Pembersihan besar-besaran. Begitulah bunyi perintah dari Raja Dimitri. Setelah kesepakatan yang mereka buat, akhirnya dibutuhkan tindakan tegas untuk mengurangi perselisihan di tubuh Aliansi dengan melakukan pemeriksaan. Sejak beberapa waktu yang lalu Raja Dimitri membentuk tim khusus untuk melakukan pengintaian, pemantauan, serta memata- matai anggota aliansi yang dicurigai. Dan, ternyata hasilnya sangat mengejutkan. Hampir seluruh anggota Aliansi, termasuk para petinggi di Moon Kingdom melakukan penghianatan.
Mulai dari membocorkan rahasia dari dalam serta melakukan perusakan dan permainan curang. Merampas dagangan rakyat, meminta uang pasar yang menekan pedagang di istana sendiri maupun yang datang ke negara satuan Aliansi.
“Ini tidak bisa dibiarkan. Kita harus melakukan tindakan tegas.” Raja Dimitri meminta orang kepercayaannya untuk mengumpulkan penghianat itu. Harus ada hukuman jelas di antara mereka.
Setidaknya ada dua ratus tiga puluh tiga pe
Raja Dimitri, Raja Torigus, Raja Fous, Raja Radin IX dan Ratu Maya menduduki bangku kebesaran yang melingkar dengan sepuluh bangku mengelilingi satu meja batu bundar besar. Mereka berada di tengah ruangan khusus kerajaan. Vivian dan Jemy yang bergabung belakangan dipersilahkan duduk dan mengisi salah satu dari lima bangku yang kosong. Vivian menatap kelima raja itu dengan cemas. Dia tidak mengerti mengapa dibawa ke tempat ini. Raja Dimitri dapat melihat kecemasan Vivian. Raja Agung itu berdiri dari tempatnya dan berjalan ke meja batu bundar besar yang di tengah-tengahnya kosong.“Vivian, kami sudah berdiskusi dan bermaksud untuk mengatakan ini. Mengingat usiamu yang akan menginjak delapan belas tahun,” kata Raja Dimitri sembari menunggu reaksi dari Vivian.Gadis itu masih diam dan menatap Raja lainnya dengan takut-takut. Raja Dimitri menyentuh meja batu besar tadi dan terlihat cahaya berpendar dengan aneka warna bergaris tipis, kini berpadu membentuk jalina
Mata itu menatap nyalang ke arah gadis yang kini menggigil kedinginan disiram air danau buatan yang berada di belakang halaman istana. Suara jerit ketakutannya menggema membangunkan setiap orang di istana. Bulan bulat penuh keperakan menggantung indah di langit malam bertabur bintang, menyinari langkah kaki-kaki ksatria yang bergerak cepat menyusul suara jeritan berasal. Ada tawa di sana, sebuah tawa merendahkan, mengejek penuh cela pada gadis yang masih menggigil nyaris beku di tengah danau. Suara tawanya semakin jelas saat rombongan ksatria sudah mengelilinginya, membentuk barisan bagaikan kumpulan semut memperebutkan gula.“Tolong aku!” jerit Hera dari tengah danau.Air matanya bercampur dengan air danau, tidak terlihat sama sekali bahwa dia baru saja menangis, hanya bengkak merah di pipinyalah yang menunjukkan keadaannya yang sedikit menyedihkan dengan baju basah seluruhnya. Mulai dari kaki hingga kepala, semua tampak kacau. Semakin membuat Silvia puas.
Silvia menepis tangan Aaron, bergerak menjauh dan menenangkan napasnya yang memburu menahan amarah sejak tadi. Setelah menguasai diri barulah dia sadar di mana dirinya saat ini. Ada begitu banyak kepala binatang buas berjejer rapi di dinding ruangan itu, dan terlihat sebuah tempat tidur besar di sudut dengan lemari berwarna hitam terbuat dari kayu maniro yang berusia ribuan tahun, juga perlengkapan perang seperti baju zirah emas dan puluhan pedang aneka bentuk serta ukuran terpajang rapi di sebelahnya.Kamar ini begitu luas dengan dominasi abu-abu kehitaman. Penerangan satu-satunya hanya dari lentera kecil dan beberapa lilin yang terpasang di dinding batu. Penciuman Silvia dapat merasakan bau maskulin dari bunga lilac, kulit kayu troof serta kayu maniro dari lemari, dan keringat? Oh itu keringatnya sendiri, karena upaya memberontaknya. Silvia menatap ke bawah kakinya, dia merasakan bulu-bulu halus di kaki telanjangnya. Gadis itu baru ingat
Gelap, kata pertama yang terucap dari bibir mungilnya. Tangannya menyilang di atas kepala, menutupi kedua mata dengan telapak tangan halus yang berpeluh hingga membuat wajahnya basah. Dia tersadar saat mendengar derit pintu yang terbuka, menunjukkan sosok menjulang tinggi dengan cahaya terang di balik punggungnya, sehingga menutupi wajahnya yang tersembunyi dari cahaya. Jelas itu seorang pria, dengan jubah kerajaan dan pedang di sebelah celana kiri dengan potongan rambutnya yang rapi berwarna hitam sedikit keemasan dan lambang Moon Kingdom berbentuk bulan dengan dua sayap di tengahnya tampak berkilau terkena bias cahaya dari sarung tangan yang dipakainya.Samar-samar Vivian melihat sudut-sudut bibir pria itu tertarik ke atas saat menatapnya, dan ia dapat merasakan tatapannya yang tajam, namun penuh perlindungan, tidak menyakiti ataupun mengintimidasi, karena memang begitulah cara pria itu memandang sesuatu tanpa emosi tergambar di wajahnya yang tentu saja sangat dipu
Para ksatria dan petinggi lainnya bergerak meninggalkan ruang pertemuan dan menyisakan enam orang di dalam. Raja Dimitri, Raja Fous, Raja Radin IX, Raja Torigus, Ratu Maya dan Jemy masih duduk di tempat masing-masing. Lima orang lainnya memandang Raja Dimitri yang kini duduk dengan wajah tidak bersemangat.“Apa dia sudah membuat keputusan?” tanya Raja Torigus dengan raut serius.Mendengar pertanyaan itu membuat Raja Dimitri semakin tampak lesu, bahkan gurat di wajahnya semakin menunjukkan wajah tuanya yang dimakan usia. Dia menghembuskan napas berkali-kali, terlihat gusar dan tidak tampak ketenangan yang selama ini ia perlihatkan pada bawahannya saat mereka mengadakan rapat seperti tadi. Dia tetaplah manusia biasa.“Dia ... menolak dengan keras, katanya dia tidak akan mengangkat wanita manapun sebagai selir,” jawab Raja Dimitri penuh penyesalan pada teman sesama aliansinya.Raja Fous mengetuk meja, manarik perhatian mereka semua. &
Gadis itu tertawa dengan suara merdu yang mengalun bagai nyanyian peri di malam purnama. Begitu indah menyentuh hati siapa saja. Tidak ada yang lebih mempesona dari wajahnya yang bersinar di bawah sinar rembulan, dengan rambut hitam cokelat madu dan tubuh tinggi semampai. Bahkan jari jemari lentiknya yang bergerak ringan di udara membuat mata yang melihatnya terhipnotis akan pesonanya.Saat itu dia tersenyum pada pria yang masih duduk tenang di hadapannya, terlalu hanyut dengan nyanyian serta tarian gadis tersebut. Mereka berdua berada di hamparan bunga di dekat sungai yang berarus jernih di bawah sinar rembulan yang menyinari. Pria itu tertawa bahagia saat gadis di hadapannya salah melafalkan lirik, dan begitu seterusnya. Gadis itu sengaja membuat banyak kesalahan hanya untuk mendengar suara tawa dari pria itu dengan berkali-kali melupakan gerakan tariannya yang tidak sesuai dengan nada lagu.“Apa kau akan terus bertingkah kekanakan dengan tarian konyolmu itu?&r
Jemy menatap nanar pada tubuh Vivian yang berbaring di dipan. Beberapa tabib serta ahli pengobatan lainnya mondar-mandir di sekitar. Mereka bekerja, membalut luka Vivian. merasa tidak kuat dengan pandangan itu, Jemy keluar dari ruangan yang dirasanya menyesakkan dan berjalan terseok-seok ke jalanan berbatu tak jauh dari tempat Vivian diobati.Jemy berhenti sebentar saat matanya mendapati tubuh seorang pria yang meninju pohon oak sekitar sepuluh meter di depan. Tangan pria itu mengepal keras, mengadu kekuatan dengan pohon yang menjadi sasarannya. Dia melampiaskan amarah serta emosinya yang tertahan. Tak dipedulikannya lagi luka yang begitu menggigit kulit serta darah yang mengalir hingga siku dan menodai jubah kerajaannya.“Berhentilah menyakiti diri,” kata Jemy dengan suara tenang meskipun dia juga sama marahnya dengan Aaron saat ini.Jelas sekali Aaron begitu terguncang, tapi jemy bertanya-tanya mengapa. Setahunya, pangeran satu itu tidak p
Hari itu semuanya berduka, matahari tampak redup ditutupi awan, dan langit tidak lagi biru karena mendung. Hembusan angin seolah memaksa semua orang untuk bersembunyi di balik selimut mereka. Bahkan cuaca mendung seperti ini terasa lebih dingin dibandingkan salju yang turun. Di sana, sepasang mata menatap tubuh tak berdaya itu dengan rasa bersalah dan sesal yang masih mengakar. Bagaikan kuku-kuku elang yang mengoyak tubuh mangsanya hingga tinggal cacahan daging tanpa bentuk.Lihat saja pada wajahnya yang waspada, sesekali mengawasi tubuh di hadapannya jika ada sedikit saja pergerakan yang sebenarnya tidak berarti, karena tubuh itu tetap terbaring di sana. Sudah dua hari ia menunggu tanpa hasil, selama itu pula telah terjadi kehebohan dalam istana. Kerajaan Xurcic mendatangi Moon Kingdom, meminta puteri mereka dibebaskan dan dengan tidak tahu malu melemparkan perjanjian yang menutup mulut para petinggi aliansi. Raja Bernet sendiri yang menemui Raja Dimitri dalam suasana menega
Awalnya Aaron ingin mencapai perdamaian dengan sedikit bernegosiasi pada Herold. Seingatnya pria itu bukanlah orang yang haus darah ataupun kekuasaan. Jelas sekali pria yang membawa pasukan Kaum Gouwok dan Abandonis ini sangat berbeda dengan pria yang dikenalnya lima tahun yang lalu.Pasti sesuatu sedang terjadi.Batin Aaron masih dengan pandangan berkabut marah. Katalput dalam peti yang Kaum Gouwok bawa sudah mereka keluarkan dari peti, begitu pula meriam kecil dan sebuah senjata yang terbuat dari besi sepanjang satu meter berdiameter dua puluh centi tampak berdiri kokoh di barisan belakang Kaum Gouwok. Ketiga senjata itu diarahkan tepat ke barisan Moon Kingdom.“Untuk apa kau mengeluarkan senjata itu? kita akan bertarung dengan jarak dekat, jadi simpan mereka karena kau tidak akan memerlukannya,” kata Aaron dengan nada mengejek.Herold tertawa mendengar perkataan Aaron. “tidak, aku tidak menggunakan benda-benda itu dalam perte
Nervi, salah satu dataran terjal dengan barisan tebing dan bukit juga lembah yang hanya dipenuhi tanah cokelat berbatu. Tempat tertandus setelah Corgonla, salah satu jalur neraka bagi pengembara. Namun medannya yang berat sangat menguntungkan bagi Aaron untuk memulai rencana peperangan mereka. “Tugaskan pemanah di sekeliling bukit, buat barisan serapi mungkin untuk mengepung mereka,” kata Aaron memberi tugas pada para Archer untuk membuat dua lapisan pasukan pemanah di atas bukit yang mengelilingi jalur yang pastinya akan dilalui Kaum Gouwok.“Lalu letakkan masing-masing meriam di sini,” tunjuk Aaron pada sepuluh titik yang paling strategis untuk membidikkan meriam.“Pasukan bersenjata bersembunyi di sini,” kata Aaron lagi menunjuk pada beberapa goa dan ceruk menjuruk ke
Udara terasa panas menyengat kulit makhluk yang berada di bawah terik matahari termasuk iring- iringan pasukan Moon Kingdom menuju Nervi, masih ada perjalanan selama satu hari satu malam sebelum mereka tiba ke tujuan. Pasukan itu melewati daratan Raeng yang dipenuhi tanaman perdu, kemudian mereka memasuki lembah Antontem dengan tebing runcing yang rawan longsor. Aaron membawa mereka melewati jalur yang tidak biasa agar kedatangan mereka ke Nervi tidak terendus oleh Kaum Gouwok yang juga sedang menuju perjalanan ke Nervi.Sebisa mungkin Aaron serta pasukannya datang lebih dulu sebelum Kaum Gouwok sampai di Nervi agar rencana mereka bisa berjalan semestinya. Beberapa kali pasukan yang Aaron pimpin beristirahat untuk memberi makan para ksatria, namun dia hanya memberi jeda selama setengah jam sebelum akhirnya kembali meneruskan perjalanan. Jalanan yang mereka lalui terasa sangat berat diakibatkan perbukitan terjal, tiupan angin lembah yang hangat membakar kulit, maupun sengatan
Aaron melangkah pelan mendekati dipan yang ditiduri Vivian. Sejak saat itu dia sering mendatangi balai pengobatan dan berjaga di sebelah Vivian. Pandangan Aaron jatuh pada tubuh rapuh yang tergeletak lemah tanpa daya. Kulitnya begitu pucat, lebih pucat dari biasanya. Namun wangi tubuhnya masih kuat, menebarkan aroma mawar yang menggoda. Dalam keadaan seperti ini Vivian tak ubahnya seperti gadis yang tidur biasa. Tidak tampak tanda-tanda dia baru mengalami percobaan pembunuhan.“Bisakah Pangeran bergeser. Kami hendak memeriksanya.”Seorang pria tinggi berambut panjang sebahu dengan baju hijau daun mendekati Aaron dan berdiri di sebelah Vivian, tepat di depan Aaron. Dan satu pria lagi mengikuti di belakangnya dan bergerak ke sebelah Aaron. Kedua pria itu adalah tabib istana, jelas terlihat dengan baju kebesaran mereka yang berwarna hijau daun. Sampai saat ini Aaron sudah melihat mereka tiga kali. Keduanya adalah muridnya Sue yang bernama Jeid dan Hazu.
“Aku tidak tahu apakah kita bisa menang, tetapi aku akan melakukan apa pun untukmu Pangeran. Hidupku adalah milikmu Yang Mulia.” Morio memberi hormatnya dengan membungkukkan tubuh ke hadapan Aaron.“Berapa kali harus kukatakan bahwa aku tidak suka cara kalian membungkuk padaku, cukup mengatakan apa yang kalian rasakan tanpa harus memberi penghormatan lebih seperti itu. Aku hanya manusia biasa yang beruntung terlahir dalam lingkaran keluarga kerajaan,” ujarnya.Para ksatria tersenyum, mereka sangat mengenal watak Aaron yang tidak terlalu membanggakan identitasnya sebagai Putera Mahkota. Dia lebih senang berbaur bersama mereka yang kastanya lebih rendah karena bagi pangeran muda itu mereka semua sama, status yang manusia ciptakanlah yang membuat mereka membedakan diri satu dengan yang lain.“Lalu apa rencana kita Pangeran?” Jackuen membuat semua yang hadir terdiam dengan pertanyaan krusialnya. Mereka kini fokus mencari solusi.
Beberapa pria berbadan besar dengan baju perang lengkap yang mereka kenakan tampak berlari dengan terburu-buru ke arah Istana Utama. Ksatria yang tadinya sibuk berlatih kini menghentikan aktivitas dan menatap waswas melihat sepasukan tentara berzirah perak itu memasuki istana. Melewati mereka yang mulai memberi perhatian pada barisan pasukan khusus. Morio menatap mereka sembari mengeratkan pegangan pada busur panahnya. Dia mengangguk pada pimpinan pasukan yang berjalan paling depan dengan langkah terburu-buru. Ini bukan saatnya untuk saling sapa dan sekedar berbagi kisah dengan sejawat lama, karena kedatangan pasukan berzirah perak itu bukanlah pertanda baik. Mereka pasukan elit terlatih yang bertugas sebagai mata-mata dan juga penjaga perbatasan Moon Kingdom dan kerajaan di bawah aliansi.“Pasti sesuatu yang buruk sedang terjadi,” bisik Jackuen dengan ngeri. Berkali-kali dia menelan salivanya menatap kedatangan pasukan itu.“Ya, dan kedatangan mereka
Tidak ada yang menyadari rencana Zasier yang sebenarnya dan dia merasa seperti tuhan yang bisa mempermainkan nasib siapa saja di atas telapak tangannya. Hanya untuk sebuah kesenangan. Besmut balas menatap tuannya itu dengan tatapan sama liciknya. Mereka duo iblis yang kompak dalam konspirasi ini. Setelah jamuan itu berakhir Zasier meninggalkan meja makan dan dia memasuki ruang pribadinya, yaitu kamar yang sangat luas dengan ornamen patung burung Jajova—lambang kekuasaannya—dan juga kepala serta tengkorang manusia yang diawetkan. Ada karpet persia berwarna merah maroon yang melapisi lantai, sebuah tempat tidur yang bisa memuat lima pria dewasa di tengah ruangan dengan tiang-tiang tinggi berhiaskan kelambu berwarna kelabu. Ruangan itu didominasi warna merah darah berpadu hitam pekat yang dindingnya berlapiskan bebatuan dari Lembah Aeramus—lembah terdalam dan paling mematikan dengan tambang batu mulia termahal di dunia. Sebuah rak buku seluas dinding di depan
Sesuatu yang dingin menyentuh tubuh Aaron hingga dia terbangun dan mendapati dirinya sedang tertidur di atas rerumputan tepat di halaman belakang istana di dekat danau. Kepalanya bergerak perlahan ke samping dan hampir saja dia terlompat dari tempatnya berbaring ketika mendapati tubuh Sue yang ikut berbaring di sebelahnya. Bibir Aaron meringis saat kepalanya terangkat untuk mengambil posisi duduk sedang tangannya memijit pelipisnya untuk mengurangi rasa pusing yang menghentak-hentak hingga ke belakang kepala.“Ah, Anda sudah bangun Yang Mulia?” tanya Sue yang juga ikut terduduk dari posisinya berbaring.Aaron melirik tajam pada Sue seolah dia enggan pria tua itu melemparkan pertanyaan apa dan mengapa dia sampai lepas kontrol hingga tertidur di tempat ini, seperti bukan dirinya. Dan, Aaron mengumpat dalam hati. Memangnya dia melakukan sesuatu yang menggambarkan dirinya akhir-akhir ini? Aaron bahkan tidak yakin jika dia masih Aaron yang sama sebelum semua ber
Hamparan bunga lilac, queentin, peoni dan alamanda tumbuh dengan indah di halaman dengan rumput halus seperti sutra di bawah sinar bulan yang menggantung sempurna di langitnya yang penuh bintang, bertabur dengan kerlip cahaya bagai hamparan berlian berpendar indah dengan kilat-kilat seperti percikan bunga api membentuk kembang bunga yang merekah bagai mawar mekar. Tak jauh dari sana ada danau dengan air bening yang dapat memantulkan bayangan langit di atasnya. Seolah langit itu telah berpindah ke bawah, terperangkap dalam air danau sebening kaca.Sepatu boot yang pria itu pakai menapak ragu pada rerumputan di sana. Dia bergerak perlahan seperti kebingungan melihat tempat itu. Kepalanya bergerak kesana-kemari memindai sekitar. Melihat apakah itu mimpi, ilusi atau mungkin nyata. Tetapi dia dapat merasakan hangatnya sinar perak bulan yang menyinari tubuhnya, dan wangi bunga musim semi membelai penciumannya.Ini nyata.Bisiknya. Dan dia me