Taman tersebut memiliki berbagai sarana olahraga, seperti untuk bermain futsal dan badminton, trek jogging, taman umum dengan berbagai area untuk bersantai dan duduk-duduk, serta dilengkapi juga dengan daerah sumur resapan dan lahan parkir dengan kapasitas sekitar 200 motor dan dua puluh mobil. Umumnya, taman tersebut akan sangat ramai pada akhir pekan, terutama pada sabtu malam dan minggu pagi.
Alina sudah membayangkan keseruan yang dapat ia temukan di taman kota itu. Ia akan melihat beragam aktivitas seru dari para masyarakat, berbagai pelatihan dan sharing session juga umumnya bisa dia temukan di taman kota itu."Bagus banget itu taman, nanti pulang sekolah mau ajak Rossa main ke sana, deh," ucap Alina di dalam mobil sang tante."Tante seneng deh lihat kamu seperti itu, mulai ceria dan makin cantik. Tante juga punya hadiah buat Rossa karena sudah menjadi teman kamu yang baik," ucap Tante Maya."Ah, Tante bisa aja. Tetapi emang bener sih kalauDi bawah penerangan lampu gudang yang minim cahaya itu, Alina menoleh ke arah kaki kanannya. Terlihat tangan kanan seseorang mencengkeram kaki gadis itu.Alina langsung menoleh ke arah tubuh bagian bawah yang menyentuh kedua kakinya. Betapa terkejutnya gadis itu kala Ia melihat sosok hantu wanita tanpa kepala. Darah masih terlihat mengalir dari leher hantu itu. Bau anyir nan amis menyeruak sampai membuat mual si penerima. Sosok itu memakai pakaian yang sama seperti mendiang ibunya saat dibunuh."Ma-ma-mama…" lirih Alina.Rasa takut langsung menghinggapi gadis yang membekap mulutnya sendiri kala itu. Alina telah terjatuh di lantai dan kengerian itu semakin dalam merasuk. Tubuhnya gemetar dengan kedua kaki yang seolah tak bisa ia gerakkan setelah sosok hantu itu makin mendekat. Padahal bagian cerebellum di kepala gadis itu sudah memberikan perintah untuk lari tetapi kedua kaki ramping itu tak mau berkoordinasi dengan baik.Tetes demi tetes darah mem
Pluk!Lembaran tisu itu ditempelkan dengan keras oleh Rossa ke dahi Aldo."Sakit, Sa, jangan kenceng-kenceng!" "Huh... dasar tukang modus!""Makanya kamu ngerjain tugas, Do, jadinya kena hukuman begini, kan?" Alina tersenyum pada Aldo."Tapi aku ngerjain tugas, tapi aku lupa bawa," sahut Aldo."Udah yuk, kita ke kantin!" Ajak Alina.Ketiganya bergegas menuju kantin."Siomay komplit, satu ya, Mang!" seru Aldo."Siap, Bos!" sahut Mang Asep, pedagang siomay di kantin.Aldo meraih peyek dalam kemasan plastik di atas meja dan membukanya. Ia mengunyahnya sebagai cemilan sebelum siomay pesanannya datang.Alina dan Rossa lalu bangkit hendak memesan bakso di kantin itu."Lin, mau ke mana?" Aldo menahan tangan gadis itu, keduanya saling bertatapan. Semua mata yang duduk satu meja itu tertuju ke arah keduanya."Aku mau beli bakso," jawab Alina langsung menep
"Hai, Alina!" sapa seorang pria yang sudah berdiri di samping meja gadis itu.Gadis itu menelisik sang pria dari ujung sepatu lalu perlahan naik menuju wajah si pria."Masih inget kan sama aku? Indra, dokter kamu di rumah sakit tempo hari," ucap Indra seraya merebahkan bokongnya di kursi seberang Alina walaupun belum dipersilakan.Pria itu dengan penuh percaya diri tersenyum pada gadis berkulit langsat dan berada di meja yang sama tanpa meminta izin dulu."Ya aku masih inget dong, kenapa juga ditanya," sahut Alina."Woi, ngapain duduk di sini, siapa yang suruh?" tanya Aldo dengan nada ketus."Kenapa harus minta izin? Memangnya kamu pacar dia?" Indra menunjuk Alina kala itu."Dia bukan pacar aku, cuma temen, aku juga lagi sama temen aku si Rossa, tuh lagi antre!"Alina menunjuk Rossa yang masih membentuk barisan bersama pemesan lainnya."Oh, bagus kalau gitu, jadi bolehlah saya duduk di sini buat menemani kalian. Kamu nggak berhak marah lho," Indra menunjuk Aldo yang tersenyum kecut ka
"Aku baru mau bilang lho kalau rumah kamu gede banget, sampai ada kolam renangnya kayak gini, eh taunya kamu langsung nyeletuk, mana ngomong tentang hantu lagi," sahut Indra."Tuh kan, capek aku curhat sama dokter jiwa macam kamu, pasti nggak percaya deh, nanti aku sumpahin ketemu hantu nanti pulang," ucap Alina dengan wajah sinis dan kesal.Alina masih menatap sinis ke arah Indra meskipun pria itu melayangkan senyum yang menggoda."Maaf deh, bukan itu maksud aku," ucap Indra."Hmmm... sama aja, kamu nggak percaya mungkin nggak pernah percaya sama yang aku bilang," sahut Alina."Sebenarnya, keponakan aku yang berusia delapan tahun juga sering bilang kalau dia lihat hantu, tapi karena aku enggak bisa lihat ya mana aku bisa percaya. Terus aku juga punya adik yang bisa lihat hantu, katanya mamaku sih keturunan dari Nenek. Tapi, aku enggak ngerasa tuh bisa lihat makhluk tak kasat mata seperti itu," ucap Indra.Indra menatap gadis di sampingnya yang ternyata sedang menatap kosong ke arah k
"Jauhkan benda itu dariku!" pekik Alina."Memangnya kenapa dengan benda ini?""Dia akan datang, dia akan datang dan membunuh kita semua," ucap Alina."Dia siapa?" tanya Indra tak mengerti."Pokoknya jauhkan benda itu dariku!" seru Alina."Oke, aku jauhin, sekarang kamu tenang, ya." Indra segera menyimpan ponsel itu ke saku celana yang ia pakai."Kita bicara di luar, atau mau tetap di sini?" tanya Indra.Alina tak menjawab, ia masih bertahan di balik selimut itu."Mbok, bisa tinggalkan kami, ada yang mungkin rahasia yang kita mau bicarakan, tapi pintunya buka aja takut fitnah," pinta Indra.Mbok Nah mengangguk, ia segera ke luar dan meninggalkan kamar Alina. Pikiran wanita itu juga bingung dan mulai ketakutan melihat tingkah aneh majikannya tersebut saat menuju dapur."So...." Indra mengernyitkan dahi berjongkok di samping ranjang Alina.Gadis itu muncul dari balik selimut. Ia mengubah posisinya menjadi duduk di atas ranjang."Kamu, kamu itu sebenarnya lelaki pertama yang masuk ke kam
Keesokan harinya, seperti biasa setelah sarapan bersama, Alina bersiap menuju ke sekolah diantar oleh Tante Maya. Gadis itu hanya terdiam tanpa berucap sepatah katapun sepanjang perjalanan. Apalagi ia masih teringat dan yakin perbuatan ritual sesat wanita yang menyetir di sampingnya itu benar adanya.Tante Maya berkali-kali berusaha mengajak gadis itu berbincang-bincang, akan tetapi Alina hanya menjawab dengan suara berdehem. Adakalanya ia mengangguk atau menggelengkan kepala.Sesampainya di gerbang sekolah, Aldo sudah berdiri di depan gerbang dan menyambut gadis itu dengan memberikan sebatang cokelat kepadanya. Alina turun dari mobil dan pamit pada sang tante. Gadis itu menghampiri Aldo kemudian."Ini untuk apa?" tanya Alina."Buat kamu, udah makan aja!" pinta Aldo seraya tersenyum manis."Cie... kok cuma Alina yang dikasih, aku enggak ada nih?" tanya Rossa yang datang tiba-tiba merangkul bahu Alina."Yah, aku cuma bawa satu. Nanti deh aku beliin lagi," sahut Aldo."Bercanda, Do, tap
Saat berada di kantin, Alina berusaha menelisik wajah Haris. Pemuda itu terlihat menunduk, ia sengaja berpaling tak mau membalas tatapan Alina. "Lin, makan dulu batagor kamu!" Rossa menyentak Alina dengan tepukan kedua tangannya. "Eh, iya ini aku makan." "Lihat apa sih kamu, liatin si Haris, ya?" Rossa langsung menerka arah gerakan bola mata lentik milik sahabatnya itu."Apa sih, cuma sekilas aja kok, habisnya dia aneh banget kayak lihat setan pas tadi menatap aku," ucap Alina."Iya sih, padahal wajah kamu kan perawatan udah cantik kayak gitu." "Alina nggak usah perawatan juga udah cantik, kok," sahut Aldo menimpali."Halah, modus aja kamu!" Rossa mencibir Aldo kala itu.Haris bangkit dan sempat melintas di samping Alina, akan tetapi lagi-lagi pria itu menghindari tatapan Alina. Namun, karena paras pemuda itu tampak bak oppa korea, banyak pula para gadis yang mengikutinya atau sekedar basa-basi ing
"Lin, tapi–" "Dengerin aku dulu! Tante Maya melumuri patung tersebut dengan darah segar dari ayam hitam tadi. Parahnya lagi ada potongan tubuh manusia yang dia ambil dari kotak. Potongan tubuh itu tuh ada dua jari tangan telunjuk manusia." Rossa makin bergidik ngeri mendengarkan Alina. "Pokoknya Tante Maya tuh kayak dukun atau nenek sihir menurutku," ucap Alina."Ah, gila! Masa iya tante kamu sendiri kayak gitu?" tanya Rossa dengan nada tak percaya."Ya, emang sih aku baru menduga-duga aja, tapi ritual yang dia lakukan 'kan serem," ucap Alina."Iya sih, jadi curiga gitu," ucap Rossa.Seorang pria yang mengenakan kemeja biru dan celana kulot hitam datang dan duduk di samping Alina. Tiba-tiba, ponsel seorang pria yang duduk di sampingnya berdering. Alina langsung menoleh dengan wajah ketakutan. Ia meraih ponsel tersebut secara tiba-tiba, lalu bangkit berdiri. Gadis itu lantas melempar benda milik pria yang tidak ia kena
Bab 140 AfraidTeriakan Nyi Asih nyaring terdengar, rupanya Rossa menusuk bola mata Nyi Asih dengan tusuk konde di tangannya."Rossa!" seketika Alina merasa dapat menggerakkan tubuhnya."Lari, Lin! Cepat lari!" pekik Rossa.Dengan mata berkaca-kaca, Alina masih enggan beranjak. Dia ingin lari bersama Rossa."Kita lari bareng!" ajak Alina."Aaaarrgghh, kalian kurang ajar! Aku akan habisi kalian berdua!" Nyi Asih mencabut tusuk konde di bola matanya. Wanita iblis itu lalu bergerak menghampiri Alina dan Rossa. Ia bersiap menghunuskan tusuk konde tersebut ke Alina. Tetapi Rossa menepisnya. Ia mengorbankan tangan kanannya dan tertusuk tusuk konde tersebut."Rossa!" teriak Alina seraya memegangi tangan Rossa.Darah mengucur dengan deras dari lukanya."Lari, Lin! Kamu harus lari! Selamatkan dirimu!" pinta Rossa."Nggak, aku nggak akan pergi tanpa kamu," lirih Alina.Nyi Asih semakin tertawa puas. Ia beranjak menghampiri dan kini hendak mencekik Alina. Tiba-tiba, sosok pria hadir dan mengha
Bab 139 Afraid"Makhluk jadi-jadian, Do," bisik Indra."Aku juga tahu kalau itu mah. Jelasnya itu makhluk apa? Mana badannya gak lengkap gitu," bisik Aldo ketakutan.Indra dan Aldo yang sama-sama ketakutan akhirnya memutuskan untuk berteriak. Beberapa warga yang mendengar langsung menoleh dan menghampiri. Mereka lantas mengejar Ningsih.Anto terlihat kebingungan. Dia masih tak menyangka kalau yang dia pikirkan selama ini benar. Ningsih adalah makhluk yang meneror warga kampung selama ini. Hatinya sangat kalut. Namun, dia begitu mencintai Ningsih.Tubuh Anto gemetar hebat. Lemas dan tiada berdaya. Namun, lagi-lagi Anto menyerah. Dia tak bisa memburu sang istri. Dia tak akan meninggalkan sang istri, dia tak bisa.Malam itu, Anto menjerit dalam hati. Dia memaksa diri untuk mengejar sang istri. Dia mau melindunginya. Meskipun dia masih tetap ngeri dan ketakutan. Akan tetapi, Anto tetep nekat berlari."Ningsih, ingin rasanya aku pergi malam ini. Aku ingin pergi jauh dari tempat ini. Sung
Bab 138 Afraid"Kita harus segera pergi dari sini, Lin. Tidakkah desa ini mengerikan jika ada kutukan seperti itu?" bisik Rossa pada Alina."Iya, kamu bener, Sa. Aku ingin segera pergi dari sini," sahut Alina."Tolong! Tolong! Tolong! Aaaaaaaaaa!" teriakan seorang wanita terdengar di kebun belakang dekat dengan arah Laras tadi berlari.Beberapa warga langsung datang mendekat. Mereka menemukan hal mengerikan lainnya. Rupanya, Laras yang tengah kerasukan baru saja menarik seorang wanita hamil dan membuatnya melahirkan. Laras merebut paksa bayinya lalu kabur."Apa yang terjadi dengan Laras?" pekik ibunya Laras."Dia pergi, Bu," jawab salah satu warga yang tengah membopong wanita korban yang baru saja kehilangan bayinya."Memangnya apa yang Laras lakukan?!" tanyanya lagi."Bu, dia bukan Laras yang kamu kenal. Dia sudah berubah seperti iblis," ujar kepala desa."Laras ditemukan, Pak Kades! Dekat sungai di sana. Katanya dia lagi makan ari-ari bayi dan menghisap darahnya," ucap salah satu w
Bab 137 AfraidTiba-tiba, saat pencarian tengah berlangsung tadi, terdengar bunyi gemerisik dari daun kering yang terinjak sesuatu. Cepat-cepat salah satu penduduk mengarahkan obor."Suara apa itu?" tanya Tarno."Babi, No!" sahut Andi."Biasa aja ngomong babinya jangan sengaja banget muncrat ke muka aku," sungut Tarno. Sontak saja Indra dan Aldo menahan tawa mereka. Rupanya memang ada seekor babi hutan yang merasa terganggu muncul di sekitar mereka. Dua babi hutan yang induk dan anak itu, melarikan diri karena merasa terancam akan kedatangan manusia."Ahh... hanya babi, biarkan ia pergi. Ayo, kita harus secepatnya membawa Laras ke rumahnya. Soalnya nanti biar Pak Ustaz yang kasih air untuk menenangkan," kata salah satu penduduk. Indra akhirnya mengerti setelah dijelaskan karena memang sudah biasa para penduduk yang kesurupan atau diganggu hal di luar nalar yang mistis, mereka akan minta air kepada Pak Ustaz atau Kyai setempat. Mereka yakin kalau ada yang sakit atau kerasukan roh jah
Bab 136 Afraid"Kamu kenapa, Istri?" tanya Indra cemas."A-aku, aku lihat–"Belum sempat Alina menjawab pertanyaan Indra seutuhnya, bus yang mereka kendarai menabrak sesuatu diikuti jeritan semua penumpang yang ada di dalamnya. Indra dengan sigap memegangi Alina. Ia melihat sekeliling dan mendapati para penumpang lainnya terhenyak di tempat duduknya. Lalu, seorang wanita berteriak ke arah jendela. "Ada yang ditabrak! Ada yang ditabrak!" serunya panik.Dua laki-laki di depan Indra dan Alina tadi segera melangkah turun dari dalam bus guna melihat siapa yang baru saja tertabrak. Beberapa penumpang lainnya mengikuti. Sementara itu, Indra tetap menemani Alina dan berusaha menenangkannya. Di depan bus tersebut langsung dipenuhi kerumunan orang yang penasaran dengan kejadian barusan. Setelah memberanikan diri, Alina mengajak Indra untuk turun. Saat itu lah mereka melihat seorang wanita tersungkur dengan darah tergenang dari tubuhnya. Tulang tangan serta kakinya patah. Perempuan ini pastil
Bab 135 AfraidLastri dirawat di rumah sakit tempat Indra bekerja. Kejadian yang berlangsung di rumah kepala desa, Kakek Anjas, menggemparkan Kampung Hijau. Semua penghuni rumahnya meninggal dunia. Hanya Lastri yang tersisa. Namun sayangnya, wanita itu mengalami gangguan jiwa."Sa, aku kok deg deg an, ya?" tanya Alina pada Rossa saat menemaninya untuk cek ke dokter kandungan."Namanya juga mau liat dedek bayi. Terus Kak Indra mana? Katanya dia mau nyusul, kan?" tanya Rossa. "Harusnya udah dateng."Tak lama kemudian, Indra yang masih mengenakan jas putih seorang dokter, berlari kecil menghampiri Alina. "Nah, berhubung Kak Indra udah datang, aku mau kasih makan siang ke Aldo, ya. Sekali lagi aku ucapkan selamat buat kalian. Yeaaayy bentar lagi ada yang panggil aku aunty cantik hihihi," ucal Rossa lalu pamit menemui Aldo.Alina dan Indra pun masuk ke ruang dokter ginekolog, rekan kerja dari Indra juga di Rumah Sakit Pelita. Indra dan Alina melihat sang jabang bayi yang berusia hampir
Bab 134 AfraidPasca membantu proses melahirkan makhluk halus, kini rumah Alina sering didatangi makhluk halus lainnya untuk meminta tolong. Sampai suatu hari, Indra berpapasan dengan seorang pria paruh baya. Seorang pria tua dengan rambut yang disanggul. Dia tampak begitu gagah meski usianya mulai renta. la berdiri di salah satu rumah yang Indra dan Alina lewati saat sedang lari pagi. Pria itu bersama seorang lelaki tua lainnya yang ada di belakangnya. Dia tersenyum ke arah Alina dan Indra.Selama beberapa saat, Alina dan suaminya melihat si kakek. Ada sesuatu yang membuat Alina tiba-tiba memperhatikannya dengan sorot mata yang tidak biasa. Setelah mata mereka akhirnya bertemu satu sama lain, akhirnya Indra menundukkan kepala sekilas memberi hormat kepada dua orang pria renta itu."Nak Indra, kan? Sini mampir! Ada yang mau saya bicarakan!" seru salah satu kakek.Indra menoleh ke Alina yang mengangguk mengiyakan. Mereka menghampiri si kakek. Namanya Kakek Anjas dan Kakek Mara. Mereka
Bab 133 AfraidSatu bulan berlalu.Pukul satu dini hari, Alina tengah terlelap dalam tidurnya ketika sayup-sayup pintu rumahnya diketuk seseorang. Alina membangunkan Indra setelah membuka mata. Suara ketukan itu makin jelas terdengar. Saat Alina dan Indra keluar kamar, Rossa juga keluar dari kamarnya."Lin, kamu dengar juga ya kalau ada yang ketok-ketok?" tanya Rossa.Alina mengangguk. "Bangunin Aldo aja apa ya. kita suruh bukain," ucap Rossa."Kita aja yang liat." Indra melangkah menuju ke pintu utama."Suami, kalau rampok, gimana?" Alina menahan lengan Indra."Istri, mana ada rampok ketok rumah? Terus mereka ngucap salam, permisi bapak, ibu, mbak, mas, saya mau ngerampok, boleh?" Indra terkekeh."Nggak lucu, Suami! Aku tuh lagi takut gini tau," sahut Alina ketus.Alina dan Rossa lantas mengikuti Indra. Hanya Aldo yang tak tampak batang hidungnya karena sangat terlelap. Indra lantas mengintip dari balik tirai. Dia mendapati seorang pria dan wanita dengan perut buncit menahan sakit m
Bab 132 Afraid"Tuh kan nggak ada siapa-siapa, Kak. Balik ke dalam aja, yuk!" ajak Aldo."Kalau gitu anterin aku ambil buku di mobil!" titah Indra yang sebenarnya agak takut juga setelah tak menemukan apa pun di atap dapur dan halaman belakang rumah.Suara misterius itu pun menghilang dan tam terdengar lagi. Pasalnya Alina dan Rossa yang ketakutan memutuskan untuk membaca Al-Qur’an Surah yasin dan memohon perlindungan pada Allah. Suara misterius itu pun hilang. Mereka pun bisa tertidur lelap dan tenang malam itu. Malah Indra akhirnya memutuskan untuk tidur satu kamar dengan Aldo dikarenakan takut diganggu lagi oleh makhluk halus seperti tadi.***Keesokan harinya, Indra dan Aldo berangkat ke rumah sakit untuk menemui Tuan Dadang dan memulai bekerja di sana. Indra akhirnya berhasil mendapatkan pekerjaan untuk Aldo sebagai tenaga medis yang menangani kamar mayat. Meskipun takut, tetapi demi mendapatkan uang untuk menikahi Rossa, Aldo siap dipekerjakan di kamar mayat. Toh, Indra juga aka