Di bawah lautan bintang El berjalan dengan raut wajahnya yang sendu. Hanya ada beberapa batu nisan di padang rumput yang luas ini.
"Apa kabar?" Tanyanya pada sebuah batu nisan yang sangat terawat.
Diletaknya buket bunga mawar merah kesukaan gadis yang telah tiada itu di depan batu nisan.
Begitu banyak yang ingin El sampaikan. Tentang hari-harinya di sekolah, tentang manusia-manusia yang mengikat kontrak dengannya, segalanya. Dia ingin menceritakan segalanya. Tapi El tahu gadis itu tidak akan mendengar ceritanya, bahkan arwah gadis itu sekalipun.
Bayang-bayang masa lalu yang buruk itu muncul begitu saja begitu El menatap batu nisan itu.
(Flashback on)Kala itu semuanya tampak hancur di matanya. Barang-barang di kamar yang besar itu hancur dan berantakan. El langsing berlari ke arah tubuh seorang gadis yang sudah terkulai lemas.
"Apa yang terjadi?!" Teriak El, terdengar jelas bahwa dia sangat khawatir
Tangan berkulit pucat itu menengadah ke arah matahari yang menyinari bumi guna menghalau sinarnya yang menyilaukan. Matahari begitu terik di tengah hutan ini, seakan dia sangat semangat untuk memberikan cahayanya pada bumi. Sangking semangatnya, awan bahkan sulit untuk menutupi cahaya itu. Dan begitulah cara matahari hari ini menyinari bumi.Kaki tanpa alas itu terus menginjak rumput dan tanah yang kering. Sesekali pemiliknya menatap jalan apa yang akan dia lalui, berjaga-jaga agar tidak menginjak sesuatu yang dapat melukai telapak kakinya.Burung berkicau begitu tenang dan riang, berbanding terbalik dengan Violet yang kini terlihat begitu resah. Pasalnya sudah lebih dari satu jam dia terus mengitari hutan ini, tapi tak kunjung menemukan jalan keluarnya."Gue dimana, sih?" itulah kalimat yang sedari tadi ia lontarkan pada angin.Dirinya merasa asing tidak asing dengan hutan ini. Dan juga
El berada beberapa meter di depannya, berdiri dengan wajah angkuh sambil menatap dirinya yang terus melangkah mendekat. Diantara kerumunan para siswa dan siswi yang masuk, pria itu seolah menantang arus dengan berdiri membelakangi mereka. Berdiri tepat di tengah lapangan sekolah.Awalnya Violet hendak melangkah lurus dan tak menghiraukan pria aneh itu, tapi seperti bisa ditebak, suara aneh nan misterius itu muncul di saat yang seperti ini. Dia sempat heran, kenapa suara si misterius tidak muncul padahal sudah lewat 10 hari. Rupanya dia mengincar situasi ini agar dapat mempermalukan Violet di tengah keramaian."Akh!" Violet berhenti berjalan saat dirasanya sakit luar biasa di telinga yang menjalar sampai ke kepala."Hai! Udah lama kan lo ngga denger suara gue?" suara itu terdengar cekikikan, "Kangen nggak?""Pergi lo!" Violet berbisik, "Lagian lo nggak bakalan bisa ngapa-ngapain."
Langit yang berwarna merah bagai sedang dilahap api yang membara cukup membuat siapapun merinding dengan keanehan tersebut. Tidak ada hawa positif dari langit dan tanah ini, hanya ada hawa negatif yang seakan-akan mengatakan tempat ini hanya untuk orang-orang yang berdosa.Neraka. Nama tanah yang gersang serta langit berwarna merah bagai darah yang sedang El pijaki ini adalah neraka.Setelah beratus-ratus tahun lamanya, akhirnya El menjejakkan kakinya di neraka. Tanah yang sudah membuangnya ke dasar bumi."Tuan muda?"El berhenti melangkahkan kakinya di sebuah istana megah berwarna hitam kala seseorang memanggilnya. Dengan angkuh El menatap makhluk berkaki 4 dan bertangan dua yang sedang menundukkan badannya dengan sopan."Sudah begitu lama tuan tidak kemari.""Tidak usah berbasa-basi. Bawa aku ke tempat Amon." ketus El. Menjijikkan se
Violet yakin 100% kalau keluarganya sedang mengalami kekerasan dalam rumah tangga yang biasa dia lihat di televisi.Itulah kesimpulan yang dia dapat setelah bertengkar dengan ayahnya tadi dan melihat bukti yang ia lihat dari tubuh sang ibu. Otaknya sudah berputar-putar, berusaha untuk menyangkal itu tapi dia tetap sampai pada titik kesimpulan itu.Keluarganya mengalami KDRT."Gue bahkan nggak bisa nangis lagi." gumamnya. Orang bilang menangis tidak akan menyelesaikan masalah, tapi bukankah menangis setidaknya dapat membuat hati menjadi lega?Violet tidur menyamping, menghadap pintu balkon yang sedang memperlihatkan bulan purnama yang bersinar dengan indahnya. Bersamaan dengan matanya yang melihat ke arah bulan, pikirannya sibuk mempertanyakan ini dan itu.Sejak kapan ini semua terjadi? Apa ini salah satu efek samping dari permintaannya pada El hari itu? Apa ini semua salahn
"Tidur di rumah saya saja."Violet, gadis 17 tahun yang baru saja kabur dari rumahnya. Mendapatkan bantuan tempat tinggal dari orang yang selalu mengaku sebagai pacarnya.Violet yang baru saja memikirkan dimana dia akan tinggal seolah terbantu dengan tawaran itu. Dan tanpa ragu dia mengiyakan tawaran El."Oke."Dan begitulah caranya mereka bisa duduk di ruang tamu rumah bertingkat dua yang berseberangan dengan rumah orang tua Violet. Takut ketahuan? Justru mungkin rumah ini yang paling tidak mereka duga kalau ada putri mereka di sini. Eh, tapi ibunya tahu kan kalau ini rumah El?El melihat ke arah jam dinding. Jarum pendek sudah menunjuk ke angka 10, "Hari sudah malam. Apa kamu mau tidur?"Violet yang sedari tadi hanya melamun menoleh ke arah El yang sedang menatapnya, "Iya.""Biar saya tunjukkan kamar yang dapat k
El membanting tubuhnya dengan kasar di atas kasur. Dia berusaha sekuat tenaga menahan emosi yang hampir saja meluap, kalau saja dia tidak menyingkirkan Amon secara cepat tadi. Mungkin kalau Amon masih ada di sana, rumahnya sudah hancur sekarang. Lalu siapa yang akan bertanggung jawab kalau rumahnya benar-benar hancur? Amon sialan itu kanntidak punya harta benda di bumi untuk membayarnya.Dengan tubuh telentang, El kembali mengingat percakapan Amon dan Violet tadi. Violet berkata dia sudah tidak sanggup lagi. Dan kata-kata itu terus terulang di kepalanya."Apa ini akhirnya? Akhir hidupku?" gumamnya pelan.El menutup matanya menggunakan lengan. Pikirannya berkelana jauh pada beribu-ribu tahun yang lalu. Hari dimana ia masih berusia 100 tahun.Saat itu fisiknya masih berupa anak kecil yang berusia 3 tahun. Tapi kekuatannya luar biasa hebatnya. El kecil dapat menyaingi berbagai macam ib
(flashback on)Mawar menjalani hari-harinya sebagai pelayan dengan ceria dan bahagua. Rekan kerjanya baik padanya, tidak seperti orang-orang jahat di tempat pub ia bekerja dulu. Bahkan mereka senang sekali memuji Mawar, tentang betapa bagusnya kerja dia.Dulu sebelum bekerja di kediaman ini, dia bekerja di sebuah pub. Dimana para tentara yang lelah sehabis bekerja atau berperang yang ingin bersantai menghabiskan waktu mereka di sana. Pub itu bisa dibilang neraka, setidaknya bagi Mawar.Para tentara yang kejam itu sering melecehkannya, bahkan beberapa kali memaksanya untuk tidur bersama. Mereka menyebutnya "Hoer" atau pelacur ketika ingin melampiaskan hasrat mereka yang menjijikkan itu. Apalagi dia satu-satunya wanita dewasa yang melayani tamu di pub itu. Karena tenaganya, Mawar tidak dapat menolak. Belum lagi pemilik pub itu semakin diuntungkan kalau Mawar tidur dengan para tentara itu, pemilik pub itu akan m
(flashback on)Mawar bersenandung riang dengan tangan yang fokus menggerakkan sapu, membersihkan halaman belakang yang dipenuhi dedaunan kering."Tampaknya kau sangat senang."Mawar langsung menoleh saat mendengar suara lembut seorang wanita. Itu Luna. Seperti biasa dia tampak anggun dan begitu cantik dengan setelan pakaiannya yang sederhana."Iya, nona.""Apa pekerjaan di kediaman ini membuatmu lelah? Bukankah ada begitu banyak pekerjaan yang menumpuk?"Mawar menggeleng pelan, "Tidak, nona. Saya sama sekali tidak kelelahan. Justru saya senang bekerja di sini.""Apa karena tuan El?"Mendadak suasana menjadi kaku dan canggung karena pertanyaan dengan nada serius yang Luna lontarkan untuk Mawar.Mawar tersenyum canggung, "Maksud nona ap--"&nb
Dear Violet,Saya tidak tahu harus menulis surat yang bagaimana. Tapi saya tahu ajal saya tidak akan lama lagi. Jadi saya memutuskan untuk menulis surat.Saya hanya ingin kamu bahagia selalu dan juga tetap sehat. Jangan terlalu sering melamun dan makan yang banyak karena saya sering memperhatikan kalau kamu jarang sekali makan.Perlu kamu ketahui, saya benar-benar ingin kamu bahagia. Terlepas kamu adalah mawar atau bukan. Bagi saya, kamu hanyalah Violet sekarang. Tapi saya harus mengakui kalau saya mencintai kamu dari dulu sampai sekarang.Mungkin kamu tidak akan menemui saya lagi kalau sudah membaca surat ini. Karena mungkin saja saya sudah mati, atau mungkin kita berdua akan sama-sama mati? Yang jelas saya ingin menulis surat ini untuk kamu.Saya tidak pernah menulis sepanjang ini, jadi maklumi saja kalau isi surat ini aneh.Saya tah
"Kak caramel macchiato satu, dong."Violet tersenyum dan mengangguk menerima pesanan yang datang. Dengan lihai gadis itu membuat pesanan."Terima kasih, silahkan menikmati." Violet tersenyum seraya memberikan cup gelas itu kepada pembeli.Gadis itu kemudian membersihkan gelas-gelas yang kotor di meja. Dan mengelapnya agar lebih bersih. Apalagi terdapat bekas embun air yang jatuh ke meja, tentu harus dilap kan?"Oi, Violet!"Violet menoleh saat mendapati suara yang familiar di telinganya. Senyuman lebar Violet berikan pada orang itu."Lucy,"Lucy langsung saja duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan meja barista. Agar dapat lebih leluasa berbicara dengan Violet."Lagi di sini, ya?"Lucy mengangguki pertanyaan Violet, "Aku sedang bertugas 'lagi'." jawabnya
"Sudah lama ya, El."El langsung saja menolehkan kepalanya kaget. Pria itu langsung menyembunyikan Violet di balik punggungnya yang lebar. Violet tidak dapat melihat ekspresi dari El, yang jelas dia tangan El gemetaran.Dengan tangan yang berada di belakang memegangi Violet, El berteriak marah pada lelaki yang baru datang itu. "Apa yang kau lakukan di sini?!"Violet merinding mendengar kekehan yang pria itu keluarkan. Dalam hati gadis itu bertanya-tanya, siapa yang datang secara tiba-tiba itu? Apakah dia seorang iblis juga? Violet tidak sempat melihat wajahnya karena keburu ditarik ke belakang oleh El, tapi dia tahu kalau itu bukan Amon.Terutama aura yang sangat mencekam yang pria itu keluarkan. Amon memang menyeramkan tapi dia tidak mengeluarkan aura seperti ini."Tentu saja aku datang untuk membunuhmu."El semakin mengeratkan
Kamar El sudah tak terlihat sebagai tempat yang dapat untuk ditiduri lagi. Pasalnya begitu banyak barang yang hancur, sudah tidak terbentuk lagi karena El melempar semua benda yang ada di ruangan itu.Mulai dari lampu, meja, lemari, bahkan pakaiannya. Semuanya dia hancurkan. Guna untuk melampiaskan amarahnya yang bahkan tidak bisa ia salurkan dengan teriakan.Otaknya terus dipenuhi dengan pikiran-pikiran jahat. Pikiran untuk melenyapkan siapapun yang membocorkan hal itu pada Violet. Dan ya, Lucy akan menjadi yang pertama. Lalu mungkin Bunga akan menjadi yang selanjutnya."Sialan!" makinya entah untuk yang ke berapa kali.Siapa yang harus dia salahkan kini? Siapa yang harus menjadi sasaran amarahnya kini? Violet sudah mengetahui semuanya, semuanya sudah hancur! Hancur menjadi leburan.El memukul-mukul kepalanya, lagipun bagaimana bisa dia tidak mengetahui k
Suara kaki Violet yang beradu dengan tanah karena terseret-seret mengikuti langkah kaki El yang terburu-buru begitu jelas terdengar. Ditambah lagi jalanan yang sepi, malah hampir tidak dilalui orang membuat suara itu kian jelas terdengar. Ringisan juga tak luput berhenti Violet keluarkan, karena El yang terus menarik lengannya dengan kasar.Violet berusaha menggoyang-goyangkan tangannya agar terlepas dari genggaman El, namun yang ada lengannya malah dicengkeram semakin erat. "El! Lepasin! Gila ya lo?!"Bagai tersadar, El pun berhenti berjalan dan melepaskan cengkeramannya. Tertangkap oleh indera penglihatannya kalau lengan Violet membiru.Nafas pria itu tampak memburu, seperti menahan sesuatu yang hendak meledak dari dalam dirinya. Padahal seharusnya Violet lah yang kini mengamuk padanya."Kenapa kamu menemui dia?!"Violet yang sedari tadi mengelus pergelangan tangann
Selama perjalanan pulang, Violet hanya diam dan menatap keluar jendela mobil. El sebetulnya heran dengan sikap diam itu, tapi tidak mau bertanya lebih jauh. Sampai mobil mereka yang sudah sampai di basement apartemen pun, Violet masih tidak sadar dan terus melamun."Kita sudah sampai." ucap El pada Violet beserta tepukan pelan ia beri di bahu gadis itu.Violet langsung terperanjat, "O-oh udah sampai."Karena rasa penasaran yang tak dapat dia bendung, akhirnya El pun bertanya. "Kamu melamun kan apa?""Enggak, kok." kilahnya, "Yuk, turun." Violet berusaha mengalihkan perhatian El dengan mengambil barang-barang yang baru saja El bawa. Dan El pun membantunya untuk membawa bungkusan-bungkusan pakaian itu, karena memang lumayan banyak.Di dalam lift pun suasana di antara mereka kian canggung. Padahal sebelumnya mereka bersenang-senang dengan riang gembira
Saat Violet membuka matanya, rasa pusing yang pertama kali dia rasakan. Mungkin ini efek tidur terlambat, ralat, sangat terlambat. Terakhir kali dia melihat jarum jam sudah mengarah ke angka 4 dan sekarang baru pukul 8 pagi. Inginnya tidur lagi, tapi matanya tidak dapat dipejamkan lebih lama.Karena tak dapat kembali tidur, mau tak mau Violet pun beranjak dari kasurnya. Sambil memegangi kepalanya yang nyeri, gadis itu berjalan ke arah balkon kamar yang ia tempati untuk merasakan udara di pagi hari.Tapi suara ketukan pintu membuat Violet berhenti melangkah ke arah pintu balkon dan berjalan dengan kaku ke arah pintu kamarnya."Y-ya?" aduh, ketahuan sekali kalau dia menjadi gugup karena ketukan itu.Terdengar suara deheman pelan dari luar, "Sarapan."Violet mencibir mendengar ucapan singkat nan padat yang El beri.Bukankah hanya ak
Mata Violet terlihat kosong saat bertanya pada El bersamaan dengan suaranya terdengar begitu sendu."Kenapa lo menghalangi gue buat mati?"El mengerjapkan matanya pelan saat mendengar pertanyaan yang paling dia hindari seharian itu akhirnya keluar juga. Pria itu memalingkan wajahnya, tidak tahu harus menjawab apa."Jawab gue." Violet berkata pelan, namun terdengar begitu menusuk dan menuntut.Melihat El yang hanya dapat diam, Violet melanjutkan perkataannya. "Seharusnya lo yang paling pingin gue mati."El langsung menatap marah Violet. Pria itu juga langsung berdiri. "Maksud kamu apa berkata seperti itu?!"Violet menatap El dengan sorot mata yang tak dapat diartikan. Begitu banyak yang ingin gadis itu katakan, tapi lidahnya terlalu kaku untuk dia gerakkan. Mengingat bagaimana perlakuan kejam El padanya selama ini, lalu secara tib
Hening.Kata itulah yang menggambarkan bagaimana keadaan ruang makan di apartemen milik El itu. Hanya ada suara sendok yang beradu dengan piring lah yang mengisi kekosongan di antara mereka.Violet merasa canggung selama dia menyuapi makanannya ke mulut. Pasalnya hanya dirinya sendiri yang makan, tidak masalah apabila El tidak makan dan meninggalkannya sendirian. Tapi masalahnya terletak pada El yang duduk dihadapannya dan menatap dirinya yang sedang makan dengan tatapan yang sangat lurus dan serius. Seperti mengamati hewan peliharaannya yang sedang makan.Violet meletakkan sendoknya dan membalas tatapan El, "Kenapa lo lihatin gue terus, sih?" tanyanya kesal."Tidak ada." jawab El langsung yang mana hal itu semakin membuat Violet kesal.Akhirnya gadis itu melanjutkan makannya walau risih masih mengikuti karena El yang tak berhenti menatapnya.