Satu bulan kemudian ...Waktu bergulir dengan cepat, setiap insan memiliki cara yang berbeda untuk mensyukuri apa yang Tuhan telah berikan dalam hidup. Pun dengan orang-orang yang tamak dan serakah pun memiliki cara sendiri untuk mengejar kepuasan duniawi.Rusman dan keluarga, yang senantiasa bersyu
"Mereka juga punya usaha sayuran organik, menih seger-seger lagi. Jadi, kami jarang beli sayur, Neng. Soalnya dikasih terus sama Ceu Yuni." timpal yang lain."Apalagi anak gadisnya itu, duh, udah cantik, baik, sopan, sholeha. Gak kalah dari kakaknya. Tipe-tipe menantu idaman," sahut yang lainnya lag
"Idih, Bapak sama Ibu kejauhan mikirnya. Jangan kemakan omongan si Neng ... Neng teh mengada-ada itu. Aa' teh masih 24 tahun. Cowok mah unur segini masih terlalu kecil buat menikah. Aa' mau kerja dulu, nyiapin masa depan yang bagus, nganterin Neng jadi wanita sukses lebih dulu. Baru mikirin ke arah
"Itu Teh Syafa, Bu!" tunjuk Santi dari dalam mobil dengan begitu girang saat melihat Syafa yang berada di luar kafe miliknya.Yuni pun segera mengikuti arah tunjuk Santi. Dia melihat gadis cantik berhijab berbicara dengan dua orang yang dia tebak adalah pekerja kafe itu.Begitu mobil berhenti, denga
Ah, mengingat Mahira, mendadak dia sedikit merasa bersalah. Namun tanpa dia sadari sejak Mahira memutuskan untuk tidak menunggunya waktu itu, diapun tak lagi menyebut nama Mahira dalam sujudnya. Tak lagi mengharapkan apa yang dia angankan kepada Mahira. Dia benar-benar sudah melepaskan Mahira sepenu
Entah mengapa dia merasa ada yang lain dari Syafa dan tanpa diminta pun dia menegaskan statusnya di hadapan Syafa."Ya ... Ya .. Ya .. Pernah dekat!" sindir Syafa masih belum usai."Please deh, Sya! Kamu kayak bukan Syafa yang aku kenal tahu tidak," kekeh Adji semakin tak paham dengan sikap Syafa."
Sepulang dari kafe Syafa, Adji duduk berdua dengan sang ayah di teras belakang. Tempat yang menjadi favorit mereka untuk berkumpul. Ditemani segelas teh panas, keduanya berbincang hangat. Adji mengutarakan apa yang terjadi tadi di kafe bersama Syafa.Rusman sedikit kaget dengan keputusan anak sulung
Sedang yang digoda hanya saling beradu tatap untuk sesaat dengan wajah yang sama-sama membias kemerahan."Kayaknya gak tepat aku ajak dia ke sini, Sya. Aku mau hicara banyak tapi enggak bisa," keluh Adji melirik Reyhan di sampingnya."Emang mau bicara apa?" tanya Syafa mendadak serius.Adji tak sege
"Masya Allah, alhamdulillah, terimakasih banyak Wak, Bi. Neng, bahagia sekali," ujar Santi sepenuh hati menatap sayang kepada keluarga ayahnya itu satu persatu. Sampai kepada Rida, Santi teringat akan pesan yang dikirimkan oleh Bintang tadi."Oh iya, Neng teh sampai melupakan sesuatu," lanjutnya mem
Kunjungan keluarga Bintang ke rumah sakit tempat dirawatnya Santi tak hanya sekedar kunjungan biasa. Rupanya, terjadi pembicaraan serius antara Rusman dan Hendrawan terkait kelanjutan rencana pernikahan anak-anak mereka.Semua sudah dibicarakan dan tanggal pun sudah ditetapkan, yaitu 2 minggu lagi m
"Hayuk masuk atuh, kita sarapan dulu!" ajaknya usai memeluk Aisyah dan Linda bergantian. Bahkan, Hendrawan pun dia perlakukan bak anak sendiri."Kebetulan kita belum sarapan, Ni," balas Hendrawan yang segera melangkah masuk ke dalam rumah diikuti yang lainnya.Mereka bercengkerama selayaknya keluarg
"Sudah siap semua, A'?" tanya Hendrawan kepada Bintang yang tengah memakai sepatunya.Bintang mendongak menatap ayah sambungnya yang sudah terlihat semakin segar setelah 2 hari dia tunggui di rumah. Rupanya, sakitnya Hendrawan hanyalah penyakit malarindu kepada anak-anaknya saja. Setelah Bintang dan
Dalam pikirannya, kuliah dan mendapat gelar itu adalah penunjang langkah menuju sukses yang dia inginkan. Meski jalan yang dilalui tak mudah, tetapi memiliki ijazah sarjana adalah merupakan salah satu batu loncatan menuju puncak kesuksesan. Berbeda dengan Ikhsan yang memilih memgembangkan skil yang
Bintang membawa langkah dengan pasti saat burung besi yang mengatarnya pulang ke tanah air telah berhenti sempurna. Menderap langkah semakin cepat usai mengambil koper miliknya menuju pintu keluar bandara.Setelah hampir 5 jam di udara, akhirnya kakinya menapak tanah air dengan selamat. Namun, perja
Mau tak mau Santi pasrah juga, mengalungkan tangan di leher sang ayah yang terasa semakin tua itu. Menatap wajah lelaki hebatnya itu dalam-dalam. Sudah banyak keriput menghiasi wajah bapaknya, menandakan bahwa bapaknya tak lagi muda. Namun demikian, bapaknya masih kuat menggendongnya sampai ke toile
Waktu berputar begitu cepat, tanpa terasa mentari dengan cepat menghapus pekatnya langit malam. Usai sholat subuh, Bintang dengan segera bersiap untuk pulang ke tanah air. Mendapat penerbangan pagi membuatnya semakin tak sabar untuk bertemu dengan orang-orang yang dia rindukan.Dengan diantarkan ol
Di belahan bumi lain, Bintang tengah bersiap untuk kepulanganmya esok hari. Mengemasi beberapa pakaian yang akan dia bawa pulang. Kepulangannya kali ini bukan untuk tak kembali, karena masa pendidikannya juga belumlah usai."Berapa lama kamu di rumah, Tang?" tanya Abdi yang melihat rekan satu aparte