"Aku akan mengabulkan semua permintaanmu. Apapun, asalkan mengabulkan permintaanmu yang meminta hatiku. "
"Jadi, kau sama sekali tidak mengingatku?"
Wanita bermata hitam besar itu hanya menggeleng lemah. Didepannya ada seorang wanita lainnya yang memiliki warna mata yang unik. Hijau. Warna yang tak biasa untuk orang asia. Entah mengapa di rumah ini Odelia seperti dipaksa mengingat masing-masing orang melalui warna mata mereka.
Ada Clara, si bungsu keluarga ini. Wanita yang lebih muda beberapa tahun darinya itu menjadi yang paling banyak bicara disini. Odelia dengan mudah dapat mengenali wanita muda itu dari warna matanya yang mencolok. Dan lagi, kemana pun wanita itu pergi pasti ada sesosok lelaki, Marko yang selalu mengikuti dari belakang.
"Apakah kau percaya bahwa kita akan kembali menikah. Kita akan kembali menjadi sepasang suami istri seperti dulu. ""Aku akan pergi meninggalkanmu."Jean tak bisa memosisikan tidurnya dengan benar. Ia gelisah. Sepanjang malam, ia menghabiskan waktunya mendengarkan dengugan suara semu yang entah datang dari mana. Suara itu terus menggaung seolah tak mengijinkannya untuk tidur malam ini. Ia seperti disiksa terus-menerus oleh suara asing yang bahkan ia tahu pemiliknya saat ini telah jatuh ke alam mimpinya.Disana, Odelia bergelung nyaman didalam selimu tebal yang membungkusnya. Wanita itu telah tertidur sejak beberapa jam yang lalu tanpa beban. Odelia terpejam setelah berhasil memporak-porandakan hati lelaki yang kini menjadi gelisah. Wanita itu meminta sebuah pe
"Kau percaya takdir? Aku akan tunjukkan bagaimana takdir itu berjalan untukmu.""Selamat pagi!"Jean pagi itu nampak menunjukkan senyum seribu wattnya pada semua orang. Lelaki itu tak segan memamerkan deretan gigi putihnya kepada semua orang yang harus ini duduk memenuhi kursi meja makan. Disana ada Grace, Yonash dan juga Clara. Mereka semua nampak takjub melihat perubahan sikap Jean.Lain Jean, lain pula sosok wanita yang berjalan disampingnya. Wanita itu terlihat tidak nyaman dengan posisinya. Pasalnya sejak mereka berjalan keluar dari kamar yang semalam mereka tempati, Jean tanpa ragu melingkarkan tangannya disekeliling pinggang Odelia. Pria itu dengan sangat berhati-hati membimbingnya menuruni tangga.Perlakuan it
"Kau tahu, sebelum dan sesudah ini aku hanya akan mengatakannya sekali. Kau harus mendengarnya baik-baik. aku adalah manusia yang paling benci menunggu. Aku tak suka menunggu, karena aku tahu menunggu hanyalah akan berakhir dengan kesia-siaan.""Apa kau sungguh melupakanku?" Tanya Jean. Ia ingin tahu dari mulut wanita iu sendiri, benarkah Odelia sama sekali tak mengingatnya. Barang sedikit pun apakah kenangan mereka sama sekali tak membekas dalam ingatan wanita itu. Meski menyakitkan, Jean tahu Odelia takkan pernah melupakannya. Wanita yang dikenalnya itu, sangat memujanya. Keyakinan itu yang membuatnya ragu akan kondisi Odelia saat ini."Apa?" Hari ini mungkin menjadi hari dimana Odelia selalu tak mengerti apa yang disampaikan pria itu kepadanya. Ia tertegun. Dalam kediamannya ia berusaha memproses dalam otakn
"Jika kau menginginkan bukti, maka biarkanlah aku membuktikannya. Itu hanya sebuah cincin tak lebih dari apa yang telah mengikat hubungan diantara kita berdua selama ini."Jean bersandar pada kepala tempat tidur. Sepasang mata kelabunya terus memandangi wanita yang terlelap disampingnya. Napas wanita itu nampak teratur dan terdengar lelah. Setelah bercinta dengan wanita itu, Jean hanya bisa terdiam memandangi wajah lelap itu dalam ketenangan. Ia berhasil menjamah wanita itu berkali-kali hingga ia sendiri pun tak ingat sudah yang berapa kali pelepasan itu ia dapatkan.Odelia selalu mengimbanginya. Dulu maupun sekarang rasa wanita itu tetaplah sama. Odelia tak pernah menolak sentuhannya, meski dalam keadaan marah sekalipun. Seperti halnya yang baru saja mereka lakukan. Wanita itu berulang kali mengumpat, melempar
"Aku ingin membawamu ke tempat dimana aku bisa mengatakan pada seisi dunia bahwa kau adalah milikku. Jadi, bisa kupastikan takkan ada satu pun yang akan merenggutmu dari sisiku."Odelia memperhatikan benda perak yang melingkar indah pada jari mungilnya. Sebuah cincin emas putih dengan batu kecil berwarna biru menjadi begitu menakjubkan berada ditangannya. Jari-jarinya terasa asing dengan benda yang mengganjal itu. Sebelumnya ia sama sekali tak pernah memakai perhiasan apapun pada tubuhnya. Jangankan perhiasan, untuk makan saja Odelia harus bekerja di tiga tempat sekaligus."Kau suka?"Jean dibelakang sana tak bisa menyembunyikan senyumannya kala melihat wajah Odelia yang terperangah saat ia membelikan sebuah cincin pasangan itu. Mata wanita itu berbinar cerah
"Aku tak tahu jika masa itu adalah masa terpahit dalam hidupku. Jikalau aku mengetahuinya sejak awal, aku takkan mencari tahu apa itu dan berusaha menulikan telingaku sendiri dari kenyataan yang ada.""Kau sedang apa, sayang?"Suara berat itu langsung menyentak wanita itu hingga ia terpekik pelan. ketika memablikkan tubuhnya, dilihatnya Jean tengah menatapnya penuh tangan dengan tangan yang penuh dengan kantung belanjaan mereka. Ia sungguh tak sadar apa yang dilakukannya saat ini. Kalau mungkin bukan karena panggilan pria itu, ia masih terus berjalan menyusuri lorong itu. Tapi, yang masih ada dalam benaknya, sebenarnya tempat apa itu?"Aku sedang melihat-lihat." Jawabnya. "Tempat apa itu, Jean?" Tanyanya menunjuk sebuah pintu kayu kecil yang berada di ujung lo
"Aku melakukan semuanya, semua yang ada hanya untukmu. Sekalipun kau menganggap ini adalah sebuah kebohongan, aku tak pernah menyesalinya. Karena, disaat itu aku menyadari bahwa aku pernah memilikimu. Sekali."BRAKSuara pintu terbuka dengan kasar memecahkan keheningan didalam ruangan sempit itu. Disana, laki-laki yang sejak tadi meneriakkan nama "Odelia" tersenyum menyeringai. Napasnya tersengal, namun tak menyembunyikan kemarahan yang terpendam pada wanita itu."Jadi, disini tempat kau bersembunyi, Jalang?"Odelia, wanita itu meringsut ketakutan. Dengan tangan lemah itu, Odelia berusaha meraih apapun agar menutupinya dari lelaki yang kini tengah berjalan ke a
"Aku melakukannya, semua hanya untuk bersamamu. Jika aku berkata yang sebenarnya, bisakah dia tetap tinggal disisiku?"Odelia duduk gelisah ditempatnya. Keringat yang semula tak pernah ada, kini bercucuran tak hentinya membayangkan jika dirinya saat ini berada ditempat asing yang tak diketahui oleh siapapun, termasuk dirinya. Ditambah dengan sepasang mata yang memandanginya penuh selidik sembari menyandarkan tubuhnya pada sudut meja yang diyakininya sebagai meja kerja."Kau gugup?' Tanya Rea yang menyadari keadaan wanita itu. dari cara duduknya ia bisa menebak bahwa Odelia merasa tak nyaman dengan tatapannya.Odelia terhenyak pelan sebelum akhirnya menggelengkan kepalanya cepat. "Aku baik-baik saja."Rea meng
Sepasang intan hitam milik seorang wanita nampak memandangi pantulan bayangan yang ada dicermin. Matanya penuh binar kebahagiaan saat memperhatikan betapa indahnya bayangan yang ada disana. Ia nyaris tak mempercayai bahwa sosok itu adalah dirinya sendiri. Rambutnya yang memiliki panjang hampir menutupi punggungnya sengaja digerai dan membentuk sebuah ikal yang semakin mempermanis penampilannya. Diatas kepalanya terdapat rangkaian bunga bermacam warna yang melingkarinya. Riasan wajahnya hari ini pun tak terlalu mencolok. Wanita itu memang sengaja meminta pada penata riasnya untuk tidak terlalu menor mendandaninya. Ia tidak ingin terlihat seperti badut pesta nanti.Dalam balutan gaun pengantin panjang tanpa lengan, wanita itu memperlihatkan pundaknya yang jenjang. Hal yang selalu ditutupinya itu kini dipamerkan karena permintaan seseorang yang melarangnya keras untuk menutupinya.Odelia memiliki aset yang menganggumkan, begitu kata Clara. Wanita itu, sebentar lagi dalam
ODELIAPria itu duduk tenang di depannya sambil menyantap makanan yang baru saja dipesannya. Ada rasa keengganan ketika aku menatap ke dalam isi piringku. Makanan ini aneh. Aku tak terbiasa dengan makanan kelas atas. Hanya sayur dan tempe saja sebenarnya sudah membuatku kenyang dari pada sebuah makana dengan irisan daging yang hanya memiliki porsi setengah dari porsiku. Sebenarnya, melihatnya saja aku sudah tak lagi selera. Bukan hanya karena makanannya, melainkan karena pria yang menatapku lebih sering dari pada makanannya itu.Jean sengaja menyeretku masuk ke dalam restoran mewah yang entah berada dimana. Restoran yang memiliki kata yang aneh itu memang terlihat tak begitu ramah, namun memiliki suasana mewah untuk kumasuki. Hanya bermodalkan kaos dan celana jeans berlutut robek, serta sepatu kets usang yang selalu menjadi seragam wajib, kini aku terlihat seperti badut. Semua yang ada disana dan menikmati hidangan sorenya berpakaian formal. E
JEAN“Jadi, Ayahku sekarang berada di flat kecil yang kau sebutkan tadi?”Aku tak bisa menahan amarahku saat kudengar ayahku, Yonash memilih untuk melarikan diri dari rumah kami dan tinggal di rumah kecil di pinggiran kota itu. Bahkan, aku tak bisa mengira bagaimana pria tua itu hidup melarat seperti itu. Entah apa yang dipikirkannya saat merencanakan usaha pelariannya itu disaat kami semua sedang tertidur. Andai saja Grace, nenek kami masih di Indonesia mungkin Ayah kami tak berani untuk melakukannya.“Jadi, bagaimana kak?” Tanya seorang wanita bermata hijau dibelakangku. Ai terus berdiri ditempatnya semula meski aku sudah memunggunginya cukup lama. Clara, adik bungsuku tak biasanya betah berlama-lama berada di ruangan kerjaku. Wanita itu selalu bilang bahwa tempat ini bagaikan sampah dengan kertas-kertas menumpuk yang tak sedang dipandang. Namun kali ini wanita itu mampu bertahan lebih dari setengah jam b
ODELIAKupandangi sepasang sepatu kusam kets-ku ini. Langkahku membawa sejuta harapan bahwa hari ini aku masih bisa bernapas dengan tenang di ibukota ini. Langkah yang beriringan denganku terasa seperti sebuah iklan yang melintas begitu saja di halte bus bersamaku pagi ini.Senin pagi. Semua orang setidaknya memiliki satu hingga dua keinginan untuk memulai pertama disetiap minggunya. Hari yang paling sering kuamati begitu pada dengan mobil dan motor yang berlalu lalang di jalanan. Tanpa henti membuat suara bising yang mampu memekakkan telinga.Aku mendaratkan bokongku tepat disalah besi yang berbentuk persegi panjang. Besi berkarat yang memiliki bau agak amis. Entah apa fungsi dari besi tersebut. Seharusnya lebih baik menggunakan bangku atau apapun itu bila berniat untuk dijadikan sebuah tempat duduk. Namun sebagian dari mereka yang bernasib sama sepertiku terpaksa menggunakannya untuk mendudukkan diri.Sembari menunggu bus yang
Jika akhirnya kehidupanku nkembali berputar seperti roda, aku akan membuat persiapan ketika harusnya aku berada di bawah. Hatiku akan siap ketika suatu saat kehilangan segalanya.Seorang wanita berpakaian hitam tampak berjalan di sekitaran kompleks pemakaman. Langkahnya penuh kehati-hatian kala melintasi beberapa susun gundukkan tanah yang ada disana. Cuaca yang tak begitu terik menjadi keputusanya untuk berpakaian gelap dann juga mengenakann sebuah topi yang hampir menutupinya dari sinar matahari siang. Ditangannya sebuah bunga telah siap untuk disembahkan kepada yang tercinta, yang kini telah menyatu dengan tanah. Sejujurnya langkah pelannya bukan karena dirinya takut sepatu mahal yang dikenakannya terkena kotoran, namun dadanya berdentum seperti ingin meledakkan dirinya. Hatinya nyeri kala ia melihat sosok tercinta itu menyatu dengan tanah, dan takkan bisa be
Tak ada apapun yang bisa menghalangiku untuk memilikimu seutuhnya. Ingatlah bahwa kau milikku dan aku milikmu.Malam itu suasana benar-benar mencekam. Kabut dingin yang menyelimuti jalan ditengah hutan yang lebat menjadi sangat menyeramkan. Membuat dentuman aneh didalam dada kala sengatan hawa dingin yang sangat kerasa malam itu. Tengah malam yang semakin meredupkan sinar membutakan siapa saja yang berani menembus jalan gelap itu. hanya sebuah mobil yang melintas dengan kecepatan seadanya, membelah jalan yang penuh kabut itu. lampu sorot mobil menjadi satu tumpuan mereka untuk sampai ke tempat yang akan mereka singgahi.Bukan hanya singgah, mereka akan sedikit lama berada disana, karena suatu hal."Apakah wanita itu bisa dipercaya?"
Aku akan mengambil apa yang sebelumnya telah kukatakan bahwa itu semua adalah milikku. Kalian yang berani mencegahnya takkan pernah kubiarkan untuk keluar dari lingkaran yang telahkubuat."Kau benar-benar keterlaluan. Mau sampai kapan kau melakukan ini semua?"Riska, wanita yang kini tengah memegang pisau lipat yang telah ternodai oleh darah itu tak menghiraukan makian yang sejak beberapa hari lalu dikeluarkan oleh kakaknya, Reanna. Dalam kondisi terikat, Rea terus melakukan perlawanan terhadap adiknya itu. tak disangkanya jika Riska bisa berbuat sejauh ini. Tak pernah ada bayangan menyeramkan yang seperti sekarang didalam kepalanya.Entah telah hilang kemana sosok adik kecilnya yang manis dan tak
Merasakan pengalaman pertama yang tak terduga. Hatiku membuncah. Genggaman manis dari jari mungilnya berhasil menggetarkan sesuatu didalam dadaku. Rasanya sesak, seperti sebuah kebahagiaan yang akan meledak.Attar syah Rahardi.Aleana Salma Rahardi.Bayi gempal yang kini menggeliat diatas tempat tidur mungil berbentuk kotak itu menjadi salah satu objek yang menarik perhatian kedua orang yang berdiri dari balik kaca jendela ruangan tersebut. Kedua bayi berwajah merah itu sesekali bersuara khas bayi yang menggemaskan. Keduanya sama sekali tak bisa mengalihkan pandangan mereka dari bayi-bayi mungil yang berwajah hampir serupa itu.Tak ada yang lebih menggetarkan dari apapun selain melihat kedua wajah itu,
Lahirkanmereka. Aku akan berjuang untukmelindungimudan anak-anak kita. Jangan takut, aku takkan pernah meninggalkanmu lagi."Lia, aku mohon buka pintu sialan ini! biarkan aku bicara padamu." Tak lama terdengar suara Jean yang berteriak menggedor pintu kamarnya. Mungkin pria itu sedikit terkejut dengan tindakannya yang tiba-tiba saja mengunci kamarnya, karena tak biasanya ia mengunci kamarnya."Aku manusia, Jean. Aku bisa saja sakit hati." Lirihnya pelan. Sepertinya hanya dua kalimat itu yang mampu mewakili semua perasaannya.Tak lama, Odelia merasakan ada rasa nyeri yang melanda perutnya. Tanpa bersuara, ia terus mengelus perutnya. Ia tak tahu mengapa, sejak beberap