Sepasang masa elang langsung terbuka lebar. Terdengar deruan napas memburu keluar dari hidung dan mulut secara bersamaan. Pandangannya beralih ke samping kiri, tampak seorang wanita dengan rambut sebahu sedang tidur.
Vincent segera mengusap wajah hingga kening yang berkeringat setelah mengalami mimpi yang aneh. Seorang pria mengenakan tuxedo memegang besi panjang berlumuran darah duduk di sofa sebuah flat apartemen mewah.
Setelah menenangkan diri, dia beranjak dari tempat tidur, kemudian bergerak ke kamar mandi. Vincent membasuh wajahnya dengan air dan memandang dirinya di wastafel. Kening tampak berkerut dalam.
“Kenapa mimpi itu terasa nyata? Rasanya benar-benar terjadi,” gumam Vincent masih melihat pantulan wajahnya di cermin.
“Tapi wajah orang itu nggak jelas dan buram,” sambungnya lagi.
Semakin dirinya memikirkan mimpi itu, kepalanya mulai terasa pusing. Vincent menarik napas panjang, kemudian mengembuskannya pe
Stela menjepit bibir beberapa saat setelah mendengar cerita dari Vincent tentang mimpinya. Dia mengamati pria itu lamat-lamat.“Ciri-ciri wanita itu gimana?” tanya Stela pelan nyaris tak terdengar oleh Vincent.“Apa, Sayang?”“Ciri-ciri wanita yang ada di mimpi kamu gimana?” ulang Stela lagi.Vincent menggelengkan kepala. “Wajahnya buram, jadi saya nggak bisa melihat dengan jelas. Hanya saja dia memiliki rambut yang panjang.”Stela menelan saliva mendengar jawaban suaminya.Kirania? Mungkinkan mimpi yang dialami Vincent berhubungan dengan kematian Kirania? bisik Stela dalam hati.“Pria yang mengenakan tuxedo itu gimana? Kamu lihat wajahnya?” tanya Stela lagi.“Sama, buram. Saya nggak bisa lihat wajah orang itu dengan jelas. Dia hanya minta saya hentikan berita dan investigasi yang kami lakukan. Pria itu juga mengucapkan kalimat yang sama dengan malam seb
Stela menyelipkan rambut di belakang telinga, sebelum memasang kuda-kuda. Dengan sigap dia melompat dua kali sebelum melayangkan Aidan Dollyo Chagi (tendangan depan ke arah perut, istilah Taekwondo) pada pria yang ingin menyerang Vincent. Dia juga menarik tangan pria satunya yang ingin menyerang dirinya, kemudian menerjang dengan teknik Dwi Chagi (tendangan belakang). Saat pria lainnya mendekat, Stela kembali membonggol dengan memberikan Pyojeok Jireugi (pukulan dengan target) di hidung.Meski sudah lama tidak berlatih Taekwondo, kekuatan tendangan dan pukulan Stela masih kuat. Coba bayangkan kaki pendeknya sekarang naik ke leher pria pertama dan memutar tubuhnya, sehingga pria itu terhempas lagi ke tanah. Beruntung hari itu dia mengenakan celana jeans, sehingga gerakannya masih bisa leluasa.Vincent ternyata tidak tinggal diam melihat istrinya mulai kewalahan menghadapi tiga orang pria. Bagaimanapun yang dihadapinya saat in
Stela segera meraih tubuh Vincent yang masih menegang, karena melihat kilatan kenangan dari masa lalu. Erangan masih terdengar keluar dari sela bibirnya.“Kamu harus coba ingat lagi kejadian di sini, Vin. Itu satu-satunya cara agar sembuh. Kamu ingat lagi siapa Kirania dan siapa yang membunuhnya,” lirih Stela meski tak tega melihat suaminya seperti ini.Ya, dia memang melakukan hal gila yang bisa saja memberikan dampak buruk bagi psikologis Vincent. Tapi Stela tidak punya pilihan lain lagi, karena tidak ingin melihat suaminya menderita karena dihantui mimpi buruk setiap hari.Vincent semakin mengerang kuat, tangannya mencengkeram erat Stela. “AARRGGHH.”“Please, Vin. Coba ingat lagi,” pinta Stela pilu.Kilatan kenangan bersama Kirania berputar di pikiran Vincent. Bagaimana mereka bertemu, menjadi dekat, lamaran di Green Park dan peristiwa memilukan yang merenggut nyawa wanita itu. Saat Vincent menyadari
Widya mendelik nyalang menatap sang Menantu. Selama kenal dengan wanita paruh baya itu, tak pernah sekalipun Stela melihat ibu mertuanya semarah ini. Dia tidak berani melihatnya, sehingga menundukkan kepala.“Sa-saya membawa Vincent ke apartemen tempat peristiwa nahas itu terjadi, Ma,” aku Stela di sela gugup yang mendera.Tubuh Widya lunglai seketika. Candra segera menyambut, lalu mendudukkannya di bangku yang ada di depan ruang ICU. Tarikan napas berat terdengar dari hidung wanita itu. Tak lama berganti isakan pilu menangisi keadaan putranya saat ini.“Aku minta kamu menjaga Vincent dengan baik, Stela,” lirih Widya melihat Stela masih dengan tatapan penuh amarah.“Ma-maafkan saya, Ma. Saya hanya ingin ingatan Vincent kembali lagi.”“Ingin ingatannya kembali??” Nada suara Widya kembali meninggi. “Kamu lihat sekarang apa yang terjadi kepadanya? Hah?!”Widya menangkup kedua tangan di
Tiga hari kemudianStela berdiri tak jauh dari ruang ICU tempat Vincent dirawat intensif. Dia baru bisa melihat suaminya, setelah Widya pergi dari sana.Selama tiga hari belakangan, seperti inilah wanita itu berkunjung ke rumah sakit. Candra mengirimkan jadwal berkunjung Widya, sehingga Stela bisa leluasa melihat Vincent.Setelah memastikan Widya pergi, Stela bergegas berjalan menuju pintu masuk tempat Vincent dirawat. Beruntung dirinya kenal dengan perawat yang ditugaskan menjaga pria itu, jadi lebih memudahkan baginya berkunjung.“Selamat pagi, Dokter Stela,” sapa perawat begitu Stela memasuki ruang perawatan Vincent.“Pagi, Suster. Gimana keadaan suami saya pagi ini?” tanya Stela melangkah mengambil perlengkapan pengunjung ICU sebelum mendekati Vincent.Stela mengambil pakaian khusus untuk pengunjung ruang ICU dan mengenakannya. Tak lupa juga menutupi kepalanya dengan topi khusus dan memasang masker.Perawat
Stela meringis kesakitan terjatuh dari tempat tidur. Dia kembali berdiri saat mendengar Vincent meneriakkan nama Kirania. Hatinya terasa tersayat ketika nama itu keluar dari bibir suaminya begitu terbangun setelah hampir satu bulan tidak sadarkan diri.Perawat segera menelepon dokter Donny begitu melihat Vincent sadar.“Vin? Kamu nggak pa-pa, ‘kan?” tanya Stela panik saat melihat Vincent mencengkram kepalanya kuat.Dia membelai wajah Vincent sambil menatap netra yang sangat dirindukan. Sesaat Stela tersentak tidak mendapati sorot cinta yang diperlihatkan oleh pria itu kepadanya. Hanya tatapan dingin, seolah tidak mengenal siapa dirinya.“Kamu siapa?” Vincent bertanya setelah menepis tangan Stela yang berada di wajahnya.Pertanyaan itu bagaikan jarum yang menusuk relung hati, terasa perih namun tak terlihat bekasnya.“Aku Stela, istri kamu,” jawab Stela dengan pandangan tidak tenang.“Ist
Flashback ONSeorang pria tampak berdiri di depan flat apartemen. Sebuah senyuman terukir di wajahnya menanti pintu dibuka dari dalam. Tak perlu menunggu lama, pintu itupun tersingkap.Mata elangnya segera menangkap sesosok wanita cantik berwajah mungil dengan mata hitam pekat kecil. Sepasang gigi berukuran besar dan panjang di bagian tengah terlihat saat senyuman terulas di paras cantiknya. Sesaat kemudian wanita berambut panjang tergerai indah itu berkacak pinggang.“Udah dibilang jangan datang, masih datang juga,” protesnya tanpa diiringi raut wajah kesal. Wanita itu malah tersenyum sambil menggelengkan kepala.“Habis rindu, nggak tahan ingin bertemu dengan calon istri,” goda Vincent sambil melangkah memasuki flat.“Besok masih bisa ketemu, Pin-pin. Bandel banget dibilangin.” Wanita bernama Kirania itu melangkah menuju ruang tamu. “Lagian pamali ketemu di malam pernika
Flashback OffSatu minggu kemudianSepasang mata elang tampak mengerjap pelan saat matahari merambat melalui celah tirai kamar berukuran besar. Vincent menaikkan tangan kanan menghalangi sinar mentari yang menyapa wajahnya. Dia meregangkan tubuh, sebelum beranjak ke posisi duduk.Desahan pelan keluar dari sela bibir, karena selama satu minggu ini hanya berdiam diri di rumah tanpa melakukan kegiatan berarti. Hari ini dia telah memutuskan untuk membuka kembali file investigasi tentang siapa Bastian sebenarnya. Setelah hal itu terkuak, maka akan mudah baginya menyeret pria itu ke penjara dengan kasus pembunuhan Kirania.Tidak ada kesedihan sedikitpun terpancar di wajahnya saat ini. Pengkhianatan wanita itu telah memangkas habis rasa cinta yang pernah tertanam di dalam dirinya. Meski begitu, kejahatan yang dilakukan oleh Bastian harus mendapat balasan.Vincent mengambil ponsel dari atas nakas, kemudian menghubungi Candra.“Halo, C
Widya berdiri terpaku saat melihat Vincent membawa Stela ke rumah keluarga Oliver. Pandangannya beralih ke arah perut menantunya yang mulai membesar. Apalagi Stela mengenakan celana yang lebih longgar dari biasanya.Stela tersenyum gugup saat bertemu dengan ibu mertua. Dia masih belum berani menatap lama Widya, karena khawatir akan diusir dari rumah itu.“Ingatanku sudah utuh lagi, Ma,” ungkap Vincent membuat Widya menelan ludah.“Aku ingat dengan pernikahanku dan siapa istriku.” Vincent menarik napas sambil menggandeng tangan Stela, lalu duduk di sofa ruang keluarga.“Kenapa Mama nggak kasih tahu tentang Stela?” tanya Vincent.Widya diam tanpa menjawab pertanyaan Vincent. Hatinya kini seperti ditusuk jarum halus, perih saat membayangkan bagaimana perlakuannya kepada Stela.“Mama khawatir kalau kamu shock lagi, Vin. Jadi kami merahasiakannya dari kamu dulu,” komentar Stela membuat Widy
Stela sedang tiduran di atas paha Vincent. Suami istri itu duduk di sofa apartemen yang baru ditempati selama empat hari, sebelum Stela memutuskan membawa suaminya ke tempat peristiwa pembunuhan Kirania terjadi.Vincent membelai lembut kening Stela sambil memandang wajah yang tampak begitu cantik di matanya.“Kamu ngidam sesuatu nggak, Sayang?” tanya Vincent memecah keheningan.Stela menggelengkan kepala. Kehamilannya berbeda dari kehamilan pada umumnya. Biasanya pada trimester pertama, para ibu hamil terserang morning sickness, tapi tidak dengan wanita itu. Dia hanya merasakan pusing pada awal kehamilan, karena kurang asupan makanan.“Wah! Istri saya hamilnya anteng sekali ya. Nggak ngidam dan nggak mual-mual juga,” puji Vincent.“Mungkin awal-awal hamil cobaannya udah berat kali ya, jadinya Allah kasihan lihat aku kalau harus kena morning sickness juga,” komentar Stela sambil nyengir.S
Kepala Vincent perlahan mundur ke belakang setelah tautan bibir mereka terlepas. Senyuman kembali tergambar di wajah Stela yang masih terlihat pucat. Tilikan mata pria itu beralih ke arah kalung berliontin bunga mawar. Di sana juga tergantung sebuah cincin, seperti cincin pernikahan.Vincent melihat jari kanan Stela, kemudian beranjak melihat cincin dengan bentuk serupa, namun berbeda ukuran. Dadanya terasa sesak ketika ingat pernah melempar cincin itu ke lantai sesaat setelah sadar.Mulut Vincent terbuka lebar saat merasakan udara mendadak lenyap di sekitar. Dia mengambil napas sebanyak-banyaknya sehingga dada bidang itu naik turun. Pria itu melangkah ke luar ruangan, lalu mengeluarkan ponsel.“Halo, Can. Bisa ke rumah sakit sekarang? Ada yang mau saya pastikan sama kamu,” kata Vincent setelah mendapatkan jawaban dari Candra.“Saya tunggu di kamar tempat Stela dirawat,” pungkasnya sebelum mematikan sambungan.Vincent menger
Sudah dua jam Vincent duduk menyandar di headboard tempat tidur. Sejak tadi malam dia tidak bisa tidur, karena wajah Stela selalu menari di pelupuk mata. Keningnya berkerut memikirkan, kenapa wanita yang baru ditemuinya kemarin siang selalu menghiasi pikiran?“Aku Stela, istri kamu.”Kalimat itu kembali terngiang di telinga bagaikan kaset kusut yang diputar berulang-ulang.“Apa dia wanita yang sama? Ah, saya nggak ingat persis gimana wajah wanita yang pertama kali saya lihat waktu pertama kali sadar,” gumam Vincent.Pria itu memejamkan mata beberapa saat sambil mengucapkan nama Stela berkali-kali. Dia seperti pernah mendengar nama tersebut jauh dari sebelum sadar. Tapi di mana?Vincent memutuskan ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya dia mengenakan kemeja non formal dipadu dengan celana katun yang biasa dikenakan untuk bepergian selain ke kantor.Pria itu terdiam mematut dirinya di cermin. Kening
Air mata menetes di sudut mata Stela saat melihat sepasang mata elang yang mengingatkan kepada Vincent. Tubuhnya masih tergantung dengan posisi condong ke belakang, tertahan di tangan pria itu.“Maaf, tadi saya buru-buru jadi tidak melihat Mbak berjalan dari arah berlawanan,” ucap suara bariton yang sangat mirip dengan Vincent.Pria itu kembali menarik tubuh Stela ke posisi berdiri. Sementara mata cokelat lebar miliknya masih memandang paras yang benar-benar mirip dengan suaminya itu.Gue pasti sedang berhalusinasi sekarang. Kenapa mata, suara dan wajah orang ini mirip dengan Vincent? batin Stela saat tubuhnya diam terpaku tanpa reaksi apa-apa.“Mbak? Halo? Mbak baik-baik saja, ‘kan?” Pria mirip dengan Vincent itu menggoyang-goyangkan tangan di depan wajah Stela.“Eh? Ya,” jawabnya singkat.Pria itu mengamati pakaian Stela, kemudian beralih ke wajahnya yang tampak pucat.&ldq
Mata lebar milik Stela perlahan mengerjap. Setelah terbuka sepenuhnya, pandangan netra cokelat itu menyapu ruangan yang didominasi warna putih. Ketika menyadari keberadaannya sekarang, dia berusaha mengubah posisi menjadi duduk. Saat mengangkat tubuh, kepala kembali terasa pusing sehingga tubuh Stela terbaring lagi di atas kasur.“Dokter, Stela sudah sadar.” Samar terdengar suara seorang wanita yang akrab di telinga Stela memanggil dokter.“San, gue di mana sekarang?” lirih Stela sambil menggapai ke arah Santi. Dia melihat selang infus yang terpasang di tangan kirinya.Gadis itu segera mendekati Stela yang masih lemah. “Alhamdulillah. Syukurlah kamu udah sadar, Stela.”Stela mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Ternyata Santi membawa dirinya ke rumah sakit Puri Mekar dan sekarang berada di ruang IGD.“Kenapa gue ada di sini?” tanya Stela dengan kening berkerut.“Kamu tadi
Flashback OffSatu minggu kemudianSepasang mata elang tampak mengerjap pelan saat matahari merambat melalui celah tirai kamar berukuran besar. Vincent menaikkan tangan kanan menghalangi sinar mentari yang menyapa wajahnya. Dia meregangkan tubuh, sebelum beranjak ke posisi duduk.Desahan pelan keluar dari sela bibir, karena selama satu minggu ini hanya berdiam diri di rumah tanpa melakukan kegiatan berarti. Hari ini dia telah memutuskan untuk membuka kembali file investigasi tentang siapa Bastian sebenarnya. Setelah hal itu terkuak, maka akan mudah baginya menyeret pria itu ke penjara dengan kasus pembunuhan Kirania.Tidak ada kesedihan sedikitpun terpancar di wajahnya saat ini. Pengkhianatan wanita itu telah memangkas habis rasa cinta yang pernah tertanam di dalam dirinya. Meski begitu, kejahatan yang dilakukan oleh Bastian harus mendapat balasan.Vincent mengambil ponsel dari atas nakas, kemudian menghubungi Candra.“Halo, C
Flashback ONSeorang pria tampak berdiri di depan flat apartemen. Sebuah senyuman terukir di wajahnya menanti pintu dibuka dari dalam. Tak perlu menunggu lama, pintu itupun tersingkap.Mata elangnya segera menangkap sesosok wanita cantik berwajah mungil dengan mata hitam pekat kecil. Sepasang gigi berukuran besar dan panjang di bagian tengah terlihat saat senyuman terulas di paras cantiknya. Sesaat kemudian wanita berambut panjang tergerai indah itu berkacak pinggang.“Udah dibilang jangan datang, masih datang juga,” protesnya tanpa diiringi raut wajah kesal. Wanita itu malah tersenyum sambil menggelengkan kepala.“Habis rindu, nggak tahan ingin bertemu dengan calon istri,” goda Vincent sambil melangkah memasuki flat.“Besok masih bisa ketemu, Pin-pin. Bandel banget dibilangin.” Wanita bernama Kirania itu melangkah menuju ruang tamu. “Lagian pamali ketemu di malam pernika
Stela meringis kesakitan terjatuh dari tempat tidur. Dia kembali berdiri saat mendengar Vincent meneriakkan nama Kirania. Hatinya terasa tersayat ketika nama itu keluar dari bibir suaminya begitu terbangun setelah hampir satu bulan tidak sadarkan diri.Perawat segera menelepon dokter Donny begitu melihat Vincent sadar.“Vin? Kamu nggak pa-pa, ‘kan?” tanya Stela panik saat melihat Vincent mencengkram kepalanya kuat.Dia membelai wajah Vincent sambil menatap netra yang sangat dirindukan. Sesaat Stela tersentak tidak mendapati sorot cinta yang diperlihatkan oleh pria itu kepadanya. Hanya tatapan dingin, seolah tidak mengenal siapa dirinya.“Kamu siapa?” Vincent bertanya setelah menepis tangan Stela yang berada di wajahnya.Pertanyaan itu bagaikan jarum yang menusuk relung hati, terasa perih namun tak terlihat bekasnya.“Aku Stela, istri kamu,” jawab Stela dengan pandangan tidak tenang.“Ist