Kasak kusuk masih santer terdengar jelas di telinga Santi mengiring setiap langkahnya menuju kelas. Setiap ia melewati siswa lain ataupun berpapasan, suara sumbang nan menohok terdengar. Namun, ia abai, toh dia tidak seperti apa yang diucapkan mereka, bukan? Jadi, untuk apa menanggapi terlebih memas
"Kakak saya yang menyelidikinya, Pak." jawab Santi singkat."Kakak kamu?" ulangnya masih penasaran."Iya, kebetulan kakak saya seorang IT di sebuah perusahaan hardware di kota." jawabnya bangga."Kakak saya juga alumni SMA ini, Pak." lanjutnya dengan senyum bangga."Oh ya? Siapa kakakmu?" tanya sang
Pagi yang tak terlalu cerah, dengan awan menutup sebagian matahari hingga sinarnya pun nampak malu-malu. Di dalam kamar sederhananya, Rusman terbaring dengan sekujur tubuh yang terasa ngilu. Sepanjang malam, ia pun tak lelap tidurnya sebab ada hal yang mengganggu pikirannya. Bukan pasal tubuh yang t
Selalu membanding-bandingkan dirinya dengan dua anaknya yang lain. Membandingkan Adji dengan dua cucunya yang lain.Dia tak pernah curiga akan alasan apa yang membuat Rusni bersikap demikian padanya. Tidak pernah juga bertanya tentang alasan itu. Toh, ingin bertanya pun pada siapa?Rusman memejamkan
"Rusni, ditemukan tetangganya dalam keadaan telanjang bulat, dengan luka sayatan dan lebam di hampir seluruh tubuhnya. Rambutnya acak-acakan dan rumahnyapun dalam keadaan berantakan.Dari kondisi itu, sudah bisa dipastikan kalau Rusni baru saja mengalami penganiayaan dan pemerkosaan. Karena selain l
Melangkah dengan gontai, bak kaki tak menapak bumi. Rusman, membawa diri pulang ke rumahnya. Segala bayang perlakuan ibunya sejak kecil melintas dalam pikirannya."Beban yang ditanggung Emakmu juga bukan beban yang ringan, Man. Kalian sama-sama terluka, sama-sama menderita. Namun, kalian juga sama-s
"Kalau Bapak yakin, sih, Aa' juga gak keberatan, Pak. Lebih bagus malah." tanggap Adji menerbitkan seulas senyum di wajah yang masih nampak lebam di beberapa titik itu."Kalau soal rumah, ada beberapa yang Aa' suka. Sebentar, Aa' cari dulu." Adji lantas membuka ponselnya, mencari-cari foto rumah yan
"Diam, jangan ikut campur dan ikut saja apa kataku. Kalau enggak, balik saja ke kota sana!" ancamnya sungguh-sungguh. Membuat Reyhan geleng-geleng kepala."Main ngancam! Ck," gerutunya mencebik kesal, membuat Adji justru tertawa.Sampai pada akhirnya mereka sampai di sekolah sang adik. Tentu mereka
"Masya Allah, alhamdulillah, terimakasih banyak Wak, Bi. Neng, bahagia sekali," ujar Santi sepenuh hati menatap sayang kepada keluarga ayahnya itu satu persatu. Sampai kepada Rida, Santi teringat akan pesan yang dikirimkan oleh Bintang tadi."Oh iya, Neng teh sampai melupakan sesuatu," lanjutnya mem
Kunjungan keluarga Bintang ke rumah sakit tempat dirawatnya Santi tak hanya sekedar kunjungan biasa. Rupanya, terjadi pembicaraan serius antara Rusman dan Hendrawan terkait kelanjutan rencana pernikahan anak-anak mereka.Semua sudah dibicarakan dan tanggal pun sudah ditetapkan, yaitu 2 minggu lagi m
"Hayuk masuk atuh, kita sarapan dulu!" ajaknya usai memeluk Aisyah dan Linda bergantian. Bahkan, Hendrawan pun dia perlakukan bak anak sendiri."Kebetulan kita belum sarapan, Ni," balas Hendrawan yang segera melangkah masuk ke dalam rumah diikuti yang lainnya.Mereka bercengkerama selayaknya keluarg
"Sudah siap semua, A'?" tanya Hendrawan kepada Bintang yang tengah memakai sepatunya.Bintang mendongak menatap ayah sambungnya yang sudah terlihat semakin segar setelah 2 hari dia tunggui di rumah. Rupanya, sakitnya Hendrawan hanyalah penyakit malarindu kepada anak-anaknya saja. Setelah Bintang dan
Dalam pikirannya, kuliah dan mendapat gelar itu adalah penunjang langkah menuju sukses yang dia inginkan. Meski jalan yang dilalui tak mudah, tetapi memiliki ijazah sarjana adalah merupakan salah satu batu loncatan menuju puncak kesuksesan. Berbeda dengan Ikhsan yang memilih memgembangkan skil yang
Bintang membawa langkah dengan pasti saat burung besi yang mengatarnya pulang ke tanah air telah berhenti sempurna. Menderap langkah semakin cepat usai mengambil koper miliknya menuju pintu keluar bandara.Setelah hampir 5 jam di udara, akhirnya kakinya menapak tanah air dengan selamat. Namun, perja
Mau tak mau Santi pasrah juga, mengalungkan tangan di leher sang ayah yang terasa semakin tua itu. Menatap wajah lelaki hebatnya itu dalam-dalam. Sudah banyak keriput menghiasi wajah bapaknya, menandakan bahwa bapaknya tak lagi muda. Namun demikian, bapaknya masih kuat menggendongnya sampai ke toile
Waktu berputar begitu cepat, tanpa terasa mentari dengan cepat menghapus pekatnya langit malam. Usai sholat subuh, Bintang dengan segera bersiap untuk pulang ke tanah air. Mendapat penerbangan pagi membuatnya semakin tak sabar untuk bertemu dengan orang-orang yang dia rindukan.Dengan diantarkan ol
Di belahan bumi lain, Bintang tengah bersiap untuk kepulanganmya esok hari. Mengemasi beberapa pakaian yang akan dia bawa pulang. Kepulangannya kali ini bukan untuk tak kembali, karena masa pendidikannya juga belumlah usai."Berapa lama kamu di rumah, Tang?" tanya Abdi yang melihat rekan satu aparte