Shino membuka matanya perlahan, matanya melihat sekeliling. Ini bukan rumahnya, dimana dia sekarang? Apa yang terjadi? Shino bangun dari tidurnya dan memgang kepalanya, sakit sekali dan di dahi rasanya seperti ada yang bengkak. Ia pun merampikan rambutnya, di depannya ada sebuah kaca besar. Ia pun berkaca untuk mengecek apa dahinya terluka. “Apa ini?” Shino menyipitkan matanya lalu melotot membuka belahan poninya lebar-lebar. Dilihatnya dahinya di bagian tengah ada benjolan besar seperti tumor, kulitnya tampak lebam berwarna kebiruan. “Apa yang terjadi pada dahiku?! Kenapa bisa benjol begini?!” sambungnya, tangannya mecoba menyentuh pelan benjolan itu. “Argghh!” Dia menyesal telah menyentuh benjolan itu, sakit sekali. Ia tidak ingat apa yang terjadi, seingatnya dia hany sedang mengejek Adam di belakangnya. Shino pun keluar dari kamar, dilihatnya ketiga orang tersebut sedang duduk bersama di ruang tamu sambil berbincang. “Jadi, kamu sedang mendalami fotografi? Apa objek foto yang
“Dia hanya remaja maniak s*ks, dia bukan pelakunya.” ucap Adam sambil melihat sekeliling ruangan itu.Di dalam, suasananya sangat minim cahaya. Shino menghidupkan flash ponselnya. Ia merasa jijik dengan hal ini, wanita itu tak menyangka bahwa siswa yang dikenal paling tampan dan cerdas ini, ternyata memiliki rahasia sebesar ini.Jika pihak sekolah tahu, dia akan dikeluarkan dari sekolah.“Dia cukup profesional, dia mengambil banyak foto seperti ini tanpa dicurigai seorang pun di sekolahnya. Teman-temannya juga berpikir dia siswa yang teladan. Bagaimana ini? Kita sudah membuka rahasia seseorang,” ujar Shino dengan nada gemetar, tangannya berkeringat.“Ini bukan urusan kita, ayo segera keluar dari ruangan ini,” ucap Adam sambil menutup pintu itu kembali.Mereka segera turun dari lantai 2 sebelum Bu Konami dan Ryu datang, sebuah suara mobil terdengar di luar rumah. Tampaknya Bu Konami sudah datang.Shino berl
“Kita langsung ke kantor saja sekarang,” ucap Shino sambil memainkan ponselnya. “Kenapa memangnya? Mendadak sekali,” Adam melirik wanita itu dari kaca spion. “Aku harus segera memberi tahu Pak Jung soal ini, jadi kita bisa langsung menyelidiki Kim Seok Hoon.” “Apa kau tidak kasihan dengan pegawaimu harus menyiapkan kantor untuk kedatanganmu?” jelas Adam. “Karena itu, aku membayar gaji mereka dengan baik. Apakah Al Entertaiment pernah terkena kasus pegawai tidak dibayar tepat waktu? Tidak ada kan?” sahut Shino dengan nada sombongnya yang khas, ia tersenyum miring.” Adam mengerutkan dahinya, “Tapi, kau bisa jadi bahan omongan mereka jika terus bertindak semena-mena.” Shino tetap berpura-pura tidak mendengar Adam, ia mengalihkan pandangan ke luar jendela mobil. “Aku akan mengantarmu ke rumah dulu, apa kau tidak mencium bau tubuhmu seperti apa?” ucap Adam pelan. “Bau? Apakah aku bau badan?” Shino menciumi ketiak dan bagian tubuh lainnya. Ia tersenyum kecut lalu memasang wajah sok p
Shino meletakkan frying pan yang dipegangnya tadi di meja, wanita itu masih tidak percaya dengan perubahan Adam yang drastis. Apa-apaan ini, kenapa bisa sangat berbeda?Mereka lalu duduk bersebelahan sambil menatap durian di depannya. Shino terus menatap pria itu dengan saksama, Adam yang menoleh ke arah Shino dan tersenyum tipis.Seketika itu, Shino langsung memalingkan pandangannya dan menghindari kontak mata dengan Adam. Ada apa dengannya sekarang? Ia tidak berani menatap Adam secara dekat.“Jadi, durian ini dipotong atau tidak?” tanya Adam sambil menyentuh durian itu.“Ja-jadi, sebentar aku ambil pisaunya.” ucap Shino terbata.“Kau kenapa Shino?! Kenapa kau gugup sekali?!” teriaknya dalam hati.“Berarti, kita sekarang tidak jadi ke kantor?” tanya Adam kembali.“Tidak, besok saja. Ini mulai agak malam. Aku takut mengganggu Pak Jung,” ucap Shino spontan. Adam terkejut mendengar perkataan Shino barusan.“Hei, Shino! Sejak kapan kau mengkhawatirkan Pak Jung?! berhentilah gugup!” batin
Shino terbangun dari tidurnya, Taki terus duduk di atas dadanya, karena hal itu membuat Shino susah bernapas. “Taki! Aku tidak bisa bernapaaas,” Shino memindahkan Taki dari dadanya ke bawah.“Kau sudah bangun?” Adam sudah duduk di meja makan dengan mulut yang mengunyah roti lapis buatannya sendiri.“Ah, kenapa aku tidur disini?” Shino beranjak dari sofa dan menghampiri Adam.“Kau tertidur setelah idolamu tertembak mati,”Shino kemudian mengambil sepotong roti lapis, tangannya dipukul pelan oleh Adam.“Gosok gigi dan cuci muka dulu sana!” perintah Adam sambil menjauhkan roti itu dari tangan Shino.“Memangnya kau ibuku, sok mengatur diriku?” Shino pergi dengan wajah bersungut meninggalkan Adam.“Makanya tidak ada pembantu disini, pasti karena sikapnya yang seperti hewan buas.” ujar Adam sambil memberi sepotong daging pada Taki.Tidak
Banyak pasang mata menatap mereka berdua, hari ini Shino secara bebas berkeliaran di kantor tanpa menyuruh pegawainya untuk bersembunyi. Diikuti oleh Adam di belakangnya, para staf wanita semakin memperhatikan gerak-gerik mereka.“Lihat, dia tampan sekaliii,” bisik sekumpulan staf wanita yang berpapasan dengan Shino.“Dia seperti Song Joong Ki, matanya biru sekali.” sahut yang lain.Efek style rambut memang bisa membawa perubahan besar bagi setiap orang, salah satunya Adam. Yang awal mulanya, Shino mengejeknya seperti pria paruh baya, tarzan, dan sebagainya. Kini, Shino menutup mulutnya rapat-rapat, karena ia tidak ingin mempermalukan diri sendiri.“Hari ini kita mau kemana?” tanya Adam pada Shino.“Bisa tidak, kau jangan tebar pesona disini, pegawaiku menjadi tidak fokus bekerja karenamu.” jelas Shino dengan nada bicara kesal.“Apa? Kau sekarang menyalahkanku karena wajahku yang tampan ini?” Adam tertawa kecut mendengar perkataan Shino. Pria itu menarik napas dalam-dalam menahan emos
Vivi masuk dengan anggun dan diikuti oleh Kento di belakangnya, banyak pasang mata memandangi kecantikan Vivi. Wanita itu bak aktris papan atas dengan warna rambutnya yang terang. Vivi adalah kebalikan dari Shino, ia suka warna yang terang. Hari ini pun ia memakai pakaian yang mencolok. Ia memadukan dress warna merah selutut dengan motif bunga kecil di bagian bahu. “Dimana kakek?” tanya Vivi. “Di lantai 10 nona, mari saya antar.” ajak Kento dan dibalas anggukan manis oleh Vivi. “Siapa dia?” bisik Berry sambil mengintip dari ruangannya. “Ah, dia nona Vivian. Cucu Pak Jung yang tertua, dia seumuran dengan bos kita.” jelas Bu Dinan. “Hati-hati kau dengannya, dia lebih parah dari bu Shino.” sahut pak Imura sambil terus mengetik. “Kenapa dia memangnya? Dia tampak lebih ramah dari bu Shino. Bahkan, dia tersenyum menyapa para pegawai disini.” Berry mengangkat alisnya bingung. “Dia tidak seramah yang kau lihat, aku lebih suka dimarahi bu Shino daripada dia.” ucap pak Imura dengan wajah
“Adam? Ada apa kau mencariku?” tanya Pak Jung sambil mendekat ke pintu.Mereka tampak membicarakan hal penting disana, Vivi menatap Adam dengan sorot mata penuh kagum.“Jadi namanya Adam, ini gila. Jadi kakek tidak bercanda tadi saat akan menyuruhku untuk menunggu. Aku akan menerima perjodohan ini!” gumamnya pelan.“Nona Shino, apa tadi kau bersamanya?” ucap Pak Jung terdengar di telinga Vivi dengan jelas.Vivi melotot dan mulai mendekat pada ketiga orang tersebut, “Shino? Wanita vampir itu ada disini?”“Vivian, jaga bicaramu. Dia atasan kakekmu, jangan menghinanya dengan sebutan tidak pantas begitu,” tegur Pak Jung. Vivi langsung cemberut.Wajahnya kembali sumringah dan tersenyum kepada Adam, ia lalu menjulurkan tangannya.“Vivian, cucu pertama pria tua ini. Apa kau yang mau dijodohkan denganku? Aku siap menerima, bagaimana jika memakai adat pernikahan Jepang?” ujar Vivi dengan percaya diri.Mata Adam melirik ke Pak Jung meminta penjelasan soal perkataan cucunya barusan, pernikahan?
Berry tercengang ketika mendengar kalimat yang keluar dari mulut adiknya sendiri. Apa dia tidak salah dengar? Bocah SMA yang selama ini hanya menumpang tidur dan bermain game di rumahnya ternyata seorang pecandu?“Kau jangan asal bicara Jay, kau tahu dia seorang konglomerat. Jaga mulutmu jika kau ttak mau dipenjara mereka nanti.” sahur Berry berusaha tak percaya. Ia tidak mau asal memfitnah orang apalagi keluarga Jaekyung punya kuasa di negara ini.“Kau kira aku bicara tanpa bukti?!” sentak Jay sambil melotot pada kakaknya itu yang seolah-olah memandang dirinya penipu. Berry menoleh ke arah adiknya dan menatapnya tajam, “Jadi, apa kau punya buktinya? Tunjukkan padaku kalau begitu!” jawab Berry dengan nada menantang. Saat ini mereka diam di samping jalan, Berry menunggu jawaban Jay.Jay berpikir sejenak, selama ini ia tak mengambil bukti apapun dari Jaekyung. Dia hanya menebaknya saja.“Untuk buktinya ….” Jay menggigit jarinya bingung. Berry tak tahan dengan hal itu, ia hanya tertawa
"Hah?" Pak Imura tercengang ketika mendengar kalimat yang keluar dari mulut bosnya barusan. Apa dia tidak salah dengar tadi? Tidak mungkin, dia selama ini selalu menjadi manajer departemen ini untuk waktu yang lama. Dan dia tak pernah menduga bahwa dia akan dipromosikan langsung oleh CEO perusahaan ini.Shino tersenyum miring, "Jika kau mau, kau harus menunjukkan bahwa dirimu lah yang mampu mengemban tugas ini. Jangan merendah, aku ingin melihatmu melawan mereka. Hubungi aku untuk berdiskusi soal ini."Shino keluar dengan diikuti Adam yang menahan senyumnya ketika melihat wajah Pak Imura yang kebingungan. Bu Dinan pun tak sadar jika ia telah menganga selama lebih dari 5 menit. Tidak ada hujan tiba-tiba ada berita seperti ini.Pak Imura terduduk lemas di kursi sofa, rasanya seperti sedang memenangkan sebuah lotre yang sudah diinginkannya sejak lama. Tangannya gemetar dan berkeringat, lidahnya terasa kelu, pikirannya kosong.Bagaimana jika keluarganya mendengar hal ini, mereka pasti aka
Berry membuka aplikasi perekam dalam ponselnya, segera ia mendekatkan benda itu di balik lemari. Pak Kim dan Pak Jung duduk di sofa sambil berbincang mengenai pernikahan cucu mereka yang semakin dekat.“Tak lama lagi kita akan jadi besan pak,” ujar Pak Jung sambil tertawa pelan."Bagaimana? Apa kau sudah mengurus hal itu? Dia sebentar lagi akan keluar." tanya Pak Kim membuat Berry semakin penasaran dengan orang yang dimaksud Pak Kim."Kento sudah mengurusnya dengan baik, sebentar lagi Anda hanya duduk tenang menunggu cucu anda menggantikan." Pak Jung tersenyum miring, mereka berdua lalu keluar dari ruangan itu. Berry mengernyit lalu keluar dengan diam-diam.Dia kembali mendengarkan suara rekaman tadi dengan earphone, mengamati suara mereka berdua. Apa yang dimaksudnya? Siapa yang akan menggantikan Pak Kim? Seok Hoon?Apa dia akan dicalonkan untuk penggantian direktur nanti? Apa mereka sudah merencanakan ini sebelumnya?Berry kemudian mengirim file rekaman itu kepada Shino agar dia tah
Berry menggigit jarinya untuk menenangkan dirinya dari rasa berdebar yang sangat hebat. Saat ini, ia sedang menunggu pintu dibuka oleh Shino. Akar dari masalah ini mulai terlihat setelah ia nekat mengutak-atik laptop milik pacarnya, Jiho.Tak lama kemudian, pintu terbuka dan terlihat Adam dengan wajah dinginnya menyuruh Berry masuk ke dalam. Setelah Berry masuk, diliriknya keadaan luar memastikan tidak ada seorangpun yang melihat mereka."Berry, apa Jiho tahu hal ini?" tanya Shino memastikan."Sepertinya dia memang sedang memantau Jaekyung setiap harinya. Walaupun dia terlihat dingin dan tak peduli sekalipun, tetapi di laptopnya banyak video rekaman cctv aktivitas yang dilakukan Jaekyung." jelas Berry.Shino dan mengangguk bebarengan lalu mereka saling melirik satu sama lain. Sepertinya Berry akan dapat misi baru setelah ini. Mereka sudah tahu kinerja Berry yang cepat tanggap menangani masalah ini."Oke, sekarang aku memiliki misi baru untukmu. Singkirkan Jiho dan Jaekyung dari pikira
"Nanti siang aku akan menjemputmu, kita harus fitting pakaian pengantin kita. Aku mau semunu harus selesai dalam dua hari ini." ucap Seok Hoon dengan tegas. Terlihat dari ekspresinya, ia tampak datar. Setelah kejadian itu, membuatnya menjadi lebih dingin dari biasanya. Dia menjadi lebih serius ketika bersama Vivi. "Baiklah," balas Vivi, ia menahan senyumnya agar tidak muncul di hadapan Seok Hoon. Walaupun Seok Hoon berubah, ia tetap senang karena Seok Hoon berhasil melupakan wanita itu. Mulai dari sekarang, ia akan berusaha membuat Seok Hoon yang dingin ini menjadi tergila-gila padanya. Sesampainya di depan rumah Seok Hoon, pria itu meminta Vivi memberhentikan mobilnya disana. "Pulanglah. Terima kasih sudah mengantarku." Seok Hoon keluar dari mobil meninggalkan Vivi. Di dalam mobil, Vivi berteriak kegirangan. Ia tak dapat mendeskripsikan perasaan senangnya kini. Di rumah Vivi, tampak Pak Jung duduk di ruang tamu. Pria tua itu tersentak ketika melihat Vivi datang secara terburu-bur
Shino telah selesai mengobati luka Adam, ia menutup kotak obat tersebut dan meletakkannya di meja. Shino menghela napas menatap pria itu dengan tajam, ia menunggu Adam mulai berbicara. Pria itu tertunduk berusaha menghindari kontak mata dengan Shino."Jelaskan, bagaimana ini bisa terjadi! Apa kalian berantem satu sama lain?" tanya Shino dengan cepat.Adam diam seribu bahasa dan tidak mau menatap Shino sama sekali. Ia tetap masih menundukkan kepalanya."Angkat kepalamu dan jawab pertanyaanku! Apa kau bisu?!" Shino mulai menaikkan suaranya.Pria itu kemudian menghela napas pelan lalu menatap Shino dengan tenang. Ia melihat sebuah guratan jelas di leher Shino, sepertinya wanita itu sangat marah kali ini."Maafkan aku, soal tadi mal—""Aku tidak sedang membicarakan hal itu!" bentak Shino sambil berusaha mengontrol wajahnya agar tidak goyah dan salting mengingat tadi malam."Benar, aku adu jotos dengan Seok Hoon. Dia yang lebih dulu memukulku dan memnacingku dengan kata-katanya yang menusu
Saat ini, Adam dan Seok Hoon sedang berada di sebuah lapangan tembak. Seok Hoon mengajak Adam untuk adu keterampilan. Adam tampak malas mengikuti pria cerewet di depannya kini. Sesekali Adam menghela napas melihat tempat yang tak asing baginya.Sebuah tempat dimana ia pernah belajar untuk meraih cita-citanya dulu dengan menjadi seorang tentara."Mau apa kita kesini?" tanya Adam dengan lirih. Ia memicingkan matanya menatap Seok Hoon yang mulai memilih senapan yang digunakannya sebentar lagi.Seok Hoon tersenyum miring lalu melihat pria itu dengan wajah menantang, dia telah selesai memilih senapan. Dari wajahnya terlihat bahwa ia sangat percaya diri sekarang, ia tak tahu jika Adam ahli dalam pekerjaan ini."Kau tidak pernah kesini ya? Cobalah memilih senapan yang diletakkan di meja itu." titah Seok Hoon."Aku pulang saja. Malas sekali meladeni pria sepertimu." ujar Adam berniat kembali ke villa."Aku ingin pertandingan yang adil. Ini menyangkut diriku, kau, dan Shino. Jika pertandingan
"Kyung, sebentar lagi kau mau kuliah dimana? Apa kau akan mengejar Ivy League seperti Haru?" tanya Jay sambil menulis tugasnya yang belum terselesaikan di rumah kemarin.Jaekyung yang fokus bermain game di ponselnya, mengalihkan pandangannya ke arah Jay sekilas. Ia kemudian lanjut bermain game itu lagi."Entahlah, aku sendiri tidak tahu harus kemana. Aku hidup di dunia ini ditentukan oleh ayah dan kakekku. Takdirku pun mereka yang menentukan." jawab Jaekyung dengan nada bicara sendu.Jay terkekeh mendengar ucapan sahabatnya itu, "Takdirmu ditentukan oleh orang tuamu? Lucu sekali, memang kakekmu itu Tuhan?""Bukan begitu. Maksudku, semua urusanku sudah diatur oleh kakekku. Aku tinggal menurut saja dan melakukan apa yang diperintahkan dia." ujar Jaekyung, ibu jarinya terus menekan layar ponselnya dengan cepat."Lalu kau tidak akan kuliah nanti?""Aku kuliah, tetapi tidak tahu dimana. Mungkin, setelah ini aku akan bekerja di kantor kakekku." Jaekyung menghela napas kasar setelah melihat
Esok harinya...Matahari sudah menampakkan dirinya di langit yang luas ini, suara kicauan burung yang sangat merdu membangunkan wanita itu. Shino merasakan tubuhnya sangat lelah dan sakit semua. Kepalanya sangat pusing dan ia berusaha membuka matanya perlahan.Shino berkedip menatap langit-langit kamarnya, ia berusaha mengumpulkan kesadarannya lagi. Tatapannya tampak kosong, dia melamun sejenak. Rambutnya seperti singa dan kantung matanya terlihat tebal."Ah, aku ada di kamarku sendiri ternyata. Jam berapa aku sampai sini ya? Bagaimana si Seok Hoon itu kabarnya. Aku harus mengecek keadaannya." Shino berusaha bangun namun ia merasa kedinginan. Seperti tidak memakai pakaian."Mengapa dingin sekali." Ia melihat tubuhnya tak memakai sehelai benang apapun. Shino terkejut, matanya melotot berusaha bersikap tenang.Matan tertuju ke benda yang tampak melembung di dalam selimut, terlihat besar dan bergerak naik turun.Shino mengenyitkan kedua alisnya berusaha membuka selimut itu, perlahan ia m