamati sekitarnya. Kepala gadis itu masih terasa pusing. Ia menatap ke arah dokter wanita yang sedang bertugas di ruang usaha kesehatan sekolah tersebut."Halo, nama saya Arini! Nama kamu siapa?" sapa sang dokter kala melihat kedua mata gadis itu sudah terbuka dan menatapnya."Nama saya Alina, saya sudah berapa lama pingsan, Dok?""Hampir tiga jam, kayaknya kamu sekalian lanjut tidur deh, hihihi." Dokter Arini tertawa seraya melirik waktu yang berdetak di arloji bertali rantai di tangan kirinya."Kamu sakit, ya? Apa kamu belum sarapan?" tanya Dokter itu."Saya sudah sarapan, Dok. Tapi, saya...""Kamu kenapa? Jangan-jangan kamu habis melihat sesuatu, seperti hantu ya?" tanya Dokter Arini."Bagaimana dokter bisa tau?" Alina balik bertanya."Kamu pucat banget, tapi semua kondisi kamu baik-baik aja seperti ketakutan gitu, terlihat sekali lho di muka kamu kayak anak murid sini kalau habis lihat hantu. Ummm... kata temen kamu, kamu jug
Dokter Arini menuju sedan civic putih yang terparkir di halaman SMA Angkasa setelah mendapat telepon dari ibunya."Mau ke mana, Bu?" tanya penjaga sekolah yang sedang melihat dan menyapa Dokter Arini."Eh, Pak Dirman! Saya mau ke atm, Pak, ibu saya minta kirim uang.""Lho, nggak pakai hape gitu kirim uangnya kan sekarang zaman canggih?" tanya pria berkumis tebal itu sambil tertawa."Hape saya yang bisa mobile banking rusak, Pak, ini lagi bawa hape jadul," ucap Dokter Arini seraya tersenyum."Oh, begitu... ya udah Bu hati-hati ya," ucap Pak Dirman."Terima kasih, Pak. Mari saya jalan dulu."Arini lalu melangkah ke lahan parkir mobil yang berada di samping gedung sekolah. Ia lantas melajukan mobilnya menuju sebuah mini market yang terdapat mesin anjungan tunai mandiri yang akan ia gunakan.Namun, sesuatu yang keji terjadi pada Arini saat berada di sebuah taman yang sepi menuju ke arah mini market."Hentikan mobil ini!" Suara berat dan parau terdengar penuh ancaman. Apalagi ujung senjata
"Serius, Do?" tanya Rossa."Serius, Sa! Tadi yang aku tahu dari Pak Dirman kalau dia kan izin tuh pas sebelum jam istirahat barusan, katanya mau ada perlu ke atm, kata satpam nih. Nah, taunya dia itu kerampokan di taman yang di belakang sekolah itu," jawab Aldo menjelaskan apa yang ia tahu."Kok, bisa sih kerampokan di taman belakang? Ini kan masih siang gini," ucap Alina."Tapi, Lin, emang taman belakang situ tuh sepi banget tau," sahut Rossa."Pokoknya ya, dia itu kan dapat telepon tuh, terus izin ke luar, eh katanya dirampok."Aldo tak fokus sampai ia mengulangi lagi ucapannya kembali."Siang-siang gini, dirampok?" tanya Rossa."Iya, yang aku denger kabarnya gitu, mana tuh taman sepi banget, tubuhnya penuh tikaman senjata tajam, berarti kan dirampok," ucap Aldo seraya menarik lengan kedua gadis itu untuk mengikutinya.Alina tak habis pikir, barusan ia kira kematian Dokter Arini hanyalah mimpi. Akan tetapi, kenapa wanita itu ternyata meninggal sungguhan. Tubuhnya bergidik ngeri memb
Bab 140 AfraidTeriakan Nyi Asih nyaring terdengar, rupanya Rossa menusuk bola mata Nyi Asih dengan tusuk konde di tangannya."Rossa!" seketika Alina merasa dapat menggerakkan tubuhnya."Lari, Lin! Cepat lari!" pekik Rossa.Dengan mata berkaca-kaca, Alina masih enggan beranjak. Dia ingin lari bersama Rossa."Kita lari bareng!" ajak Alina."Aaaarrgghh, kalian kurang ajar! Aku akan habisi kalian berdua!" Nyi Asih mencabut tusuk konde di bola matanya. Wanita iblis itu lalu bergerak menghampiri Alina dan Rossa. Ia bersiap menghunuskan tusuk konde tersebut ke Alina. Tetapi Rossa menepisnya. Ia mengorbankan tangan kanannya dan tertusuk tusuk konde tersebut."Rossa!" teriak Alina seraya memegangi tangan Rossa.Darah mengucur dengan deras dari lukanya."Lari, Lin! Kamu harus lari! Selamatkan dirimu!" pinta Rossa."Nggak, aku nggak akan pergi tanpa kamu," lirih Alina.Nyi Asih semakin tertawa puas. Ia beranjak menghampiri dan kini hendak mencekik Alina. Tiba-tiba, sosok pria hadir dan mengha
Bab 139 Afraid"Makhluk jadi-jadian, Do," bisik Indra."Aku juga tahu kalau itu mah. Jelasnya itu makhluk apa? Mana badannya gak lengkap gitu," bisik Aldo ketakutan.Indra dan Aldo yang sama-sama ketakutan akhirnya memutuskan untuk berteriak. Beberapa warga yang mendengar langsung menoleh dan menghampiri. Mereka lantas mengejar Ningsih.Anto terlihat kebingungan. Dia masih tak menyangka kalau yang dia pikirkan selama ini benar. Ningsih adalah makhluk yang meneror warga kampung selama ini. Hatinya sangat kalut. Namun, dia begitu mencintai Ningsih.Tubuh Anto gemetar hebat. Lemas dan tiada berdaya. Namun, lagi-lagi Anto menyerah. Dia tak bisa memburu sang istri. Dia tak akan meninggalkan sang istri, dia tak bisa.Malam itu, Anto menjerit dalam hati. Dia memaksa diri untuk mengejar sang istri. Dia mau melindunginya. Meskipun dia masih tetap ngeri dan ketakutan. Akan tetapi, Anto tetep nekat berlari."Ningsih, ingin rasanya aku pergi malam ini. Aku ingin pergi jauh dari tempat ini. Sung
Bab 138 Afraid"Kita harus segera pergi dari sini, Lin. Tidakkah desa ini mengerikan jika ada kutukan seperti itu?" bisik Rossa pada Alina."Iya, kamu bener, Sa. Aku ingin segera pergi dari sini," sahut Alina."Tolong! Tolong! Tolong! Aaaaaaaaaa!" teriakan seorang wanita terdengar di kebun belakang dekat dengan arah Laras tadi berlari.Beberapa warga langsung datang mendekat. Mereka menemukan hal mengerikan lainnya. Rupanya, Laras yang tengah kerasukan baru saja menarik seorang wanita hamil dan membuatnya melahirkan. Laras merebut paksa bayinya lalu kabur."Apa yang terjadi dengan Laras?" pekik ibunya Laras."Dia pergi, Bu," jawab salah satu warga yang tengah membopong wanita korban yang baru saja kehilangan bayinya."Memangnya apa yang Laras lakukan?!" tanyanya lagi."Bu, dia bukan Laras yang kamu kenal. Dia sudah berubah seperti iblis," ujar kepala desa."Laras ditemukan, Pak Kades! Dekat sungai di sana. Katanya dia lagi makan ari-ari bayi dan menghisap darahnya," ucap salah satu w
Bab 137 AfraidTiba-tiba, saat pencarian tengah berlangsung tadi, terdengar bunyi gemerisik dari daun kering yang terinjak sesuatu. Cepat-cepat salah satu penduduk mengarahkan obor."Suara apa itu?" tanya Tarno."Babi, No!" sahut Andi."Biasa aja ngomong babinya jangan sengaja banget muncrat ke muka aku," sungut Tarno. Sontak saja Indra dan Aldo menahan tawa mereka. Rupanya memang ada seekor babi hutan yang merasa terganggu muncul di sekitar mereka. Dua babi hutan yang induk dan anak itu, melarikan diri karena merasa terancam akan kedatangan manusia."Ahh... hanya babi, biarkan ia pergi. Ayo, kita harus secepatnya membawa Laras ke rumahnya. Soalnya nanti biar Pak Ustaz yang kasih air untuk menenangkan," kata salah satu penduduk. Indra akhirnya mengerti setelah dijelaskan karena memang sudah biasa para penduduk yang kesurupan atau diganggu hal di luar nalar yang mistis, mereka akan minta air kepada Pak Ustaz atau Kyai setempat. Mereka yakin kalau ada yang sakit atau kerasukan roh jah
Bab 136 Afraid"Kamu kenapa, Istri?" tanya Indra cemas."A-aku, aku lihat–"Belum sempat Alina menjawab pertanyaan Indra seutuhnya, bus yang mereka kendarai menabrak sesuatu diikuti jeritan semua penumpang yang ada di dalamnya. Indra dengan sigap memegangi Alina. Ia melihat sekeliling dan mendapati para penumpang lainnya terhenyak di tempat duduknya. Lalu, seorang wanita berteriak ke arah jendela. "Ada yang ditabrak! Ada yang ditabrak!" serunya panik.Dua laki-laki di depan Indra dan Alina tadi segera melangkah turun dari dalam bus guna melihat siapa yang baru saja tertabrak. Beberapa penumpang lainnya mengikuti. Sementara itu, Indra tetap menemani Alina dan berusaha menenangkannya. Di depan bus tersebut langsung dipenuhi kerumunan orang yang penasaran dengan kejadian barusan. Setelah memberanikan diri, Alina mengajak Indra untuk turun. Saat itu lah mereka melihat seorang wanita tersungkur dengan darah tergenang dari tubuhnya. Tulang tangan serta kakinya patah. Perempuan ini pastil
Bab 135 AfraidLastri dirawat di rumah sakit tempat Indra bekerja. Kejadian yang berlangsung di rumah kepala desa, Kakek Anjas, menggemparkan Kampung Hijau. Semua penghuni rumahnya meninggal dunia. Hanya Lastri yang tersisa. Namun sayangnya, wanita itu mengalami gangguan jiwa."Sa, aku kok deg deg an, ya?" tanya Alina pada Rossa saat menemaninya untuk cek ke dokter kandungan."Namanya juga mau liat dedek bayi. Terus Kak Indra mana? Katanya dia mau nyusul, kan?" tanya Rossa. "Harusnya udah dateng."Tak lama kemudian, Indra yang masih mengenakan jas putih seorang dokter, berlari kecil menghampiri Alina. "Nah, berhubung Kak Indra udah datang, aku mau kasih makan siang ke Aldo, ya. Sekali lagi aku ucapkan selamat buat kalian. Yeaaayy bentar lagi ada yang panggil aku aunty cantik hihihi," ucal Rossa lalu pamit menemui Aldo.Alina dan Indra pun masuk ke ruang dokter ginekolog, rekan kerja dari Indra juga di Rumah Sakit Pelita. Indra dan Alina melihat sang jabang bayi yang berusia hampir
Bab 134 AfraidPasca membantu proses melahirkan makhluk halus, kini rumah Alina sering didatangi makhluk halus lainnya untuk meminta tolong. Sampai suatu hari, Indra berpapasan dengan seorang pria paruh baya. Seorang pria tua dengan rambut yang disanggul. Dia tampak begitu gagah meski usianya mulai renta. la berdiri di salah satu rumah yang Indra dan Alina lewati saat sedang lari pagi. Pria itu bersama seorang lelaki tua lainnya yang ada di belakangnya. Dia tersenyum ke arah Alina dan Indra.Selama beberapa saat, Alina dan suaminya melihat si kakek. Ada sesuatu yang membuat Alina tiba-tiba memperhatikannya dengan sorot mata yang tidak biasa. Setelah mata mereka akhirnya bertemu satu sama lain, akhirnya Indra menundukkan kepala sekilas memberi hormat kepada dua orang pria renta itu."Nak Indra, kan? Sini mampir! Ada yang mau saya bicarakan!" seru salah satu kakek.Indra menoleh ke Alina yang mengangguk mengiyakan. Mereka menghampiri si kakek. Namanya Kakek Anjas dan Kakek Mara. Mereka
Bab 133 AfraidSatu bulan berlalu.Pukul satu dini hari, Alina tengah terlelap dalam tidurnya ketika sayup-sayup pintu rumahnya diketuk seseorang. Alina membangunkan Indra setelah membuka mata. Suara ketukan itu makin jelas terdengar. Saat Alina dan Indra keluar kamar, Rossa juga keluar dari kamarnya."Lin, kamu dengar juga ya kalau ada yang ketok-ketok?" tanya Rossa.Alina mengangguk. "Bangunin Aldo aja apa ya. kita suruh bukain," ucap Rossa."Kita aja yang liat." Indra melangkah menuju ke pintu utama."Suami, kalau rampok, gimana?" Alina menahan lengan Indra."Istri, mana ada rampok ketok rumah? Terus mereka ngucap salam, permisi bapak, ibu, mbak, mas, saya mau ngerampok, boleh?" Indra terkekeh."Nggak lucu, Suami! Aku tuh lagi takut gini tau," sahut Alina ketus.Alina dan Rossa lantas mengikuti Indra. Hanya Aldo yang tak tampak batang hidungnya karena sangat terlelap. Indra lantas mengintip dari balik tirai. Dia mendapati seorang pria dan wanita dengan perut buncit menahan sakit m
Bab 132 Afraid"Tuh kan nggak ada siapa-siapa, Kak. Balik ke dalam aja, yuk!" ajak Aldo."Kalau gitu anterin aku ambil buku di mobil!" titah Indra yang sebenarnya agak takut juga setelah tak menemukan apa pun di atap dapur dan halaman belakang rumah.Suara misterius itu pun menghilang dan tam terdengar lagi. Pasalnya Alina dan Rossa yang ketakutan memutuskan untuk membaca Al-Qur’an Surah yasin dan memohon perlindungan pada Allah. Suara misterius itu pun hilang. Mereka pun bisa tertidur lelap dan tenang malam itu. Malah Indra akhirnya memutuskan untuk tidur satu kamar dengan Aldo dikarenakan takut diganggu lagi oleh makhluk halus seperti tadi.***Keesokan harinya, Indra dan Aldo berangkat ke rumah sakit untuk menemui Tuan Dadang dan memulai bekerja di sana. Indra akhirnya berhasil mendapatkan pekerjaan untuk Aldo sebagai tenaga medis yang menangani kamar mayat. Meskipun takut, tetapi demi mendapatkan uang untuk menikahi Rossa, Aldo siap dipekerjakan di kamar mayat. Toh, Indra juga aka