"Vivi?" ucap Shino dengan pelan. Matanya terpaku pada wanita berpakaian warna kuning cerah itu. Seok Hoon ikut menatap Vivi dengan wajah penuh emosi."Sedang apa dia ada disini?" tanya Adam.Seok Hoon tanpa ragu menghampiri Vivi, wanita itu tersenyum lebar ketika Seok Hoon berlari ke arahnya. Shino saling bertatapan bingung dengan Adam."Apa Vivi menguntitmu lagi?" tanya Shino dengan wajah penuh curiga."Tidak tahu, akhir-akhir ini aku merasa damai. Vivi sama sekali tidak menggangguku seminggu ini." jawab Adam dengan enteng. Ia mengangkat bahunya tanda tak tahu juga."Ternyata kau ada disini, kenapa tidak mengajakku? Kau mau kabur dengan pelac*r itu ya?" tanya Vivi dengan suara yang masih tenang.Seok Hoon menarik Vivi ke tempat yang jauh dari pandangan Shino dan Adam, ia tak mau sampai terlihat mereka berdua. Rencananya akan gagal jika Shino sampai tahu jika ia dijodohkan dengan Vivi."Kenapa mereka? Bukannya mereka bermusuhan ya?" tanya Shino ke dirinya sendiri, Adam menatap wajah S
"Kita harus mencari tahu. Menurutku Jiho bukan pelakunya, entahlah itu hanya firasatku saja saat ini." ucap Adam dengan serius."Baiklah, kita tunggu informasi dari Berry. Dia pasti akan menemukan sesuatu yang baru nanti." Shino menguncir rambutnya yang panjang itu dengan tali rambut yang diambil dari kamarnya tadi.Adam menatap Shino dengan saksama, Shino yang sibuk merapikan rambutnya menjadi satu melirik Adam."Kenapa? Ada yang salah dengan diriku?" tanya Shino dengan polosnya."Kau jelek sekali, jangan dikuncir seperti itu rambutmu. Lehermu seperti jerapah, tidak cocok." sahut Adam dengan mata yang melirik ke sekitarnya."Benarkah? Kata Seok Hoon aku lebih cantik dengan rambut yang dikuncir kuda. Lebih rapi katanya." Shino berdiri dan berkaca menatap pantulan dirinya yang tampak berbeda."Kau percaya itu?" ucap Adam dengan terkekeh. Adam kemudian berdiri menghampiri Shino dan menunjuk leher Shino dengan jari telunjuknya."Lehermu ini panjang seperti jerapah, lihatlah dengan jelas.
"Kyung, kau tahu kan kakek sangat mengandalkanmu. Pantau wanita itu, jangan sampai terlewat sekalipun." ucap Pak Kim sambil menatap Jaekyung penuh harap.Jaekyung mengangguk pelan sambil tersenyum dengan ragu-ragu pada kakeknya ini."Kenapa kau menyuruhku melakukan hal ini, kek?" tanya Jaekyung dengan wajah polosnya."Dia seperti ayahnya, keras kepala. Aku takut dia lari seperti ayahnya dulu." jawab Pak Kim dengan wajah kesal.Jaekyung dan Jiho masuk ke kamar hotel tersebut, kamar mereka bersebelahan dengan kamar Shino. Jaekyung terus memantau Shino melalui spycam berukuran lebih kecil dari penghapus. Ia meletakkannya di pot bunga depan pintu kamar Hoshino."Kau tidak ikut ke acara itu? Nanti sore mereka akan mengundang developer aplikasi itu." tawar Jiho dengan lembut."Tidak, aku disini saja. Aku enggan keluar kamar, cuaca Hong Kong membuat tubuhku sedikit tidak enak. Aku akan tidur seharian disini."Jiho mengangguk dengan ragu, tidak biasanya adiknya begini. Biasanya dia sampai mem
Jaekyung mengatur wajahnya agar tetap normal dan tidak terlihat tegang. Kakinya mulai gemetar, detak jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia sangat takut kali ini, takut Jiho mengetahui rahasia besarnya."Apa maksudmu?" tanya Jaekyung dengan hati-hati.Jiho mengamati adiknya dengan saksama, ia menyadari bahwa Jaekyung saat ini sedang gugup. Terlihat dari matanya yang tidak mau kontak mata dengan dirinya. Pandangannya beralih ke sisi lain.Jiho tersenyum miring lalu pergi ke ranjangnya untuk tidur, "Lupakan, aku mengantuk. Pergilah kek kamarmu sana."Jaekyung mengerutkan dahinya lalu berjalan dengan langkah lunglai menuju kamarnya. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Tampaknya Jiho mulai mencurigainya."Jika aku memberitahu kakek, maka dia akan menyingkirkan Jiho. Tidak itu tidak boleh. Dia adalah saudara kandungku, mama akan sedih. Aku lebih baik diam saja, jika dia nanti mengetahui sesuatu. Kakek yang akan mengurusnya." ujar Jaekyung mencoba meyakinkan diri sendiri.Saat
Adam masuk ke dalam kamar Shino sambil terus menahan wanita menempel di punggungnya sambil bergelayutan tidak karuan. Tidak henti-hentinya ia menyingkirkan tangan Shino yang menyubit dan mengakar wajah Adam."Tambah lagi Seok Hoon! Dasar pria lemah, kau tidak malu kalah denganku." ucap Shino sambil memukul bahu Adam dengan gemas."Diamlah, jika kau tidak ingin kita jatuh berdua ke lantai." tegur Adam sambil menutup pintu dengan kakinya.Ia kemudian berjalan menuju sofa empuk di kamar tersebut, dan mendudukkan Shino disana agar wanita itu sadar. Kepalanya tidak bisa tegak seperti biasa, matanya terpejam tetapi mulutnya tidak bisa diam."Kujamin besok kau akan sakit perut seharian setelah minum sebanyak ini." ujar Adam pelan sambil menahan tubuh Shino dengan kedua tangannya agar tidak ambruk. Ia sedikit berjongkok di bawah melihat wanita yang duduk di sofa depannya ini.Adam menatap wanita berambut hitam pekat itu yang saat ini keadaannya acak-acakan, rambutnya sudah tidak rapi. Pipinya
Esok harinya...Matahari sudah menampakkan dirinya di langit yang luas ini, suara kicauan burung yang sangat merdu membangunkan wanita itu. Shino merasakan tubuhnya sangat lelah dan sakit semua. Kepalanya sangat pusing dan ia berusaha membuka matanya perlahan.Shino berkedip menatap langit-langit kamarnya, ia berusaha mengumpulkan kesadarannya lagi. Tatapannya tampak kosong, dia melamun sejenak. Rambutnya seperti singa dan kantung matanya terlihat tebal."Ah, aku ada di kamarku sendiri ternyata. Jam berapa aku sampai sini ya? Bagaimana si Seok Hoon itu kabarnya. Aku harus mengecek keadaannya." Shino berusaha bangun namun ia merasa kedinginan. Seperti tidak memakai pakaian."Mengapa dingin sekali." Ia melihat tubuhnya tak memakai sehelai benang apapun. Shino terkejut, matanya melotot berusaha bersikap tenang.Matan tertuju ke benda yang tampak melembung di dalam selimut, terlihat besar dan bergerak naik turun.Shino mengenyitkan kedua alisnya berusaha membuka selimut itu, perlahan ia m
"Kyung, sebentar lagi kau mau kuliah dimana? Apa kau akan mengejar Ivy League seperti Haru?" tanya Jay sambil menulis tugasnya yang belum terselesaikan di rumah kemarin.Jaekyung yang fokus bermain game di ponselnya, mengalihkan pandangannya ke arah Jay sekilas. Ia kemudian lanjut bermain game itu lagi."Entahlah, aku sendiri tidak tahu harus kemana. Aku hidup di dunia ini ditentukan oleh ayah dan kakekku. Takdirku pun mereka yang menentukan." jawab Jaekyung dengan nada bicara sendu.Jay terkekeh mendengar ucapan sahabatnya itu, "Takdirmu ditentukan oleh orang tuamu? Lucu sekali, memang kakekmu itu Tuhan?""Bukan begitu. Maksudku, semua urusanku sudah diatur oleh kakekku. Aku tinggal menurut saja dan melakukan apa yang diperintahkan dia." ujar Jaekyung, ibu jarinya terus menekan layar ponselnya dengan cepat."Lalu kau tidak akan kuliah nanti?""Aku kuliah, tetapi tidak tahu dimana. Mungkin, setelah ini aku akan bekerja di kantor kakekku." Jaekyung menghela napas kasar setelah melihat
Saat ini, Adam dan Seok Hoon sedang berada di sebuah lapangan tembak. Seok Hoon mengajak Adam untuk adu keterampilan. Adam tampak malas mengikuti pria cerewet di depannya kini. Sesekali Adam menghela napas melihat tempat yang tak asing baginya.Sebuah tempat dimana ia pernah belajar untuk meraih cita-citanya dulu dengan menjadi seorang tentara."Mau apa kita kesini?" tanya Adam dengan lirih. Ia memicingkan matanya menatap Seok Hoon yang mulai memilih senapan yang digunakannya sebentar lagi.Seok Hoon tersenyum miring lalu melihat pria itu dengan wajah menantang, dia telah selesai memilih senapan. Dari wajahnya terlihat bahwa ia sangat percaya diri sekarang, ia tak tahu jika Adam ahli dalam pekerjaan ini."Kau tidak pernah kesini ya? Cobalah memilih senapan yang diletakkan di meja itu." titah Seok Hoon."Aku pulang saja. Malas sekali meladeni pria sepertimu." ujar Adam berniat kembali ke villa."Aku ingin pertandingan yang adil. Ini menyangkut diriku, kau, dan Shino. Jika pertandingan