Happy Reading & Sweet dreams!
Tommy sangat waras dengan perasaannya pada Zeira. Buatnya Zeira tak layak hidup seperti di atas awan yang sengaja atau pun tidak sengaja Nizam membuatnya tak menentu hingga 46 hari. Rumah tradisional yang bergonjong runcing menjulang sudah di depan Tommy. Si penghuni yang berada di atas pun langsung memusatkan perhatian padanya. Dia tiada lain adalah Aminah, cepat sekali beranjak dan langsung menuruni anak tangga. "Mau cari siapa?" tanyanya begitu sampai di bawah. "Selamat siang! Perkenalkan nama saya Tommy, Bu!" jawab Tommy yang sedang mematung dan langsung menghampiri. "Hendak cari siapa?" tanya Aminah kemudian. "Saya mau bertemu Pak Kepala Dusun Adityawarman," ungkap Tommy langsung berterus terang. "Bapak lagi rapat di desa, kembali habis ashar. Ada keperluan apa?" jawab Aminah dengan menatap tajam wajah Tommy. Tommy mendekat ke arah Aminah, kemudian dia pun menunjukan fotokopi KTP milik Munandar, "Ibu kenal dengan lelaki hebat nan sukses ini?" tanyanya. Aminah mengerling mat
Adityawarman dan Aminah memang tak menyangka kalau anaknya bisa sangat gampang tergoda oleh wanita cantik apalagi hingga menodainya dalam satu kali kesempatan. Dalam kebisuan mereka Azyu terkejut tiba-tiba. Pasalnya dia membaca pesan dari handphone-nya. "Nizam! Kamu kurang ajar sekali!" gerutunya dan memberikan secara kasar handphone pada ayahnya. Adityawarman terperanjat, "Apa Nizam tahu kalau Munandar itu mertuamu? Apa dia sedang bermain-main dengan kita?"ucapnya tak percaya pada kenyataan kalau anaknya sangat kurang ajar sekali. Terlebih lagi Munandar memberitahukan kalau perlakuan Nizam pada Angel sangat tidak manusiawi. "Tidak, Yah. Nizam belum pernah bertemu dengan mertuaku. Dia kan semenjak SMA sudah di Jakarta. Waktu pernikahanku pun dia tak datang!" Azyu meyakinkan. "Tapi kenapa dia sangat kurang ajar?" Aminah gemas mendengar kabar kalau anaknya mencampakan wanita yang sudah dirancang menjadi jodohnya itu. "Kamu suruh Angel untuk mengirimkan foto-fotonya pada Zeira. Aku ya
"Abang yakin hubungan kita ini akan berhasil?" Zeira menyangsikan. Dia sudah merasakan dengan nyata bagaimana keluarga Nizam memperlakukannya. Nizam menjawab santai, "Mereka akan menyetujui setelah melihat kita bahagia dan memiliki anak." Zeira tidak menjawab apa-apa selain berharap apa yang diucapkan Nizam akan menjadi kenyataan. Hari kedua Zeira di Bukittinggi. Dia tidak merasakan sakit hati atau pun tertekan akan perlakuan kedua orang tua Nizam. Bahkan Nizam menghiburnya dengan membawanya berkeliling kota kelahirannya serta mengajak teman masa kuliah Zeira dan teman masa kecilnya. Jiwa muda mereka sama sekali tidak memikirkan ambisi orang tua maupun kemarahannya. Setelah cape bersenang-senang liburan secara berkelompok, Nizam kembali membawa Zeira ke rumah keluarganya. Begitu sampai teras dia sudah menampaki ibu serta ayah menyambutnya dengan wajah tak bersahabat. "Kalian tidak boleh bersatu! Kalau memaksa kalian tidak bertahan lama!" ucap kasar Aminah. "Ah, ibu ini pasti tela
"Allah itu tidak ada, Mbak! Dia bisanya hanya memberi kutukan dan hukuman!" ucapan mengumpat Zeira menandakan dirinya sedang tidak stabil. "Istighfar, Mbak!" "Istighfar!" Yulita berbisik pelan pada Zeira yang masih meracau memaki diri dan penciptanya. Kini, badan wanita bertubuh molek ini terkulai lemas dan tak sadarkan diri. Yulita dibantu oleh temannya mencoba menidurkan Zeira di atas tempat tidur. Tak lama kemudian telepon genggam Zeira kembali berdering. Yulita segera mengangkatnya dan yang menelpon adalah Tommy. "Mbak Zeira?" Sahutan dari ujung sana terdengar jelas di kuping Yulita. "Saya resepsionis di tempat Mbak Zeira menginap. Mbak Zeira sedang tidak baik-baik saja!" beritahunya tanpa basa basi. "Zeira kenapa?" sahutan khawatir Tommy terdengar oleh Yulita. "Mas ke penginapan syariah saja! Saya share alamatnya!" jawab Yulita yang sudah diduga kalau Tommy adalah kawan Zeira. Tommy yang sudah khawatir pun akhirnya memutar haluan dari terminal bus ke bandara. 'Semoga ada tike
Imelda berbicara sangat menetramkan. Dia memahami apa yang sedang Zeira alami sekarang. Memahami standard kehidupan Zeira tidak sama pada umumnya. Jauh dari orang-orang yang mendukungnya, terbiasa mengatasi permasalahan sendiri kendati itu tidaklah tepat untuknya akan tetapi selama meringankan masalah maka dilakukannya. Pertemuan dengan sosok Nizam yang telah membuat Zeira nyaman dan merasa ada sandaran hingga terjadi pernikahan, itu membuat dirinya menaruh harapan sepenuhnya padanya. Alhasil Zeira rapuh berkeping-keping setelah tahu lelaki yang ditaruh harapannya menyelingkuhinya. Imelda menarik napas sangat panjang. Kemudian dia beranjak berdiri dan berjalan ke arah Zeira. Tangannya yang sudah terlihat otot-ototnya pada punggungnya meraih jemari Zeira. Dielusnya penuh kasih sayang. Tak ada ucapan yang terlontar dari mulutnya. Imelda memang bukan seorang advicer melainkan listener dan memberikan resep tertentu jika dibutuhkan. Tiba-tiba saja Zeira menjatuhkan pelan kepalanya pada p
Zeira menutup teleponnya lalu menyimpannya kembali di atas nakas tempat tidurnya. Diberikannya asi pada Zidan sembari tangannya mengelus kening mungil yang ada di pelukannya itu. "Langkah kita sangat panjang, Nak. Itu hanya ada Ibu dan kamu." Desisan pelan di kuping Zidan yang matanya sudah terpejam. Tak selang beberapa menit Zeira pun turut memejamkan matanya. *** Tommy duduk di depan teras agensi yang dulu pernah Nizam singgahi. Pandangannya pada foto Zeira dan Nizam yang masih ada di dalam profil aplikasi chatting milik Zeira. Tiba-tiba di belakang sudah ada Rizal berdiri sembari pandangannya mengarah pada layar telepon genggam Tommy. "Jangan terlalu terobsesi pada perasaan pertama kali. Sangat hebat rasanya dibanding dengan cinta monyet waktu SMA!" ucapan Rizal mengagetkan Tommy dan cepat sekali ditutupnya teleponnya. "Aku hanya kasihan padanya. Wanita muda dan masih labil sudah terbebani dengan tanggung jawab anak. Terlebih lagi mertua pun tak mendukungnya. Nizam malah menyelin
Karena warna koko itu adalah warna yang dipakai suaminya waktu izab qobul dua tahun silam. Pikirannya pada janji sehidup semati akan bersama dan saling mendukung satu sama lain. Sayangnya pernikahan yang baru seumur jagung ini sekarang telah pupus. "Zeira!" Jubaedah memanggil namanya agak keras. Itu membuat Zeira menoleh dengan cepat ke padanya. "Iya, Bu. Abang...." "Kalau belum merasa baik-baik saja. Jangan memaksa. Di sini saja dulu." Zulkarnain kembali berbicara akan tetapi segera membalikan badannya karena harus pergi ke mesjid untuk shalat berjamaah. Jubaedah duduk di pinggir tempat tidur, matanya masih memperhatikan ke arah mata Zeira. "Doakan suamimu, agar kembali pada jalan yang benar!" nasehat bijak Jubaedah teralihkan oleh suara teriakan Yulita di kamar depan. Cepat sekali Zeira dan Jubaedah menghampiri. "Ibu, bapak, Bu. Dia tidak bernapas!" ucap Yulita begitu Zeira dan Jubaedah menemukannya sedang mengoyang-goyangkan tubuh bapaknya. "Mungkin bapakmu tertidur!" pungkas J
Nizam seketika berkeringat dingin. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Angel itu adalah keponakan dari lelaki pemilik agensi di mana dirinya diproses. Perasaan kalut membuatnya terdiam di depan tercecarnya spare part yang sedang diteliti olehnya. 'Sial!' ucapnya dalam senyap. "Halo, Nizam! Kamu baik-baik saja 'kan?" Munandar masih mengeluarkan suaranya di ujung telepon. Napas Nizam ditarik kasar, otaknya berpikir keras untuk mengelak dan melepas tanggung jawab pada apa yang telah dilakukan ke Angel. "Aku tak akan menduakan istriku! Kenapa juga Angel seolah sengaja membuatku terangsang!" desisnya dan tak sadar kalau dirinya sedang berbicara di telepon. "Kalau kamu tidak mau menduakan istrimu! Ceraikanlah!" Munandar menjawab desisan Nizam kendati pelan itu terdengar oleh Munandar sangat jelas. "Jangan mimpi! Aku ke sini untuk dia dan anakku!" Nizam bertutur dan langsung menutup teleponnya. Serta langkahnya bergegas ke ruangan Aldert. Tanpa mengetuk pintu Nizam langsung masuk begitu