Home / Romansa / 30 Hari Menjadi Pacar Kontrak Presdir Dingin / Bab 5. Meeting dengan Penjilat

Share

Bab 5. Meeting dengan Penjilat

Author: Ai Bori
last update Last Updated: 2023-09-15 09:54:30

Binar menggidik ngeri, terkadang ia merasa kantor ini adalah neraka, namun akal sehatnya mengatakan tidak ada neraka semewah ini. Lelaki itu menarik tangan Binar dan menutup pintu ruangannya kembali.

“Kamu tunggu di sini!” titahnya.

“Tapi, Pak —”

“Saya tidak terima penolakan!” potongnya langsung.

Dalam rumus Binar, wanita tidak pernah salah, namun kali ini ia malah terjebak dengan rumusnya sendiri. Binar berdiri sambil menghadap ke pintu, padahal Presdir Tama sudah pergi ke ruangan rahasianya untuk berganti pakaian.

“Pak Presdir, apa saya juga akan ikut pergi?” tanya Binar dengan menutup matanya.

Padahal dirinya sudah berbalik badan, namun rasanya itu masih kurang untuk menutup matanya. “Kacang … kacang … kacang … kacang berapa sekilo?” gumamnya sendiri.

“Astaga, benar-benar dikacangin. Ya sudahlah!” gerutunya.

Sekitar sepuluh menit kemudian, Presdir Tama sudah selesai berpakaian. Kini ia sudah sangat tampan dan gagah. Jiwa maskulinnya pun terpampang nyata.

Lelaki itu berdehem dengan maksud agar Binar menoleh, tetapi wanita itu tidak paham dengan isyarat tersebut. “Sekretaris Binar!” panggilnya.

“Iya, Pak?”

“Apa kamu nggak punya sopan santun?”

“Punya, makanya saya nggak lihat.”

“Lihat sini!”

“Tapi, Pak —”

Presdir Tama langsung memutar tubuh Binar hingga membuat wanita itu terperanjat kaget, “Bagaimana menurut kamu? Apa ada yang kurang?”

Binar terpanah melihatnya, ia benar-benar terpesona dengan penampilan atasannya tersebut. Bahkan matanya saja sampai tidak berkedip.

“Hello?” tegur Presdir Tama setelah beberapa saat.

“I—iya, Pak. Gimana, Pak?”

“Bagaimana dengan penampilan saya?”

“Ba—bagus, Pak Presdir. Hanya saja …”

“Hanya saja?” beo Presdir Tama.

“Maaf, Pak. Dasinya miring,” ucap Binar pelan.

Presdir Tama mencoba untuk membetulkan kembali dasinya, akan tetapi bukannya semakin betul ini malah semakin miring. Binar cekikikan melihatnya.

“Ada apa?” tanya Presdir Tama.

“Boleh saya bantu, Pak?”

Tanpa menunggu jawaban Binar mendekatkan dirinya dan langsung membetulkan dasi tersebut. Nafas mereka saling sahut-sahutan, kegugupan mulai melanda namun Binar berhasil menyelesaikan pekerjaannya.

“Selesai,” kata Binar.

“Baiklah, ayo!”

“Saya ikut, Pak?”

“Jabatan kamu apa?”

“Asisten Pak Presdir!”

“Terus?”

Binar mengambil tas dan segala keperluan Presdir Tama, “Ayo, Pak Presdir!”

Mereka pun keluar dari ruangan. Sang Presdir berjalan didepannya sedangkan Binar berada dibelakang. Binar masih belum bisa menyamakan langkah kaki atasannya karena Presdir Tama berjalan dengan sangat cepat.

Kini keduanya berada di depan lift, begitu pintunya terbuka, kaki Binar gemetaran. Merasa takut diomelin dengan Presdir Tama, Binar langsung masuk ke dalam saat mendapatkan tatapan tajam.

Pintu pun tertutup, Binar berdiri menghadap ke dinding sambil berpegangan. Presdir Tama yang melihat pun langsung mengerutkan alisnya, “Apa kamu punya trauma, sekretaris Binar?”

Binar menganggukkan kepalanya, “Ya, semasa kecil, Pak Presdir. Maaf!”

Presdir Tama mengambil tangan Binar yang berada di dinding, “Pegang saya saja!”

“Tapi, Pak, bagaimana kalau ada yang melihat? Saya khawatir mereka berpikir negatif tentang saya.”

“Tenang saja, ini lift khusus saya. Tidak akan ada yang berani masuk apalagi melihatnya.”

Binar memegang erat lengan Presdir Tama, ia benar-benar ketakutan saat ini. Entah mengapa Binar merasa nyaman saat memegang lengan atasannya tersebut.

Tanpa terasa mereka sudah sampai lantai paling bawah, Binar sampai lupa melepaskan tangannya padahal pintu lift sudah terbuka. “Ekhm, sekretaris Binar!”

Binar tersentak kaget, “Ma—maaf, Pak.” Binar melepaskan tangannya dan mempersilakan atasannya keluar lebih dulu.

Keduanya jalan beriringan, banyak sekali yang menunduk tanda hormatnya pada Presdir Tama. Tak sedikit yang tersenyum pada Binar. Di depan pintu masuk ternyata sudah ada mobil yang menunggu kedatangan tuannya, pintu belakang mobil mewah tersebut terbuka, Pak supir berdiri di samping sambil menundukkan kepala saat Presdir Tama masuk.

“Kenapa masih diam di situ?” tanyanya pada Binar yang malah berdiri di tempat.

“Saya nanti nyusul naik motor, Pak Presdir!”

“Naik!” titahnya.

Binar pun berjalan ke sisi kanan bangku depan, ia memilih duduk di sebelah Pak Supir. Begitu Binar naik, Presdir Tama memanggilnya. “Iya, Pak?”

“Saya tidak suka duduk sendirian!”

Akhirnya Binar pun berpindah posisi. Banyak sekali aturan yang harus dilakukan Binar sebagai asisten, entah dirinya akan tahan atau tidak. Lelaki itu seperti bayi yang sudah besar. Hanya saja ia bisa berbicara dan memerintah. Rasanya ingin sekali Binar memberikannya susu di dalam dodotnya kemudia ia berikan pada Presdir Tama agar tidak mengoceh lagi.

Diperjalanan tidak ada yang berbicara, semuanya hening. Namun tiba-tiba lelaki itu memberikan sebuah kertas, “Ini catatan alergi saya!”

Binar membacanya dengan teliti. Banyak sekali, pikir Binar. Tiba-tiba Presdir Tama memberikannya beberapa kertas lagi. “Kalau ini makanan kesukaan saya! Yang ini warna yang saya suka, dan yang terakhir ini adalah hal yang saya suka dan tidak suka! Dipahami, jangan sampai lupa!”

Kertas tersebut sangatlah banyak, Binar pun membacanya agar tidak melakukan kesalahan lagi. Tak lama kemudian Binar menyimpannya ke dalam tas.

Tak lama setelah itu mereka sampai di sebuah restoran dan langsung menuju ruangan VIP yang sudah dipesannya. Di sana sudah ada beberapa orang Presdir dengan asistennya.

Saat rapat dimulai, Binar tidak melakukan kesalahan apapun. Bahkan dia bisa menyeimbangkannya seperti memberi masukan dan tanggapan. Padahal dia belum membaca tema rapat kali ini. Semuanya berdecak kagum dengan Binar.

Banyak orang yang memberikan tepuk tangan pada Binar. Tiba-tiba seseorang memberikan kartu namanya, “Simpanlah, siapa tahu butuh tempat untuk berlompat.”

Binar masih bingung, ia ingin sekali bertanya langsung pada Presdir Tama namun lelaki itu melarangnya. ‘Aneh sekali, maksudnya apa, ya?’ batin Binar.

Seorang pelayan masuk ke dalam dan membawakan makanan yang sudah di pesan. Seorang laki-laki yang memberikan kartu nama tadi ternyata adalah seorang Presdir juga. Ia terus mengajak Binar berbicara, wanita itupun menjawabnya dengan profesional.

“Kamu tahu, tidak, sekretaris saya itu adalah mantan sekretarisnya Presdir Tama. Saya tidak perlu capek-capek mencari sekretaris karena Presdir Tama selalu membuangnya. Bodoh sekali, bukan?”

Binar tersenyum tipis, “Maaf, Tuan. Menurut saya lebih baik membuang dari pada mengutip, karena mengutip sesuatu yang sudah dibuang berarti sama saja mengambil bekas orang lain.

“Saya tidak mengutip, mereka sendiri yang datang! Lagian sekertaris hebat kok dibuang.”

“Maaf, Tuan. Tapi saya tidak berhak ikut campur soal itu.”

“Kamu juga, kalau kamu dibuang nantinya, jangan lupa untuk cari saya! Saya akan memberikan gaji dua kali lipat. Saya yakin kamu orang hebat, melihat kamu tampil seperti tadi membuat saya menjadi takjub. Jangan lupa untuk menghubungi saya nanti, ya?”

Binar hanya tersenyum, “Mohon maaf, Tuan. Saya tidak akan bergabung dengan penjilat.” Binar sengaja mengatakan itu karena melihat lelaki itu cukup akrab dengan Presdir Tama, namun ternyata ia suka menjelek-jelekkan Presdir Tama di belakang lelaki tersebut.

Sekitar pukul tiga sore, mereka kembali ke kantornya. Seperti biasa jalanan di sore hari sangatlah macet. “Sekretaris Binar!” panggil Presdir Tama.

Begitu Binar menoleh, lelaki itu ternyata tidak menatapnya sama sekali saat mengajaknya bicara. “Saya lihat kamu cukup akrab dengan Presdir Wong! Apa kamu mengenalnya?”

Related chapters

  • 30 Hari Menjadi Pacar Kontrak Presdir Dingin   Bab 6. Apartemen Baru

    "Pak Presdir mah kocak!" seru Binar sambil cekikikan. Cukup aneh memang bagi Presdir Tama karena dirinya tidak merasa sedang membuat lelucon saat ini. "Saya serius!" tegas lelaki itu dengan wajah dinginnya.Binar menelan saliva dengan susah payah, wajah atasannya tersebut sangatlah datar. Tida datar aja seram, apalagi tanpa ekspresi seperti itu, pikirnya."Saya tidak mengenal beliau, Pak Presdir. Kalau Pak Presdir tidak mengenalkan saya padanya, mungkin kami tidak kenal. Kalau Pak Presdir tidak mengajak saya pergi, mungkin kami tidak akan bertemu. Kalau Pak Presdir —""Kamu pikir ini lucu?" potong lelaki itu dengan cepat. "Katakan secara singkat!" lanjutnya."Maaf, Pak." Binar menundukkan kepalanya sambil mengutuk dirinya sendiri yang sudah lancang. 'Binar … Binar … sudah tahu atasan kamu itu kayak beruang kutub masuk freezer, bisa-bisanya kamu ngajak bercanda!' batin Binar mengumpat dirinya sendiri. Presdir Tama tidak menimpali lagi, akan tetapi dirinya menatap sang asisten dengan

    Last Updated : 2023-09-28
  • 30 Hari Menjadi Pacar Kontrak Presdir Dingin   Bab 7. Jontik

    "Hidup itu serba salah, ya? Lagi kerja, pengennya jadi pengangguran. Nanti giliran nganggur, pengennya kerja di gedongan!" Binar menggerutu sendiri karena ia dirinya hanya tidur satu jam saja setelah membereskan semua barangnya ke dalam apartemen yang kini menjadi miliknya. Meskipun hanya untuk satu tahun, namun tak dapat dipungkiri jika Binar sudah jatuh hati dengan tempat ini. Perpisahannya dengan orangtua memang serba dadakan. Namun tanpa sepengetahuan Binar, sebelum wanita itu sampai di rumah, Presdir Tama sudah menyuruh seseorang untuk mengatakan tujuannya pada orangtua Binar agar mereka tidak terkejut nantinya saat sang putri pulang untuk membawa barang-barangnya. "Ponselku di mana?" Binar mencari ponselnya yang ia taruh di sembarang arah. Setelah beberapa menit, akhirnya ia menemukan ponsel tersebut di bawah kolong kursi santainya. Binar pun mengambil ponselnya dan menekan nomor sang atasan tercinta. [Halo, selamat pagi, Pak Presdir!] Binar berniat untuk membangunkan sang a

    Last Updated : 2023-09-30
  • 30 Hari Menjadi Pacar Kontrak Presdir Dingin   Bab 8. Gaji menjadi Taruhan

    "Ibu, Binar ngantuk sekali. Tolonglah, biarkan Binar tidur, satu jam saja!" Wanita itu terus mengigau, mengira yang memanggilnya adalah sang ibu tercinta. Tidak tahu saja dirinya jika atasan yang dingin itu sedang melipat tangannya sambil menatap dirinya. Dengan sengaja Presdir Tama menghempaskan buku tepat dihadapan Binar. Wanita itu pun terperanjat kaget, "Eh, ayam, copot, ayam …" Binar pun menjadi latah. Karena kesal melihat seseorang yang mengganggu tidurnya, ia menggebrak meja kerjanya. "Maunya apa, s— eh, Pak Presdir. Selamat pagi, Pak. Pak Presdir butuh sesuatu?" Amarahnya pun terhenti saat melihat yang mengganggunya adalah atasannya sendiri. "Enak, tidurnya?""Siap, tidak, Pak.""Lalu?""Siap, salah, Pak." Binar malah seperti sedang latihan militer saat ini saking gugupnya. "Apa jadwal kita pagi ini?""Jadwal?" beo Binar, dirinya masih belum sepenuhnya sadar saat ini. Sebagian dari dirinya masih menginginkan untuk tidur, sebagian lagi sudah menyadari waktunya bekerja.Pres

    Last Updated : 2023-10-02
  • 30 Hari Menjadi Pacar Kontrak Presdir Dingin   Bab 9. Berjumpa Tuan Besar

    Tiga bulan sudah berlalu, Binar pun sudah terbiasa dengan rutinitasnya. Selama tiga bulan ini dia tidak melakukan kesalahan sama sekali bahkan sang atasan sudah hidup bergantungan dengannya.Sekitar pukul empat subuh, Binar sudah rapi dengan pakaiannya. Di depan cermin, ia sedang merias dirinya. "Ternyata aku cantiknya kebangetan, ya? Pantas saja namaku Queen!"Begitulah Binar, sering sekali ia memuji dirinya sendiri. Itu dilakukannya semata-mata hanya untuk menyenangkan dirinya. Setelah berdandan dengan cantik, Binar menoleh ke arah jam di dinding. Tak disangka ternyata sudah memasuki pukul lima pagi. Cukup lama ia berdandan dan memuji dirinya itu. Binar mengambil ponselnya untuk menghubungi Presdir Tama. Binar memencet nomor atasannya tersebut di layar ponselnya. Tak lama kemudian panggilan pun terhubung pada yang bersangkutan. [Selamat pagi, Pak Presdir. Awali pagi dengan senyuman.][Hm, jangan lupa sarapan!] seru Pak Presdir dari balik layar dengan suara beratnya. Setelah itu ia

    Last Updated : 2023-10-05
  • 30 Hari Menjadi Pacar Kontrak Presdir Dingin   Bab 10. Permintaan Tuan Angkasa

    Binar tercengang saat mendengarkan ucapan dari ibunya Tama. Nyonya Diana sengaja mengatakan itu karena sang putra tidak pernah mengenalkan satu wanita pun padanya, kecuali para sekretaris yang menemaninya. Ia hanya ingin melihat reaksi dari sang putra. Namun ternyata reaksinya tetap sama, hanya datar tanpa berekspresi saat menanggapinya. "Berhentilah melakukan hal konyol, Mom." Presdir Tama mengatakan itu sambil duduk. "Jadi yang ini bukan juga? Astaga, padahal Mommy sudah berharap banyak," sahut Nyonya Diana dengan lesu. Tuan besar Angkasa menahan tawanya, istri dan putranya memang sering sekali bertengkar jika sudah menyangkut tentang wanita. Wajar saja, karena sampai detik ini belum ada tanda-tanda mereka akan mendapatkan menantu. Keduanya sudah tua, mereka ingin menyaksikan pernikahan putra mereka satu-satunya. "Sebaiknya kita makan dulu," titah Tuan Angkasa.Para pelayan pun datang menghidangkan beberapa macam makanan. Binar terkejut karena banyak sekali makanan di meja terse

    Last Updated : 2023-10-10
  • 30 Hari Menjadi Pacar Kontrak Presdir Dingin   Bab 11. Kandidat Kencan Buta

    Melihat atasannya sangat antusias, Binar pun tak kalah semangatnya. "Tak banyak, hanya setengah kodi saja!" "Sepuluh orang maksud kamu?" Binar menganggukkan kepalanya, "Sepertinya Tuan Angkasa benar-benar mempersiapkan segalanya dengan matang, Pak Presdir." "Itu jumlah yang banyak …" "Benarkah? Lihat, Pak Presdir. Gadis ini cantik sekali. Apa ini anaknya Presdir Chloe? Sepertinya dia sangat cocok dengan Pak Presdir." Begitulah Binar, tidak bisa membedakan mana yang pantas dan mana yang tidak saat berbicara dengan lawan jenisnya. Saat menyadari kesalahannya, Binar menutup mulutnya. "Sorry! Saya bercanda, Pak Presdir." "Dari mana kamu kenal dengan Presdir Chloe?" "Saya tidak mengenalnya," jawab Binar langsung. "Lalu?" "Lalu?" Beo Binar sambil memutar matanya. "Lalu apa? Ah, ya, lalu saya tahu nama Presdir Chloe dari tuan besar. Bukannya tuan besar tadi cerita tentang Presdir Chloe, ya?" sambungnya. Presdir Tama tak bergeming, berbicara dengan Binar memang harus memiliki kesab

    Last Updated : 2023-10-11
  • 30 Hari Menjadi Pacar Kontrak Presdir Dingin   Bab 12. Kiat-Kiat Dari Rayyan

    "Haaa … kena, kalian!" serunya lagi sambil menggebrak meja dengan pelan.Suasana yang tadinya tegang pun menjadi cair kembali saat pria itu malah merapikan rambutnya. Dia adalah Rayyan, atasannya Andin yang terkenal suka merayu wanita."Hayo … ketahuan 'kan, kalian! Ternyata suka ceritain orang tampan." Rayyan kembali melanjutkan ucapannya untuk mencairkan suasana. "Maaf, Pak!" Lirih Binar dan Andin, meskipun Rayyan terlihat baik-baik saja, mereka merasa tidak enak karena sudah lancang membicarakan atasannya tersebut. "Berhubung saya sedang bahagia, saya maafkan. Tahu, nggak? Beberapa jam lalu saya akhirnya dapat nomor teman sekolah saya dulu yang ngejar-ngejar saya.""Kenapa Bapak yang senang? 'kan dia yang ngejar Bapak?" Andin langsung menyambar ucapan atasannya tadi."Karena sekarang dia semakin waw, tak di sangka kecantikannya semakin runcing.""Pisau kali, Pak," protes Andin. "Hei, saya atasan kamu!" oceh Rayyan. Binar tersenyum geli mendengar perdebatan mereka, namun senyumn

    Last Updated : 2023-10-13
  • 30 Hari Menjadi Pacar Kontrak Presdir Dingin   Bab 13. Kencan Pertama

    Rayyan terbahak-bahak mendengarnya. Sahabatnya memang tak pernah berubah sejak ditinggal sang kekasih dulu. Entah bagaimana caranya agar trauma tersebut berakhir dan Presdir Tama percaya dengan yang namanya cinta. "Bro! Itu terserah kamu. Kamu yang jalanin, kamu juga yang ngerasain. Tapi saran aku, kamu nikmatin aja rencana dari daddy. Kalau kamu nggak suka, bisa kasih aku!" seru Rayyan sambil terkekeh geli. "Pacar kamu sudah satu lusin, Ray. Dan kamu masih mau tambah? Kayaknya kita harus manggil dr. Richard.""Ngapain?""Buat meriksa otak kamu.""Pak Presdir yang terhormat, dr. Richard itu spesialis jantung!""Aku ini Presdir Tama, aku tidak terima penolakan."Rayyan menarik tangan Presdir Tama membuat pria itu beserta Binar terkejut. "Ikut aku!" titahnya, lalu Rayyan pun melirik Binar. "Kamu juga, ikut saya!""Mau ke mana, Pak?" tanya Binar."Kita cari pakaian yang cocok untuk atasan kita ini. Kita harus berikan yang terbaik untuk beliau!" seru Rayyan. Binar mengikuti langkah Ray

    Last Updated : 2023-10-15

Latest chapter

  • 30 Hari Menjadi Pacar Kontrak Presdir Dingin   Bab 36. Keputusan Binar

    Taman di mansion milik Tuan Angkasa cukup besar. Bahkan juga ada beberapa wahana seperti pelosotan dan ayunan sebagai pelengkap.Saat ini Binar dan Presdir Tama sedang berada di tamat tersebut. Banyak sekali pertanyaan yang ada dibenak Binar. Sedangkan Presdir Tama terlihat dingin menatap lurus ke depan. "Pak Presdir —""Saya mencintaimu!" seru Presdir Tama."Apa?""Anggap saja saya mencintaimu."Binar semakin kecewa, dia mengira lelaki itu benar-benar menyukainya. Tetapi ternyata semua itu hanya bagian dari rencana. Binar menggelengkan kepala, "sorry tapi ini diluar dari kesepakatan kita. Saya tidak setuju! Pernikahan bukanlah permainan, Pak Presdir. Saya tidak bisa mengotori ikatan suci itu dengan perjanjian konyol ini.""Bagaimana kalau kita nikah beneran? Hanya dua tahun saja. Saya tidak akan menyentuhmu. Kita buat pernjanjian secara tertulis lagi. Bagaimana?""Tidak! Saya tidak setuju!""Bagaimana kalau bayarnya 100 kali lipat?""Apa anda sudah gila?" Binar sudah tak dapat lagi

  • 30 Hari Menjadi Pacar Kontrak Presdir Dingin   Bab 35. Lusa harus menikah!

    [Buka pintunya sekarang!]Binar terperanjat kaget, kini kepalanya 'lah yang terbentur oleh lemari kecil yang berada di sebelahnya. Untunglah, panggilan tersebut terputus secara sepihak.Binar membuka pintu apartemen tersebut. Dengan spontan dia mundur kebelakang saat Presdir Tama masuk ke dalam. "Apa kita perlu ke dokter?" tanyanya.Binar menggelengkan kepala. Pria itu memerhatikan gadis cantik di hadapannya dari atas sampai bawah. "A—ada apa, Pak Presdir?""Apa kamu terbentur?""Ya, Pak Presdir nelpon saya, buat saya jadi terkejut.""Kamu menyalahkan saya? Lagian kenapa kamu masih tidur jam segini? Kamu lupa akan bertemu dengan ibu saya?""T—tidak, t—tapi …""Pakai ini!" Sambil menyerahkan sebuah paper bag yang sudah berisi pakaian lengkap. Bahkan tas, sepatu dan aksesoris lainnya juga sudah dipersiapkan. "Jangan ngintip, ya!" Seru Binar sambil berlari ke kamar mandi. "Kamu pikir saya selera?" ketus Presdir Tama. Binar masuk ke kamar mandi dan menyelesaikan rutinitasnya. Satu jam

  • 30 Hari Menjadi Pacar Kontrak Presdir Dingin   Bab 34. Shit!

    Seharian bersama David membuat Binar kenyang, terhibur dan berkecukupan. Hatinya tenang karena tidak memikirkan atasannya yang super menyebalkan. Urusan Presdir marah atau tidak, itu belakangan.Tak terasa, malam pun tiba. Binar diantarkan oleh David ke kamarnya."Lo senang, Queen?""Lo bilang apa, Kak?" Binar melototkan matanya. "Ah, sorry. Gue masih kebawa perasaan. Okay deh, gue ulangin. Lo senang nggak, Binar?"Binar tersenyum, "thanks, Kak.""Lo yakin nggak mau gue antar sampai kamar?""Nggak usah, Kak. Makasih!"David langsung menatap gedung apartemen tersebut. Saat ini pria itu berada di parkiran bersama Binar. Binar benar-benar tidak memberikan izin masuk, meskipun hanya sampai di lobby. Karena menurut Binar, itu tidak pantas. Selain David bukan siapa-siapa, tempat yang ia huni bukanlah miliknya."Tapi Lo hebat, Lo bisa tinggal di apartemen mewah ini. Kemarin Lo beli berapa? Atau Lo nyewa?" "Lo ngeremehin gue, Kak?""Maaf, bukan maksud buat Lo tersinggung. Maaf, bukan itu ma

  • 30 Hari Menjadi Pacar Kontrak Presdir Dingin   Bab 33. Senyum yang dirindukan

    "Kamu ambil cuti cuma mau makan di sini? Sama siapa?" tanya Presdir Tama."Sa—"Olive berdehem membuat Binar menghentikan ucapannya. "Honey, kayaknya dia butuh waktu untuk sendirian. Makannya sendiri doang. Yuk, kita tinggalin!""Saya sama teman dekat saya. Iya!""Teman dekat?" tanya Presdir Tama."Ups! Secepat itu kamu berpaling, Binar? Bukannya kamu kemarin baru saja dekat dengan my honey, ya? Kenapa sekarang ada teman lainnya? Aduh, honey. Pilihan kamu sudah tepat dengan milih aku! Dari pada gadis ini, kamu sudah menyelamatkan diri kamu dari gadis yang berkhianat!"Binar meninggalkan mereka yang sedang berdebat. Dia pergi ke meja David tadi. "Kak David!" panggilnya.Respon David di luar dugaan, dia malah tersenyum lebar sambil menepuk tangan. "Gue tahu, Lo pasti mau minta maaf karena udah kayak tadi sama gue 'kan? Gue maafin!""Ck, tolong gue!""Maksud Lo?"Binar menarik tangan David, "Maaf, nanti gue ceritain!"Keduanya sudah berdiri di hadapan Presdir Tama dan Olive. Dengan terpa

  • 30 Hari Menjadi Pacar Kontrak Presdir Dingin   Bab 32. Lo lagi ... Lo lagi ....

    Berjalan dengan santai, membeli yang dia mau, berfoya-foya, pergi ke spa untuk memanjakan dirinya, nonton di bioskop serta melakukan apa saja yang dia inginkan di sana. Sudah hampir lima jam dia di dalam mall, karena tadi sempat menonton dan ke salon. Kini wanita itu kelelahan, perutnya keroncongan. Tepat di sebuah cafe, dia menaruh bokongnya di kursi berwarna cream. Tempatnya sangat nyaman. Sebelum bekerja, dia sempat ingin ke tempat itu, karena banyak sekali kalangan atas yang memilih tempat tersebut untuk makan ataupun ajang spot foto saja. Dibilang spot foto karena hanya memesan minuman saja, tetapi duduknya sampai berjam-jam. Hayo, siapa yang seperti itu juga? Hehe.Kini dia berhasil ke tempat tersebut, walaupun tidak bersama teman-temannya. Dia memegang sofa yang dia duduki. "Pantas saja apa-apa mahal di sini, duduk aja senyaman ini!" gumam Binar sambil cekikikan sendiri.Tanpa Binar sadari, seorang pelayan sedang berdiri di hadapannya. Dia terus melamun sambil membayangkan y

  • 30 Hari Menjadi Pacar Kontrak Presdir Dingin   Bab 31. Cuti pertama Binar

    "T—tidak.""Apa wanita itu ada di sini?""Dari mana Pak Rayyan tahu?""Berarti dia memang di sini?"Binar terdiam. Rayyan menaruh tangannya di saku celana. "Pak Rayyan, jangan menebar pesona gitu, saya tersepona." Binar memang sengaja mengalihkan pembicaraan."Terpesona!" tegas Rayyan. "Sudahlah, kamu jangan mengalihkan pembicaraan begitu, sekretaris Binar!" lanjutnya. "Saya permisi, Pak!" seru Binar."Mau ke mana, kamu? Katakan, apa dia di dalam?""Sebelum saya jawab, janji dulu untuk nggak bilang ke Presdir kalau semua ini saya yang aduin.""Aman!" singkat Rayyan. "Dia di dalam, bye!" ketus Binar sambil berlari. 'Huh, selamat … selamat …." Begitulah gumam Binar setelah menjauh dari Rayyan. Entah bagaimana nantinya saat Binar pergi tadi, tetapi yang terpenting bagi Binar dia sudah menjauh dari hal-hal yang membahayakannya."Pst, kenapa?" tanya sekretaris Andin yang ternyata sejak tadi melihat gerak-gerik Binar."Kepo!" Sahut Binar sambil menjulurkan lidah. Sementara di dalam ruan

  • 30 Hari Menjadi Pacar Kontrak Presdir Dingin   Bab 30. Gelagat aneh Presdir Tama

    Kini Binar sudah berada di luar ruangan Presdir Tama. Dia terus menggerutu karena dicampakkan begitu saja."Binar, tolong saya!""Binar, kamu harus di sisi saya.""Binar … Binar … Binar ….""Apaan? Bulshit!"Binar mengumpat atasannya sendiri. Lucu sekali. Karena bibir Binar kini bergeser kesana-kemari, wajah wanita ini sudah tak terkondisikan lagi."Woi, marah terus. Ada apa?" Sekretaris Andin mendekatinya. "Eh, kamu. Dari tadi, Ndin?""Ada apa sih?" Sekretaris Andin penasaran. "Nggak pa-pa. Aku lagi kesal aja. Ternyata semua laki-laki itu sama aja, ya!""Tunggu, tunggu … pertama kamu bilang nggak pa-pa, kedua lagi kesal. Ketiga kamu bilang laki-laki itu semua sama aja. Yang benar yang mana?""Satu dulu, baru dua, terakhir tiga. Dah, ah. Nggak penting juga untuk didebatkan!"Binar duduk di kursinya, kemudian dia menghadap sekretaris Andin yang berada di depannya. "Aku mau nanya sama kamu!""Hm, apa tuh? Eh, tunggu, aku ambil kursi dulu!" Sangking penasarannya, sekretaris Andin tidak

  • 30 Hari Menjadi Pacar Kontrak Presdir Dingin   Bab 29. Olive, sang mantan!

    Disangka kerasukan membuat Binar sedikit kesal. Menyebalkan sekali, memang. Pria itu berbicara sesuka hati,"Apa ada orang kerasukan di siang bolong?""Bisa saja kamu orangnya! Katakanlah, ada apa? Apa yang kamu pikirkan?""Tidak ada.""Lalu, kenapa saya bicara kamu abaikan?""Hah?""Kamu buat saya seperti orang gila karena bicara sendiri. Jika saja ada yang melihatnya, mungkin saya dikira bicara dengan patung!"Ocehan Presdir Tama membuat Binar ingin tertawa. Seketika pria itu berubah menjadi pria bawel dan menjengkelkan."Oh … jadi begini, rasanya!" gumam wanita itu. "Rasa apa?" "Rasa sayange … rasa sayang sayange. Hei, lihat dari jauh, rasa sayang sayange." Agak lain Binar ini. Begitulah dia jika sudah diambang rasa malunya. "Pak Presdir kepo banget, deh! Ah, iya, saya lapar. Bisakah saya makan duluan?" lanjutnya. Presdir Tama malah tersenyum geli, meskipun sangat tipis terlihat. "Kamu itu, aneh. Memang tinggal kamu yang belum makan!" Binar mengedarkan pandangannya. Rupanya me

  • 30 Hari Menjadi Pacar Kontrak Presdir Dingin   Bab 28. Apa yang kamu pikirkan?

    "Sayang …." Wanita itu bergelayut manja dipundak Presdir Tama. Namun secepat kilat pria itu menepisnya. "Sayang, kenapa kamu berubah? Ini aku, Sayang!""Hentikan, Olive!" bentak Presdir Tama.Bukan hanya wanita itu yang terperanjat kaget, tetapi juga Binar yang berada di sana. Bagaimana tidak? Suara pria itu begitu menggelegarkan seisi ruangan. "Tolong pergi sekarang, sebelum kesabaran saya habis!" lanjutnya dengan tatapan yang mematikan. Binar hanya menjadi penonton di sini. Pikirannya bertanya-tanya, siapa wanita ini dan mengapa Presdir Tama sangat membencinya. "Apa kamu tidak dengar, Olive?" lanjutnya lagi. "Sayang, maafkan aku. Apa kamu nggak bisa memaafkan kesalahanku yang lalu? Aku, Olive yang baru. Aku sudah menyesal, Sayang! Aku sudah berubah, sungguh.""Itu bukan urusanku, Olive!""Sayang …."Wanita itu masih saja berusaha mendekati Presdir Tama. Namun langkahnya terhenti saat melihat pria itu menggenggam tangan Binar. "Sayang, kenapa kamu diam saja saat wanita j*lang men

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status