"Serius, Do?" tanya Rossa."Serius, Sa! Tadi yang aku tahu dari Pak Dirman kalau dia kan izin tuh pas sebelum jam istirahat barusan, katanya mau ada perlu ke atm, kata satpam nih. Nah, taunya dia itu kerampokan di taman yang di belakang sekolah itu," jawab Aldo menjelaskan apa yang ia tahu."Kok, bisa sih kerampokan di taman belakang? Ini kan masih siang gini," ucap Alina."Tapi, Lin, emang taman belakang situ tuh sepi banget tau," sahut Rossa."Pokoknya ya, dia itu kan dapat telepon tuh, terus izin ke luar, eh katanya dirampok."Aldo tak fokus sampai ia mengulangi lagi ucapannya kembali."Siang-siang gini, dirampok?" tanya Rossa."Iya, yang aku denger kabarnya gitu, mana tuh taman sepi banget, tubuhnya penuh tikaman senjata tajam, berarti kan dirampok," ucap Aldo seraya menarik lengan kedua gadis itu untuk mengikutinya.Alina tak habis pikir, barusan ia kira kematian Dokter Arini hanyalah mimpi. Akan tetapi, kenapa wanita itu ternyata meninggal sungguhan. Tubuhnya bergidik ngeri memb
Saat berada di pemakaman Dokter Arini, sesuatu menarik kaki kiri Alina secara tiba-tiba. Gadis itu tersentak dan langsung berteriak dengan histeris."Aaaaaa....!"Semua orang yang masih berada di area pemakaman sampai menoleh ke arah Alina. Wajah gadis itu langsung pucat pasi. Ia terlihat sangat ketakutan kala itu."Lin, kamu kenapa?" tanya Rossa. Gadis itu terlihat sangat ingin tau ketika mendengar teriakan sahabatnya itu.Alina menelisik sekitar makam. Ia merasakan ada sesuatu yang menarik kakinya tadi."Tadi aku lihat....""Lihat apa?""Hanya perasaan aku aja," sahut Alina. Rossa menarik lengannya menjauhi makam. Gadis itu masih saja menoleh ke arah makam.Tiba-tiba, Alina melihat sosok Dokter Arini berdiri di samping makam. Tubuh wanita itu bersimbah darah. Bekas luka tusukan yang menghujani tubuh wanita itu sangat jelas terlihat. Tubuh Alina gemetar tetapi terasa kaku. Bahkan ia merasa kedua kaki rampingnya terpaku karena tak bisa digerakkan."Lin, Ayo pulang!" ajak Rossa."A-a-a
Ibu Murni wali kelas dari Alina juga hadir untuk menyimak dan memeriksakan keadaan gadis itu."Pasca dirawat di rumah sakit, Alina memang mengalami trauma setelah ia terbangun dari koma selama satu bulan.""Trauma?" tanya Ibu Murni."Iya, Bu, trauma. Dia itu takut banget kalau mendengar bunyi ponsel berdering," ucap Indra."Memangnya dia dengar suara hape di mana? Di kawasan sekolah kan nggak boleh bawa hape, dan bagi dewan guru juga tidak boleh mengaktifkan nada ponselnya?" "Dia dengar di luar gerbang, Bu.""Oh, begitu." "Jadi, apa itu trauma, apa berhubungan dengan kesehatan mental dia jadinya?" tanya kepala sekolah."Begini, Pak, rtrauma adalah hal sering dikaitkan dengan tekanan emosional dan psikologis yang besar, biasanya karena kejadian yang sangat disayangkan atau pengalaman yang berkaitan dengan kekerasan. Namun, dalam konteks ini, yang dimaksud dengan “trauma” adalah trauma sebagai penyakit atau trauma pada fisik seseorang."Indra berusaha menjelaskan sementara lainnya men
Rossa memandangi gadis yang duduk di sampingnya dalam mobil avanza silver di kursi kedua milik Indra. Alina sedari tadi hanya menatap ke arah luar jendela. Meskipun kendaraan yang lalu lalang itu tetap tak diindahkan. Ia hanya termenung dengan pikiran kosong dan tatapan yang hanya menuju satu titik di tepi jendela mobil itu."Alina, kamu enggak apa-apa, kan?" tanya Rossa yang akhirnya buka suara.Alina hanya terdiam tak menjawab."Alina sebenarnya kenapa sih, Dok?" tanya Rossa pada Indra yang masih fokus menyetir."Dalam kehidupan sehari-hari, kamu pasti pernah mengalami ketakutan. Itu hal yang manusiawi. Tentu ada berbagai hal yang menyebabkan seseorang merasa takut," jawab Indra."Memangnya apa yang ditakuti Alina?""Ketakutan tersebut ada yang masih dalam batas kewajaran, namun ada pula yang merasa takut akan sesuatu atau seseorang hingga memerlukan bantuan khusus meredakan ketakutan itu. Ia takut pada suara hape, ia merasa jika ada suara hape itu nanti sosok yang ia takuti itu mun
"Oh iya, Lin, yang jalanin perusahaan ayah kamu siapa jadinya, Tante Maya gitu?" "Iya, nanti kalau aku udah lulus sekolah, aku kuliah sama belajar mengelola perusahaan konveksi papi aku." "Aku itu ya jadi karyawan, aku yakin kalau aku nggak bisa kuliah," ucap Rossa yang tau diri dengan keadaan keluarganya yang pas- pasan. Sementara Alina dan Aldo merupakan anak orang kaya yang berkecukupan."Iya, tenang aja.""Wah... makasih Ya Allah, Rossa dikasih sahabat tajir macam Alina dan Aldo."Rossa memeluk sang sahabat seketika. "Mbok Nah juga makasih, Non Rossa." Wanita paruh baya itu mengusap kepala Rossa."Kok, makasih sama aku? Memangnya kenapa, Mbok?" Rossa dan Alina menoleh pada Mbok Nah. "Non itu sahabat yang baik buat Non Alina. Dari kecil Non Alina nggak pernah punya temen, tetapi sejak ketemu Non dari SMP, Non Alina lebih ceria dan akhirnya bisa punya sahabat macam Non." "Ah, Mbok bisa aja. Aku jadi terharu." "Makasih ya, Sa, kamu udah jadi sahabat yang baik buat aku." Alina
Saat Rossa mengikuti Indra masuk ke rumah bergaya lawas itu, ia tak sengaja menabrak seorang pemuda yang postur tubuhnya lebih tinggi dari Indra.Wajah tampan dengan lesung pipi itu terlihat dingin dan jutek. Pemuda itu menyibakkan rambutnya yang terbelah ke atas."Kamu kok di rumah?" tanya Indra menunjuk pemuda itu."Iya, memangnya nggak boleh gue di rumah?"Pemuda itu menjawab dengan ketus. Tubuh pemuda tinggi dan bertubuh tegap yang memiliki kulit sawo matang dengan gaya rambut berponi ala idol korea itu membuat Rossa terpana."Biasa aja dong, nggak usah nyolot gitu!" sahut Indra.Pemuda itu berlalu sampai tak sengaja menabrakkan bahunya ke bahu Rossa."Duh, sakit tau! Biasa aja dong!" seru Rossa.Pemuda itu tak mengacuhkan seruan Rossa, ia bahkan tak menoleh dan keluar gerbang rumah begitu saja."Eh, kamu udah pulang, Ndra?"Seorang wanita paruh baya menggunakan hijab warna putih itu menegur Indra."Assalamualaikum, Ma, aku belum pulang. Aku mau ambil buku sama laptop ketinggalan,
Malam hari di rumah Alina.“Mbok Nah, masak apa?” Alina membuka tirai dapur itu sedikit, lalu melongokkan kepala. Mbok Nah ternyata sedang memasak seraya bersenandung."Mbok, masak apa?" Alina menepuk bahu wanita itu.“Eh, Non ngagetin aja! Mbok masak opor ayam,” jawabnya dengan suara yang serak kering.“Oh ya sudah kalau begitu, Mbok. Saya mau mandi dulu ya, nanti kalau Rossa datang suruh ke kamar aja,” kata Alina sambil tersenyum."Oke, Non."Alina pergi ke kamar mandi. Air yang mengucur dari keran di kamar mandinya terasa sangat dingin. Ia merasa tubuhnya seketika menggigil. Saat sedang mandi, tiba-tiba ada seseorang memanggilnya. Alina kenal kalau itu suara Mbok Nah. “Non, ini handuknya,” kata Mbok Nah dengan suaranya yang masih terdengar serak dan kering. “Oh iya, Mbok. Aku sampai lupa bawa handuk, makasih ya, Mbok,” timpal Alina dari dalam kamar mandi. Namun, ia melihat handuk miliknya sudah ada di kamar mandi."Mbok, aku udah bawa handuk," ucap Alina."Sudah pakai handuk ini
Keesokan hari di sekolah Alina. Gadis itu bersama Rossa, Aldo dan Mia menjadi perwakilan kelas 12 untuk mengikuti karya wisata untuk lomba kesenian dan cerdas cermat antar sekolah tingkat nasional. Bersama enam adik kelas lainnya, sepuluh anak itu akan dikirim ke Kota Batik."Minta izin sama orang tua kalian, dua hari dari sekarang yaitu hari Kamis. Nanti, kalian akan pergi menggunakan mobil yang difasilitasi sekolah. Hotel juga sudah disiapkan selama tiga hari selama kalian berada di sana. Hanya saja biaya makan dan jajan kalian tidak ada yang fasilitasi. Jadi,, tolong sediakan sendiri, ya," ucap Kepala Sekolah."Baik, Pak."Sepuluh murid perwakilan sekolah itu mengangguk mengiyakan, setelahnya mereka pamit pergi dari ruang kepala sekolah."Hidupku indah akhir-akhir ini, sudah menginap di rumah Alina, ditambah lagi pergi jalan-jalan ke Kota Batik. Dan paling penting, gratis lagi!" ucap Rossa saat berada di kantin bersama Alina dan Aldo."Kita bukan jalan-jalan, Sob! Kita mau belajar
Bab 140 AfraidTeriakan Nyi Asih nyaring terdengar, rupanya Rossa menusuk bola mata Nyi Asih dengan tusuk konde di tangannya."Rossa!" seketika Alina merasa dapat menggerakkan tubuhnya."Lari, Lin! Cepat lari!" pekik Rossa.Dengan mata berkaca-kaca, Alina masih enggan beranjak. Dia ingin lari bersama Rossa."Kita lari bareng!" ajak Alina."Aaaarrgghh, kalian kurang ajar! Aku akan habisi kalian berdua!" Nyi Asih mencabut tusuk konde di bola matanya. Wanita iblis itu lalu bergerak menghampiri Alina dan Rossa. Ia bersiap menghunuskan tusuk konde tersebut ke Alina. Tetapi Rossa menepisnya. Ia mengorbankan tangan kanannya dan tertusuk tusuk konde tersebut."Rossa!" teriak Alina seraya memegangi tangan Rossa.Darah mengucur dengan deras dari lukanya."Lari, Lin! Kamu harus lari! Selamatkan dirimu!" pinta Rossa."Nggak, aku nggak akan pergi tanpa kamu," lirih Alina.Nyi Asih semakin tertawa puas. Ia beranjak menghampiri dan kini hendak mencekik Alina. Tiba-tiba, sosok pria hadir dan mengha
Bab 139 Afraid"Makhluk jadi-jadian, Do," bisik Indra."Aku juga tahu kalau itu mah. Jelasnya itu makhluk apa? Mana badannya gak lengkap gitu," bisik Aldo ketakutan.Indra dan Aldo yang sama-sama ketakutan akhirnya memutuskan untuk berteriak. Beberapa warga yang mendengar langsung menoleh dan menghampiri. Mereka lantas mengejar Ningsih.Anto terlihat kebingungan. Dia masih tak menyangka kalau yang dia pikirkan selama ini benar. Ningsih adalah makhluk yang meneror warga kampung selama ini. Hatinya sangat kalut. Namun, dia begitu mencintai Ningsih.Tubuh Anto gemetar hebat. Lemas dan tiada berdaya. Namun, lagi-lagi Anto menyerah. Dia tak bisa memburu sang istri. Dia tak akan meninggalkan sang istri, dia tak bisa.Malam itu, Anto menjerit dalam hati. Dia memaksa diri untuk mengejar sang istri. Dia mau melindunginya. Meskipun dia masih tetap ngeri dan ketakutan. Akan tetapi, Anto tetep nekat berlari."Ningsih, ingin rasanya aku pergi malam ini. Aku ingin pergi jauh dari tempat ini. Sung
Bab 138 Afraid"Kita harus segera pergi dari sini, Lin. Tidakkah desa ini mengerikan jika ada kutukan seperti itu?" bisik Rossa pada Alina."Iya, kamu bener, Sa. Aku ingin segera pergi dari sini," sahut Alina."Tolong! Tolong! Tolong! Aaaaaaaaaa!" teriakan seorang wanita terdengar di kebun belakang dekat dengan arah Laras tadi berlari.Beberapa warga langsung datang mendekat. Mereka menemukan hal mengerikan lainnya. Rupanya, Laras yang tengah kerasukan baru saja menarik seorang wanita hamil dan membuatnya melahirkan. Laras merebut paksa bayinya lalu kabur."Apa yang terjadi dengan Laras?" pekik ibunya Laras."Dia pergi, Bu," jawab salah satu warga yang tengah membopong wanita korban yang baru saja kehilangan bayinya."Memangnya apa yang Laras lakukan?!" tanyanya lagi."Bu, dia bukan Laras yang kamu kenal. Dia sudah berubah seperti iblis," ujar kepala desa."Laras ditemukan, Pak Kades! Dekat sungai di sana. Katanya dia lagi makan ari-ari bayi dan menghisap darahnya," ucap salah satu w
Bab 137 AfraidTiba-tiba, saat pencarian tengah berlangsung tadi, terdengar bunyi gemerisik dari daun kering yang terinjak sesuatu. Cepat-cepat salah satu penduduk mengarahkan obor."Suara apa itu?" tanya Tarno."Babi, No!" sahut Andi."Biasa aja ngomong babinya jangan sengaja banget muncrat ke muka aku," sungut Tarno. Sontak saja Indra dan Aldo menahan tawa mereka. Rupanya memang ada seekor babi hutan yang merasa terganggu muncul di sekitar mereka. Dua babi hutan yang induk dan anak itu, melarikan diri karena merasa terancam akan kedatangan manusia."Ahh... hanya babi, biarkan ia pergi. Ayo, kita harus secepatnya membawa Laras ke rumahnya. Soalnya nanti biar Pak Ustaz yang kasih air untuk menenangkan," kata salah satu penduduk. Indra akhirnya mengerti setelah dijelaskan karena memang sudah biasa para penduduk yang kesurupan atau diganggu hal di luar nalar yang mistis, mereka akan minta air kepada Pak Ustaz atau Kyai setempat. Mereka yakin kalau ada yang sakit atau kerasukan roh jah
Bab 136 Afraid"Kamu kenapa, Istri?" tanya Indra cemas."A-aku, aku lihat–"Belum sempat Alina menjawab pertanyaan Indra seutuhnya, bus yang mereka kendarai menabrak sesuatu diikuti jeritan semua penumpang yang ada di dalamnya. Indra dengan sigap memegangi Alina. Ia melihat sekeliling dan mendapati para penumpang lainnya terhenyak di tempat duduknya. Lalu, seorang wanita berteriak ke arah jendela. "Ada yang ditabrak! Ada yang ditabrak!" serunya panik.Dua laki-laki di depan Indra dan Alina tadi segera melangkah turun dari dalam bus guna melihat siapa yang baru saja tertabrak. Beberapa penumpang lainnya mengikuti. Sementara itu, Indra tetap menemani Alina dan berusaha menenangkannya. Di depan bus tersebut langsung dipenuhi kerumunan orang yang penasaran dengan kejadian barusan. Setelah memberanikan diri, Alina mengajak Indra untuk turun. Saat itu lah mereka melihat seorang wanita tersungkur dengan darah tergenang dari tubuhnya. Tulang tangan serta kakinya patah. Perempuan ini pastil
Bab 135 AfraidLastri dirawat di rumah sakit tempat Indra bekerja. Kejadian yang berlangsung di rumah kepala desa, Kakek Anjas, menggemparkan Kampung Hijau. Semua penghuni rumahnya meninggal dunia. Hanya Lastri yang tersisa. Namun sayangnya, wanita itu mengalami gangguan jiwa."Sa, aku kok deg deg an, ya?" tanya Alina pada Rossa saat menemaninya untuk cek ke dokter kandungan."Namanya juga mau liat dedek bayi. Terus Kak Indra mana? Katanya dia mau nyusul, kan?" tanya Rossa. "Harusnya udah dateng."Tak lama kemudian, Indra yang masih mengenakan jas putih seorang dokter, berlari kecil menghampiri Alina. "Nah, berhubung Kak Indra udah datang, aku mau kasih makan siang ke Aldo, ya. Sekali lagi aku ucapkan selamat buat kalian. Yeaaayy bentar lagi ada yang panggil aku aunty cantik hihihi," ucal Rossa lalu pamit menemui Aldo.Alina dan Indra pun masuk ke ruang dokter ginekolog, rekan kerja dari Indra juga di Rumah Sakit Pelita. Indra dan Alina melihat sang jabang bayi yang berusia hampir
Bab 134 AfraidPasca membantu proses melahirkan makhluk halus, kini rumah Alina sering didatangi makhluk halus lainnya untuk meminta tolong. Sampai suatu hari, Indra berpapasan dengan seorang pria paruh baya. Seorang pria tua dengan rambut yang disanggul. Dia tampak begitu gagah meski usianya mulai renta. la berdiri di salah satu rumah yang Indra dan Alina lewati saat sedang lari pagi. Pria itu bersama seorang lelaki tua lainnya yang ada di belakangnya. Dia tersenyum ke arah Alina dan Indra.Selama beberapa saat, Alina dan suaminya melihat si kakek. Ada sesuatu yang membuat Alina tiba-tiba memperhatikannya dengan sorot mata yang tidak biasa. Setelah mata mereka akhirnya bertemu satu sama lain, akhirnya Indra menundukkan kepala sekilas memberi hormat kepada dua orang pria renta itu."Nak Indra, kan? Sini mampir! Ada yang mau saya bicarakan!" seru salah satu kakek.Indra menoleh ke Alina yang mengangguk mengiyakan. Mereka menghampiri si kakek. Namanya Kakek Anjas dan Kakek Mara. Mereka
Bab 133 AfraidSatu bulan berlalu.Pukul satu dini hari, Alina tengah terlelap dalam tidurnya ketika sayup-sayup pintu rumahnya diketuk seseorang. Alina membangunkan Indra setelah membuka mata. Suara ketukan itu makin jelas terdengar. Saat Alina dan Indra keluar kamar, Rossa juga keluar dari kamarnya."Lin, kamu dengar juga ya kalau ada yang ketok-ketok?" tanya Rossa.Alina mengangguk. "Bangunin Aldo aja apa ya. kita suruh bukain," ucap Rossa."Kita aja yang liat." Indra melangkah menuju ke pintu utama."Suami, kalau rampok, gimana?" Alina menahan lengan Indra."Istri, mana ada rampok ketok rumah? Terus mereka ngucap salam, permisi bapak, ibu, mbak, mas, saya mau ngerampok, boleh?" Indra terkekeh."Nggak lucu, Suami! Aku tuh lagi takut gini tau," sahut Alina ketus.Alina dan Rossa lantas mengikuti Indra. Hanya Aldo yang tak tampak batang hidungnya karena sangat terlelap. Indra lantas mengintip dari balik tirai. Dia mendapati seorang pria dan wanita dengan perut buncit menahan sakit m
Bab 132 Afraid"Tuh kan nggak ada siapa-siapa, Kak. Balik ke dalam aja, yuk!" ajak Aldo."Kalau gitu anterin aku ambil buku di mobil!" titah Indra yang sebenarnya agak takut juga setelah tak menemukan apa pun di atap dapur dan halaman belakang rumah.Suara misterius itu pun menghilang dan tam terdengar lagi. Pasalnya Alina dan Rossa yang ketakutan memutuskan untuk membaca Al-Qur’an Surah yasin dan memohon perlindungan pada Allah. Suara misterius itu pun hilang. Mereka pun bisa tertidur lelap dan tenang malam itu. Malah Indra akhirnya memutuskan untuk tidur satu kamar dengan Aldo dikarenakan takut diganggu lagi oleh makhluk halus seperti tadi.***Keesokan harinya, Indra dan Aldo berangkat ke rumah sakit untuk menemui Tuan Dadang dan memulai bekerja di sana. Indra akhirnya berhasil mendapatkan pekerjaan untuk Aldo sebagai tenaga medis yang menangani kamar mayat. Meskipun takut, tetapi demi mendapatkan uang untuk menikahi Rossa, Aldo siap dipekerjakan di kamar mayat. Toh, Indra juga aka