Hani termenung seorang diri di atas brankar. Di satu ruangan dengannya, ada seorang lagi yang pasien wanita sepertinya. Di sana, dia terbaring dengan ditunggui oleh dua orang lainnya. Hani memperhatikan mereka dengan seksama dan tiba-tiba matanya memanas seiring dengan perlakuan keluarga wanita itu.
Syafa menoleh lalu tersenyum, "doakan saja, Bi. Biar dikasih kemudahan sama Allah!" jawabnya bijak."Mereka juga lagi program, Ya, bantu doakan semoga apa yang menjadi keinginan mereka dikabulkan sama Allah," sambung Yuni tak ingin menantunya merasa risih dnegan pembahasan mengenai anak."Aminn ...
Di depannya ada Roji juga yang tak malu menangis terisak-isak, menangisi kondisi kedua anaknya. Memasrahkan segala upaya yang sudah mereka lalukan untuk menyembuhkan anak-anaknya, berharap kebesaran sang maha kuasa akan hasilnya nanti. Apapun akan mereka terima dengan lapang dada.Benar saja setelah
Iroh masih tergugu di depan gundukan tanah merah bertabur aneka bunga segar, dengan papan nisan bertuliskan nama anak sulungnya, ia masih tak menyangka bahwa anak sulungnya itu justru pergi mendahuluinya."Sudah, Mah, hayuk pulang!" ajak Roji merangkul Iroh dan membantunya berdiri."Masih ada dua an
Tami melengos, lalu perlahan pergi dari sana saking malunya pada ucapan Ika yang dia tahu pasti adalah memang tertuju padanya.***Saat di kampung Roji dan Iroh tengah mengurus pemakaman Hani. Di kota, Salma mulai sedikit menunjukkan tanda-tanda membaik.Yuni yang menungguinya pun dengan harap-harap
"Sudah ... Doakan saja Teteh mendapat tempat terbaik di sana. Sekarang waktunya Neng bangkit, semangat menjalani pengobatan agar bisa sembuh dan pulih kembali. Buat Teteh bangga," tutur Yuni memberi semangat.Salma terdiam sejenak, dalam hatinya meragukan ucapan Yuni."Apa Salma masih bisa sembuh, B
"Kamu ... "Santi sedikit terkejut melihatnya, ia sampai berdiri dari duduknya. Setelah 2 tahun lebih berlalu, ini adalah kali pertama mereka bertemu lagi. Dialah Dimas, laki-laki yang menjadi alasan Salma memfitnahnya dulu.Pun dengan Dimas, dia tertegun melihat Santi yang sekarang. Jika dulu, Sant
Santi menggeleng, "enggak, kok." jawabnya mengulas senyum.Tak seberapa lama, Syafa selesai dengan meetingnya. Ia turut keluar mengantar dua kliennya itu sampai depan pintu kafe."Nah, itu tu pemilik kafe ini! Masih muda, cantik lagi, teman kuliah kakakku!"Terdengar suara dari meja yang ditempati D
"Masya Allah, alhamdulillah, terimakasih banyak Wak, Bi. Neng, bahagia sekali," ujar Santi sepenuh hati menatap sayang kepada keluarga ayahnya itu satu persatu. Sampai kepada Rida, Santi teringat akan pesan yang dikirimkan oleh Bintang tadi."Oh iya, Neng teh sampai melupakan sesuatu," lanjutnya mem
Kunjungan keluarga Bintang ke rumah sakit tempat dirawatnya Santi tak hanya sekedar kunjungan biasa. Rupanya, terjadi pembicaraan serius antara Rusman dan Hendrawan terkait kelanjutan rencana pernikahan anak-anak mereka.Semua sudah dibicarakan dan tanggal pun sudah ditetapkan, yaitu 2 minggu lagi m
"Hayuk masuk atuh, kita sarapan dulu!" ajaknya usai memeluk Aisyah dan Linda bergantian. Bahkan, Hendrawan pun dia perlakukan bak anak sendiri."Kebetulan kita belum sarapan, Ni," balas Hendrawan yang segera melangkah masuk ke dalam rumah diikuti yang lainnya.Mereka bercengkerama selayaknya keluarg
"Sudah siap semua, A'?" tanya Hendrawan kepada Bintang yang tengah memakai sepatunya.Bintang mendongak menatap ayah sambungnya yang sudah terlihat semakin segar setelah 2 hari dia tunggui di rumah. Rupanya, sakitnya Hendrawan hanyalah penyakit malarindu kepada anak-anaknya saja. Setelah Bintang dan
Dalam pikirannya, kuliah dan mendapat gelar itu adalah penunjang langkah menuju sukses yang dia inginkan. Meski jalan yang dilalui tak mudah, tetapi memiliki ijazah sarjana adalah merupakan salah satu batu loncatan menuju puncak kesuksesan. Berbeda dengan Ikhsan yang memilih memgembangkan skil yang
Bintang membawa langkah dengan pasti saat burung besi yang mengatarnya pulang ke tanah air telah berhenti sempurna. Menderap langkah semakin cepat usai mengambil koper miliknya menuju pintu keluar bandara.Setelah hampir 5 jam di udara, akhirnya kakinya menapak tanah air dengan selamat. Namun, perja
Mau tak mau Santi pasrah juga, mengalungkan tangan di leher sang ayah yang terasa semakin tua itu. Menatap wajah lelaki hebatnya itu dalam-dalam. Sudah banyak keriput menghiasi wajah bapaknya, menandakan bahwa bapaknya tak lagi muda. Namun demikian, bapaknya masih kuat menggendongnya sampai ke toile
Waktu berputar begitu cepat, tanpa terasa mentari dengan cepat menghapus pekatnya langit malam. Usai sholat subuh, Bintang dengan segera bersiap untuk pulang ke tanah air. Mendapat penerbangan pagi membuatnya semakin tak sabar untuk bertemu dengan orang-orang yang dia rindukan.Dengan diantarkan ol
Di belahan bumi lain, Bintang tengah bersiap untuk kepulanganmya esok hari. Mengemasi beberapa pakaian yang akan dia bawa pulang. Kepulangannya kali ini bukan untuk tak kembali, karena masa pendidikannya juga belumlah usai."Berapa lama kamu di rumah, Tang?" tanya Abdi yang melihat rekan satu aparte