***Hari berganti, malam berlalu mentari menyapa. Di subuh buta ini Santi yang baru saja selesai menjalankan kewajibannya tergopoh berlari keluar dari kamarnya. Mencari-cari Rusman ataupun sang kakak."Kenapa atuh, Neng?" tanya Yuni yang melihat anak gadisnya keluar kamar dengan buru-buru sambil men
"A' ... Rida ada di dekat pasar kabupaten Ciwidey." jawabnya setelah bertanya pada Sarma di sampingnya."Ya Allah ... Pasar Ciwidey?" gumam Yuni yang tahu bahwa tempat itu amat jauh dari tempat tinggal mereka."Sebenarnya teh ada apa, Neng?" tanya Yuni ikut bersuara."Rida enggak bisa cerita di tele
"Permisi!!! ... Permisi!!"Terdengar teriakan dari luar rumah, saat Iroh baru saja selesai mandi."Iya!!!" sahutnya juga sambil teriak. Dia bergegas keluar untuk melihat siapa yang datang ke rumahnya.Begitu membuka pintu utama, dia begitu terkejut melihat dua orang laki-laki berpenampilan preman, b
"Terus, Om ninggalin Hani gitu aja tanpa ngapa-ngapain? Om, tapi--" protes Hani kecewa."Sory, Baby, Om pergi dulu." sela lelaki itu lantas pergi begitu saja, mengabaikan Hani yang sudah merengut kesal."Om ... Om ... " panggil Hani berusaha mencegah tetapi yang dipanggil tak menggubris. Sedangkan u
Sudah lewat tengah hari, saat bus yang Sarma dan Rida tumpangi dari Ciwidey sampai ke Bandung, tepatnya berhenti di terminal kota Cicaheum.Di sana, sudah ada Yuni dan Rusman yang datang menjemput dengan diantar oleh Reyhan yang kebetulan datang di saat mereka hendak pergi.Rida dengan awas memperha
"Hari ini pulang agak sore, soalnya ada kegiatan di sekolahnya. Paling nanti barengan sama Aa'." jawab Yuni yang seketika membuat Rida kembali mendung.Dia teringat sudah hampir dua minggu dia tidak sekolah, apakah ada yang mencarinya di sekolah? Teman-temannya? Guru-gurunya? Padahal, hanya tinggal
Rusni dan Bahar menatap ragu rumah besar yang berdiri kokoh di hadapan mereka, rumah yang menjadi saksi kebersamaan Rusni dan Barja sejak sebelum Bahar dilahirkan. Rumah yang juga menjadi saksi perjuangan Barja untuk menyembuhkan trauma dan depresinya dari kejadian yang menimpanya puluhan tahun yang
Di dekat ranjang, ceceran rambut Ririn, darah yang sudah sudah mengering dan juga ceceran kulit cabai masih berserakan di berbagai titik. Bahkan, baskomnya pun masih teronggok di sudut tempat tidur.Rukaya benar-benar tidak mau masuk ke kasana lagi setelah kejadian itu. Hanya satu kali saja setelah
"Masya Allah, alhamdulillah, terimakasih banyak Wak, Bi. Neng, bahagia sekali," ujar Santi sepenuh hati menatap sayang kepada keluarga ayahnya itu satu persatu. Sampai kepada Rida, Santi teringat akan pesan yang dikirimkan oleh Bintang tadi."Oh iya, Neng teh sampai melupakan sesuatu," lanjutnya mem
Kunjungan keluarga Bintang ke rumah sakit tempat dirawatnya Santi tak hanya sekedar kunjungan biasa. Rupanya, terjadi pembicaraan serius antara Rusman dan Hendrawan terkait kelanjutan rencana pernikahan anak-anak mereka.Semua sudah dibicarakan dan tanggal pun sudah ditetapkan, yaitu 2 minggu lagi m
"Hayuk masuk atuh, kita sarapan dulu!" ajaknya usai memeluk Aisyah dan Linda bergantian. Bahkan, Hendrawan pun dia perlakukan bak anak sendiri."Kebetulan kita belum sarapan, Ni," balas Hendrawan yang segera melangkah masuk ke dalam rumah diikuti yang lainnya.Mereka bercengkerama selayaknya keluarg
"Sudah siap semua, A'?" tanya Hendrawan kepada Bintang yang tengah memakai sepatunya.Bintang mendongak menatap ayah sambungnya yang sudah terlihat semakin segar setelah 2 hari dia tunggui di rumah. Rupanya, sakitnya Hendrawan hanyalah penyakit malarindu kepada anak-anaknya saja. Setelah Bintang dan
Dalam pikirannya, kuliah dan mendapat gelar itu adalah penunjang langkah menuju sukses yang dia inginkan. Meski jalan yang dilalui tak mudah, tetapi memiliki ijazah sarjana adalah merupakan salah satu batu loncatan menuju puncak kesuksesan. Berbeda dengan Ikhsan yang memilih memgembangkan skil yang
Bintang membawa langkah dengan pasti saat burung besi yang mengatarnya pulang ke tanah air telah berhenti sempurna. Menderap langkah semakin cepat usai mengambil koper miliknya menuju pintu keluar bandara.Setelah hampir 5 jam di udara, akhirnya kakinya menapak tanah air dengan selamat. Namun, perja
Mau tak mau Santi pasrah juga, mengalungkan tangan di leher sang ayah yang terasa semakin tua itu. Menatap wajah lelaki hebatnya itu dalam-dalam. Sudah banyak keriput menghiasi wajah bapaknya, menandakan bahwa bapaknya tak lagi muda. Namun demikian, bapaknya masih kuat menggendongnya sampai ke toile
Waktu berputar begitu cepat, tanpa terasa mentari dengan cepat menghapus pekatnya langit malam. Usai sholat subuh, Bintang dengan segera bersiap untuk pulang ke tanah air. Mendapat penerbangan pagi membuatnya semakin tak sabar untuk bertemu dengan orang-orang yang dia rindukan.Dengan diantarkan ol
Di belahan bumi lain, Bintang tengah bersiap untuk kepulanganmya esok hari. Mengemasi beberapa pakaian yang akan dia bawa pulang. Kepulangannya kali ini bukan untuk tak kembali, karena masa pendidikannya juga belumlah usai."Berapa lama kamu di rumah, Tang?" tanya Abdi yang melihat rekan satu aparte