“Dia hanya remaja maniak s*ks, dia bukan pelakunya.” ucap Adam sambil melihat sekeliling ruangan itu.
Di dalam, suasananya sangat minim cahaya. Shino menghidupkan flash ponselnya. Ia merasa jijik dengan hal ini, wanita itu tak menyangka bahwa siswa yang dikenal paling tampan dan cerdas ini, ternyata memiliki rahasia sebesar ini.
Jika pihak sekolah tahu, dia akan dikeluarkan dari sekolah.
“Dia cukup profesional, dia mengambil banyak foto seperti ini tanpa dicurigai seorang pun di sekolahnya. Teman-temannya juga berpikir dia siswa yang teladan. Bagaimana ini? Kita sudah membuka rahasia seseorang,” ujar Shino dengan nada gemetar, tangannya berkeringat.
“Ini bukan urusan kita, ayo segera keluar dari ruangan ini,” ucap Adam sambil menutup pintu itu kembali.
Mereka segera turun dari lantai 2 sebelum Bu Konami dan Ryu datang, sebuah suara mobil terdengar di luar rumah. Tampaknya Bu Konami sudah datang.
Shino berl
“Kita langsung ke kantor saja sekarang,” ucap Shino sambil memainkan ponselnya. “Kenapa memangnya? Mendadak sekali,” Adam melirik wanita itu dari kaca spion. “Aku harus segera memberi tahu Pak Jung soal ini, jadi kita bisa langsung menyelidiki Kim Seok Hoon.” “Apa kau tidak kasihan dengan pegawaimu harus menyiapkan kantor untuk kedatanganmu?” jelas Adam. “Karena itu, aku membayar gaji mereka dengan baik. Apakah Al Entertaiment pernah terkena kasus pegawai tidak dibayar tepat waktu? Tidak ada kan?” sahut Shino dengan nada sombongnya yang khas, ia tersenyum miring.” Adam mengerutkan dahinya, “Tapi, kau bisa jadi bahan omongan mereka jika terus bertindak semena-mena.” Shino tetap berpura-pura tidak mendengar Adam, ia mengalihkan pandangan ke luar jendela mobil. “Aku akan mengantarmu ke rumah dulu, apa kau tidak mencium bau tubuhmu seperti apa?” ucap Adam pelan. “Bau? Apakah aku bau badan?” Shino menciumi ketiak dan bagian tubuh lainnya. Ia tersenyum kecut lalu memasang wajah sok p
Shino meletakkan frying pan yang dipegangnya tadi di meja, wanita itu masih tidak percaya dengan perubahan Adam yang drastis. Apa-apaan ini, kenapa bisa sangat berbeda?Mereka lalu duduk bersebelahan sambil menatap durian di depannya. Shino terus menatap pria itu dengan saksama, Adam yang menoleh ke arah Shino dan tersenyum tipis.Seketika itu, Shino langsung memalingkan pandangannya dan menghindari kontak mata dengan Adam. Ada apa dengannya sekarang? Ia tidak berani menatap Adam secara dekat.“Jadi, durian ini dipotong atau tidak?” tanya Adam sambil menyentuh durian itu.“Ja-jadi, sebentar aku ambil pisaunya.” ucap Shino terbata.“Kau kenapa Shino?! Kenapa kau gugup sekali?!” teriaknya dalam hati.“Berarti, kita sekarang tidak jadi ke kantor?” tanya Adam kembali.“Tidak, besok saja. Ini mulai agak malam. Aku takut mengganggu Pak Jung,” ucap Shino spontan. Adam terkejut mendengar perkataan Shino barusan.“Hei, Shino! Sejak kapan kau mengkhawatirkan Pak Jung?! berhentilah gugup!” batin
Shino terbangun dari tidurnya, Taki terus duduk di atas dadanya, karena hal itu membuat Shino susah bernapas. “Taki! Aku tidak bisa bernapaaas,” Shino memindahkan Taki dari dadanya ke bawah.“Kau sudah bangun?” Adam sudah duduk di meja makan dengan mulut yang mengunyah roti lapis buatannya sendiri.“Ah, kenapa aku tidur disini?” Shino beranjak dari sofa dan menghampiri Adam.“Kau tertidur setelah idolamu tertembak mati,”Shino kemudian mengambil sepotong roti lapis, tangannya dipukul pelan oleh Adam.“Gosok gigi dan cuci muka dulu sana!” perintah Adam sambil menjauhkan roti itu dari tangan Shino.“Memangnya kau ibuku, sok mengatur diriku?” Shino pergi dengan wajah bersungut meninggalkan Adam.“Makanya tidak ada pembantu disini, pasti karena sikapnya yang seperti hewan buas.” ujar Adam sambil memberi sepotong daging pada Taki.Tidak
Banyak pasang mata menatap mereka berdua, hari ini Shino secara bebas berkeliaran di kantor tanpa menyuruh pegawainya untuk bersembunyi. Diikuti oleh Adam di belakangnya, para staf wanita semakin memperhatikan gerak-gerik mereka.“Lihat, dia tampan sekaliii,” bisik sekumpulan staf wanita yang berpapasan dengan Shino.“Dia seperti Song Joong Ki, matanya biru sekali.” sahut yang lain.Efek style rambut memang bisa membawa perubahan besar bagi setiap orang, salah satunya Adam. Yang awal mulanya, Shino mengejeknya seperti pria paruh baya, tarzan, dan sebagainya. Kini, Shino menutup mulutnya rapat-rapat, karena ia tidak ingin mempermalukan diri sendiri.“Hari ini kita mau kemana?” tanya Adam pada Shino.“Bisa tidak, kau jangan tebar pesona disini, pegawaiku menjadi tidak fokus bekerja karenamu.” jelas Shino dengan nada bicara kesal.“Apa? Kau sekarang menyalahkanku karena wajahku yang tampan ini?” Adam tertawa kecut mendengar perkataan Shino. Pria itu menarik napas dalam-dalam menahan emos
Vivi masuk dengan anggun dan diikuti oleh Kento di belakangnya, banyak pasang mata memandangi kecantikan Vivi. Wanita itu bak aktris papan atas dengan warna rambutnya yang terang. Vivi adalah kebalikan dari Shino, ia suka warna yang terang. Hari ini pun ia memakai pakaian yang mencolok. Ia memadukan dress warna merah selutut dengan motif bunga kecil di bagian bahu. “Dimana kakek?” tanya Vivi. “Di lantai 10 nona, mari saya antar.” ajak Kento dan dibalas anggukan manis oleh Vivi. “Siapa dia?” bisik Berry sambil mengintip dari ruangannya. “Ah, dia nona Vivian. Cucu Pak Jung yang tertua, dia seumuran dengan bos kita.” jelas Bu Dinan. “Hati-hati kau dengannya, dia lebih parah dari bu Shino.” sahut pak Imura sambil terus mengetik. “Kenapa dia memangnya? Dia tampak lebih ramah dari bu Shino. Bahkan, dia tersenyum menyapa para pegawai disini.” Berry mengangkat alisnya bingung. “Dia tidak seramah yang kau lihat, aku lebih suka dimarahi bu Shino daripada dia.” ucap pak Imura dengan wajah
“Adam? Ada apa kau mencariku?” tanya Pak Jung sambil mendekat ke pintu.Mereka tampak membicarakan hal penting disana, Vivi menatap Adam dengan sorot mata penuh kagum.“Jadi namanya Adam, ini gila. Jadi kakek tidak bercanda tadi saat akan menyuruhku untuk menunggu. Aku akan menerima perjodohan ini!” gumamnya pelan.“Nona Shino, apa tadi kau bersamanya?” ucap Pak Jung terdengar di telinga Vivi dengan jelas.Vivi melotot dan mulai mendekat pada ketiga orang tersebut, “Shino? Wanita vampir itu ada disini?”“Vivian, jaga bicaramu. Dia atasan kakekmu, jangan menghinanya dengan sebutan tidak pantas begitu,” tegur Pak Jung. Vivi langsung cemberut.Wajahnya kembali sumringah dan tersenyum kepada Adam, ia lalu menjulurkan tangannya.“Vivian, cucu pertama pria tua ini. Apa kau yang mau dijodohkan denganku? Aku siap menerima, bagaimana jika memakai adat pernikahan Jepang?” ujar Vivi dengan percaya diri.Mata Adam melirik ke Pak Jung meminta penjelasan soal perkataan cucunya barusan, pernikahan?
“Sudah selesai?” Adam menghampiri wanita itu untuk menanyakan keadaannya.“Ya, hanya kontrol biasa. Aku baik-baik saja.” ucap Shino sambil menyunggingkan senyumnya, ia tidak bisa terus-terusan memasang wajah sedih. Ia tidak ingin terlihat seperti wanita lemah bagi Adam.Adam menatap wanita itu dengan intens, ia kemudian menarik tangannya.“Ayo, ikut aku.” ajak Adam sambil berjalan dengan cepat.“Kau mau bawa aku kemana?” Shino melihat Adam dengan saksama, ia tidak bisa melepaskan genggaman tangan Adam yang sangat erat.“Nanti kau akan tahu,”Pria itu membawa Shino masuk dalam lift dan menekan lantai 6. Shino hanya diam sambil sesekali melirik Adam, tangannya masih digenggam oleh pria itu.“Kau tidak akan berbuat macam-macam denganku kan?” tanya Shino penuh curiga.Adam menggelengkan kepala sambil tertawa pelan, “Kenapa? Kau berpikir apa lagi tentangku? Kau ini sangat suka berprasangka buruk padaku."“Wajahmu mencurigakan, kau pria yang tidak mudah ditebak.” ucap Shino.“Tenanglah, kau
Bau kopi menyeruak di kafe ini, para barista tampak sibuk dengan pesanan pelanggan yang semakin penuh. Bermacam-macam aktivitas dilakukan disini, mulai dari mengerjakan tugas kantor atau kuliah, sekadar berbincang dengan teman lama atau sedang menghibur diri sendirian.Mereka tertawa dan tampak riang, namun tidak dengan meja yang diisi dua orang itu. Suasananya hening, mereka hanya saling bertatapan satu sama lain. Banyak pasang mata diam-diam menatap meja itu, di antaranya ada yang mengabadikan momen itu.“Permisi, apa aku boleh meminta tanda tanganmu?” Tampak 3 orang gadis sekolah sedang menyapa Kim Seok Hoon dengan wajah riang.“Ah, boleh.” Kim Seok Hoon kemudian tersenyum manis menerima secarik kertas dan pulpen yang diberikan salah satu siswi itu.Mereka saling memukul gemas satu sama lain sambil menahan diri untuk tidak jingkrak-jingkrak di depan idola favoritnya tersebut.“Namamu?” tanya pria itu den