Proses laporan atau lebih mudahnya adalah proses minta ijin terkait dengan penangkapan salah satu warga yang tinggal di wilayah tersebut, berjalan lancar dan tak terlalu lama. Benar kata Pak Satrio, semua ini hanya prosedural secara formalitas saja. Selebihnya, pihak polsek menyerahkan langsung pada
Ya, begitulah manusia. Paling bisa menilai buruk orang lain tanpa bisa melihat keburukan diri sendiri."Ya gitu deh, Ceu. Apa coba yang bisa dia lakukan, kalau gak jual diri? Sudahlah miskin, mungkin saking kepepetnya gak bisa makan kali sampai jual diri." sambung Rukaya turut mengipasi bara dalam s
Adji menguatkan diri agar tetap terlihat baik-baik saja, begitu sampai di halaman rumah kakak dari ayahnya itu. Meminta agar yang lain tetap di dalam mobil dan dia sendiri yang akan turun ke sana. Beruntung, di sana ada pula sang bibi yang tinggal seatap dengan nininya. Sudah pasti, dalam waktu sing
"Jangan bawa, anak saya, Pak! Saya mohon!" tangisnya terdengar begitu pilu."Mamah ... Tolong Salma, Mah! Salma gak salah ... Salma gak ngelakuin apa-apa! Tolong, Mah!" jerit tangis Salma terdengar merdu di telinga Adji. Ia terkekeh pelan lalu melangkah mendekati ibu dan anak yang sedang saling pelu
"Hayuk, Teh, masuk! Malu dilihatin banyak orang!" ajak Rukaya, satu-satunya orang yang datang membantu Iroh. Bahkan, Tami dan Ratna saja memilih segera pergi dari sana begitu mobil polisi pergi dengan membawa Salma. Ke mana lagi tujuan dua wanita itu jika tidak untuk segera menyebarkan kabar berita
"Man ... Rusman!! Keluar kamu, Man! Bajing*n! Keluar!!" Teriakan menggelegar terdengar dari halaman rumah sederhana Rusman. Siapa lagi pelakunya jika bukan Roji, kakak kandungnya sendiri.Teriakan itu memecah keheningan malam, bahkan para tetangga Rusman pun nampak turut keluar dari rumah mereka. M
"Lalu sekarang, kau penjarakan anakku dan kalian tuduh dia jual diri? Kalian ini kenapa? Sebegitu irikah kalian pada kami, hah? Di sinj yang jual diri itu anak kamu yang sok alim itu!" lanjut Roji penuh emosi.Rusman kembali naik pitam, ia hendak bangkit dan membalas perkataan Roji. Namun, segera Ad
Sepulang dari rumah Pak RT, anggota keluarga Adji, termasuk Reyhan yang menginap di sana, tak beranjak dari ruang makan yang merangkap sebagai ruang keluarga.Yuni tengah membantu mengompres luka memar di wajah tua suaminya, dengan diam tanpa kata tetapi matanya berkaca-kaca."Adek marah sama, Abang
"Masya Allah, alhamdulillah, terimakasih banyak Wak, Bi. Neng, bahagia sekali," ujar Santi sepenuh hati menatap sayang kepada keluarga ayahnya itu satu persatu. Sampai kepada Rida, Santi teringat akan pesan yang dikirimkan oleh Bintang tadi."Oh iya, Neng teh sampai melupakan sesuatu," lanjutnya mem
Kunjungan keluarga Bintang ke rumah sakit tempat dirawatnya Santi tak hanya sekedar kunjungan biasa. Rupanya, terjadi pembicaraan serius antara Rusman dan Hendrawan terkait kelanjutan rencana pernikahan anak-anak mereka.Semua sudah dibicarakan dan tanggal pun sudah ditetapkan, yaitu 2 minggu lagi m
"Hayuk masuk atuh, kita sarapan dulu!" ajaknya usai memeluk Aisyah dan Linda bergantian. Bahkan, Hendrawan pun dia perlakukan bak anak sendiri."Kebetulan kita belum sarapan, Ni," balas Hendrawan yang segera melangkah masuk ke dalam rumah diikuti yang lainnya.Mereka bercengkerama selayaknya keluarg
"Sudah siap semua, A'?" tanya Hendrawan kepada Bintang yang tengah memakai sepatunya.Bintang mendongak menatap ayah sambungnya yang sudah terlihat semakin segar setelah 2 hari dia tunggui di rumah. Rupanya, sakitnya Hendrawan hanyalah penyakit malarindu kepada anak-anaknya saja. Setelah Bintang dan
Dalam pikirannya, kuliah dan mendapat gelar itu adalah penunjang langkah menuju sukses yang dia inginkan. Meski jalan yang dilalui tak mudah, tetapi memiliki ijazah sarjana adalah merupakan salah satu batu loncatan menuju puncak kesuksesan. Berbeda dengan Ikhsan yang memilih memgembangkan skil yang
Bintang membawa langkah dengan pasti saat burung besi yang mengatarnya pulang ke tanah air telah berhenti sempurna. Menderap langkah semakin cepat usai mengambil koper miliknya menuju pintu keluar bandara.Setelah hampir 5 jam di udara, akhirnya kakinya menapak tanah air dengan selamat. Namun, perja
Mau tak mau Santi pasrah juga, mengalungkan tangan di leher sang ayah yang terasa semakin tua itu. Menatap wajah lelaki hebatnya itu dalam-dalam. Sudah banyak keriput menghiasi wajah bapaknya, menandakan bahwa bapaknya tak lagi muda. Namun demikian, bapaknya masih kuat menggendongnya sampai ke toile
Waktu berputar begitu cepat, tanpa terasa mentari dengan cepat menghapus pekatnya langit malam. Usai sholat subuh, Bintang dengan segera bersiap untuk pulang ke tanah air. Mendapat penerbangan pagi membuatnya semakin tak sabar untuk bertemu dengan orang-orang yang dia rindukan.Dengan diantarkan ol
Di belahan bumi lain, Bintang tengah bersiap untuk kepulanganmya esok hari. Mengemasi beberapa pakaian yang akan dia bawa pulang. Kepulangannya kali ini bukan untuk tak kembali, karena masa pendidikannya juga belumlah usai."Berapa lama kamu di rumah, Tang?" tanya Abdi yang melihat rekan satu aparte