Entah mengapa dia merasa ada yang lain dari Syafa dan tanpa diminta pun dia menegaskan statusnya di hadapan Syafa."Ya ... Ya .. Ya .. Pernah dekat!" sindir Syafa masih belum usai."Please deh, Sya! Kamu kayak bukan Syafa yang aku kenal tahu tidak," kekeh Adji semakin tak paham dengan sikap Syafa."
Sepulang dari kafe Syafa, Adji duduk berdua dengan sang ayah di teras belakang. Tempat yang menjadi favorit mereka untuk berkumpul. Ditemani segelas teh panas, keduanya berbincang hangat. Adji mengutarakan apa yang terjadi tadi di kafe bersama Syafa.Rusman sedikit kaget dengan keputusan anak sulung
Sedang yang digoda hanya saling beradu tatap untuk sesaat dengan wajah yang sama-sama membias kemerahan."Kayaknya gak tepat aku ajak dia ke sini, Sya. Aku mau hicara banyak tapi enggak bisa," keluh Adji melirik Reyhan di sampingnya."Emang mau bicara apa?" tanya Syafa mendadak serius.Adji tak sege
Selepas ashar, mereka sampai di rumah Rusman di kampung. Tidak berubah sama sekali, hanya sampah dedauan sedikit menghiasi halaman rumah mereka. Juga, debu dan pengap ruangan yang pertama kali menyapa.Ada perasaan lain yang tak bisa Rusman jabarkan kala pertama kali kakinya melangkah masuk ke dalam
"Waktu itu, A' ... ""Oh, yang tanya soal kerjaan untuk lulusan SMA itu. Kan, sudah saya jawab, enggak ada. Adapun bagian cleaning service, tapi kamu enggak mau, kan!" jawab Adji tetap tidak menoleh."Ih, masa Ana udah cantik begini kerja klining serpis. Enggak cocok atuh, Teh Hani saja yang SMA jug
"Ya Allah, Mak!" pekiknya Yuni lantas segera membantu Rusman untuk memindahkan Rusni ke atas ranjang.Rusni tergeletak tepat di depan pintu kamarnya, entah dia hendak keluar atau justru dari luar. Yang Rusman lihat adalah salah satu kakinya berada di ambang pintu."Mak ... Bangun, Mak!" Panik Rusman
"Mak ... ""Man, Emak banyak bersalah padamu. Maafkan Emak, Rusman!" ucap Rusni tersengal karena tangisnya.Penyesalan, luka hati, dendam, amarah, kecewa yang dia simpan dalam hatinya kini dia buka secara perlahan. Bersama dengan tangis yang kian pilu, Rusni memgungkapkan isi hatinya dalam pelukan R
Malam pertama Rusni dapat tidur dengan pulas sepanjang hidup usai kejadian nahas yang menimpanya puluhan tahun yang lalu. Hatinya tenang, tidak lagi dihantui mimpi buruk yang kerap kali menyapa tidurnya."Pak ... Coba bangunin Emak, Ibu teh takut Emak pingsan lagi. Soalnya sudah jam segini kenapa en
"Masya Allah, alhamdulillah, terimakasih banyak Wak, Bi. Neng, bahagia sekali," ujar Santi sepenuh hati menatap sayang kepada keluarga ayahnya itu satu persatu. Sampai kepada Rida, Santi teringat akan pesan yang dikirimkan oleh Bintang tadi."Oh iya, Neng teh sampai melupakan sesuatu," lanjutnya mem
Kunjungan keluarga Bintang ke rumah sakit tempat dirawatnya Santi tak hanya sekedar kunjungan biasa. Rupanya, terjadi pembicaraan serius antara Rusman dan Hendrawan terkait kelanjutan rencana pernikahan anak-anak mereka.Semua sudah dibicarakan dan tanggal pun sudah ditetapkan, yaitu 2 minggu lagi m
"Hayuk masuk atuh, kita sarapan dulu!" ajaknya usai memeluk Aisyah dan Linda bergantian. Bahkan, Hendrawan pun dia perlakukan bak anak sendiri."Kebetulan kita belum sarapan, Ni," balas Hendrawan yang segera melangkah masuk ke dalam rumah diikuti yang lainnya.Mereka bercengkerama selayaknya keluarg
"Sudah siap semua, A'?" tanya Hendrawan kepada Bintang yang tengah memakai sepatunya.Bintang mendongak menatap ayah sambungnya yang sudah terlihat semakin segar setelah 2 hari dia tunggui di rumah. Rupanya, sakitnya Hendrawan hanyalah penyakit malarindu kepada anak-anaknya saja. Setelah Bintang dan
Dalam pikirannya, kuliah dan mendapat gelar itu adalah penunjang langkah menuju sukses yang dia inginkan. Meski jalan yang dilalui tak mudah, tetapi memiliki ijazah sarjana adalah merupakan salah satu batu loncatan menuju puncak kesuksesan. Berbeda dengan Ikhsan yang memilih memgembangkan skil yang
Bintang membawa langkah dengan pasti saat burung besi yang mengatarnya pulang ke tanah air telah berhenti sempurna. Menderap langkah semakin cepat usai mengambil koper miliknya menuju pintu keluar bandara.Setelah hampir 5 jam di udara, akhirnya kakinya menapak tanah air dengan selamat. Namun, perja
Mau tak mau Santi pasrah juga, mengalungkan tangan di leher sang ayah yang terasa semakin tua itu. Menatap wajah lelaki hebatnya itu dalam-dalam. Sudah banyak keriput menghiasi wajah bapaknya, menandakan bahwa bapaknya tak lagi muda. Namun demikian, bapaknya masih kuat menggendongnya sampai ke toile
Waktu berputar begitu cepat, tanpa terasa mentari dengan cepat menghapus pekatnya langit malam. Usai sholat subuh, Bintang dengan segera bersiap untuk pulang ke tanah air. Mendapat penerbangan pagi membuatnya semakin tak sabar untuk bertemu dengan orang-orang yang dia rindukan.Dengan diantarkan ol
Di belahan bumi lain, Bintang tengah bersiap untuk kepulanganmya esok hari. Mengemasi beberapa pakaian yang akan dia bawa pulang. Kepulangannya kali ini bukan untuk tak kembali, karena masa pendidikannya juga belumlah usai."Berapa lama kamu di rumah, Tang?" tanya Abdi yang melihat rekan satu aparte