Share

48. Berdamai

Penulis: Orion Hunter
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-28 22:56:20

Alena pikir melepas hatinya akan semakin sakit jika melepas Gamma. Nyatanya setelah pembicaraan kemarin, perasaannya sedikit lebih lega. Tidak, bukan karena ia takut kehilangan Gamma, melainkan karena sebenarnya yang ia lakukan selama ini adalah hidup dalam obsesinya terhadap laki-laki itu. Karena obsesinya itu, ia jadi berusaha melakukan segala cara asal Gamma kembali padanya.

Sekarang, Alena bersyukur karena berkat Riga, ia bisa melepaskan apa yang sudah seharusnya ia lepaskan sedari dulu. Sebelum pulang kemarin, Gamma sempat berkata kalau ia menyambut baik keinginan Alena. Gamma juga mengatakan kalau ia akan membantu membujuk Nada supaya gadis itu mau bertemu Alena, supaya permasalahan di antara mereka segera selesai.

“Udah dengar sendiri, kan? Sekarang jangan sedih lagi, ya. Berdoa aja semoga Gamma berhasil bujuk Nada,” ucap Riga ketika mengantar Alena pulang kemarin malam. Mereka baru sampai di depan rumah Alena.

Ucapan Riga terdengar menenangkan di telinga Alena. Namun, meski be
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   49. Pembicaraan Ayah dan Anak

    Dibandingkan mie ayam, sebenarnya Alena lebih menyukai makanan-makanan manis seperti kue. Aroma wangi kue yang baru keluar dari oven selalu bisa membangkitkan selera makannya. Namun, entah sejak kapan ia juga suka makan mie ayam. Mungkin sejak SMP ketika ia lebih sering menghabiskan waktu bersama Gamma dan Riga. Dua laki-laki itu memang penyuka mie ayam, sampai-sampai Alena sendiri hafal kalau setiap mereka bertiga pergi bersama, mie ayam selalu menjadi makanan wajib.Dan sekarang, mereka—minus Gamma—sudah sampai di kedai mie ayam langganan mereka. Kedai itu terletak di pinggir jalan tak jauh dari persimpangan jalan dekat sekolah mereka. Tempatnya tidak luas, tapi cukup memuat sepuluh meja berukuran sedang dengan masing-masing enam kursi. Biasanya ketika jam makan siang, kedai itu selalu ramai pembeli. Selain karena porsinya mengenyangkan, harganya pun terjangkau.Saat akan masuk, langkah mereka dihentikan oleh panggilan seseorang. Mereka berbalik dan menemukan sosok seorang pria paru

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-01
  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   50. Ajakan Riga

    Riga baru saja keluar dari ruang guru ketika netranya tanpa sengaja bertemu dengan netra seorang gadis yang rambutnya dikuncir ekor kuda. Gadis itu tersenyum pada Riga ramah. Riga membalas senyuman itu, lalu menghampiri gadis itu.“Halo, Nay. Habis dari parkiran? Ngapain?” tanya Riga saat sudah berdiri di hadapan gadis itu.Ya, gadis itu adalah Kanaya. Gadis manis yang beberapa waktu lalu pernah mengungkapkan perasaannya padanya. Oh, sejak hari itu, Riga jadi jarang sekali bertemu Kanaya. Hanya sempat beberapa kali berpapasan dan menyapa singkat saja. Baru kali ini mereka bertemu lagi.“Halo, Ri. Nggak, ini tadi cuma mau ambil ikat rambut aja yang ketinggalan di jok. Gerah banget soalnya. Lo sendiri habis ngapain dari ruang guru?” tanya Kanaya balik seraya menatap wajah Riga. Hanya sebentar dan ia langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Astaga, ternyata jantungnya masih berdegup kencang hanya karena melihat netra laki-laki itu.Sebenarnya tadi Kanaya tidak berharap bertemu Rig

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-02
  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   51. Mencoba Lebih Dekat

    Aneh.Seingat Alena, dirinya bukan tipe orang yang suka penasaran berlebihan terhadap sesuatu. Jika dirasa itu bukan hal penting untuk diketahuinya, ia akan langsung berhenti dan membuang jauh-jauh rasa penasaran tersebut. Sayangnya, tidak dengan kali ini. Tiba-tiba saja Alena merasa penasaran akan sesuatu yang mungkin tidak seharusnya ia tahu.Selama perjalanan pulang ke rumah, Alena tidak berhenti merutuki mulutnya yang entah kenapa lepas kontrol. Apalagi setelah mengetahui bagaimana respons Riga dan diamnya laki-laki itu selama di jalan, Alena menyesal karena tidak seharusnya pertanyaan itu tidak ia ajukan. Bahkan ketika motor Riga sudah berhenti di depan rumah Alena, laki-laki itu masih tetap diam.“Ri, tentang pertanyaan gue yang tadi nggak usah dijawab, ya. Lo lupain aja. Anggap gue nggak pernah nanya itu. Maaf kalau udah bikin lo merasa nggak nyaman. Gue masuk dulu, ya. Makasih. Lo hati-hati pulangnya.” Alena segera turun dari motor Riga, lalu membuka pagar rumahnya yang terkun

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-04
  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   52. Bunga Lily Putih

    Gelap belum sepenuhnya hilang, masih terlihat samar di langit. Pun semburat samar berwarna oranye muncul malu-malu di ufuk timur diiringi suara kokok ayam yang terdengar bersahutan dengan derum kendaraan serta keramaian pagi. Seolah sudah menjadi musik latar untuk mengawali pagi yang sibuk di kota tersibuk, bahkan di akhir pekan sekaligus.Seorang gadis dengan rambut dicepol dan masih mengenakan pakaian tidur bergambar penguin terlihat sibuk di teras rumahnya. Lupa kapan ia bangun, sampai akhirnya karena tidak sabar menunggu pukul sepuluh, ia melakukan banyak aktivitas. Ia baru saja selesai menyapu dan mengepel, serta membersihkan helai daun yang terbawa angin hingga masuk pekarangan rumahnya, sekarang ia sudah siap dengan selang berwarna hijau di tangannya. Hanya dengan memutar keran ke kanan, air pun mengalir keluar dan segera ia arahkan pada taman mini berisi beberapa pot tanaman serta rumput hijau serupa karpet mini di depan rumah. Memastikan semua tanaman di sana mendapat asupan

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-05
  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   53. Last Day Exam

    Sekolah masih sepi. Hanya terlihat segelintir murid yang memang terbiasa datang pagi muncul di koridor, kantin, atau lapangan, sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Hari ini adalah hari terakhir ujian. Tentunya setelah ini kegiatan belajar di Angkasa akan sedikit lega.Kaki Alena melangkah ringan menuju gedung B, begitu juga dengan perasaannya yang terasa lebih baik sejak pulang dari makam kemarin. Oh, hari ini ia memang tidak berangkat bareng Riga. Sengaja ingin quality time dengan papanya mumpung mobil papanya sudah sembuh. Tadi pagi-pagi sekali, orang bengkel yang menangani mobil papanya mengantar mobil itu ke rumah. Jadilah akhirnya mereka berangkat bersama.Sebelum ke gedung B, Alena mampir sebentar ke kantin untuk membeli makanan ringan—roti isi, wafer cokelat, dan susu kotak—untuk menemaninya mempelajari ulang materi ujian hari ini. Sembari menenteng kantung plastik kecil berisi makanan yang tadi dibelinya, Alena berjalan menuju gedungnya. Menaiki tangga dengan cepat menuju

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-06
  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   54. Sesi Konseling Dadakan

    Setelah satu minggu berpusing-pusing ria dengan ujian kenaikan kelas, kini saatnya bersenang-senang. Sejak pagi, keramaian mendominasi Angkasa. Saking ramainya mungkin orang-orang akan mengira sedang ada demo besar-besaran. Padahal nyatanya, keramaian itu berasal dari sorak-sorai para murid baik dari kelas sepuluh atau kelas sebelas, dari lantai satu atau lantai dua, guna mendukung teman kelasnya yang bertanding di lapangan.Hari ini adalah hari pertama class meeting, acara wajib yang biasa diadakan setelah ujian dan biasanya diisi dengan berbagai perlombaan seperti basket, voli, sebak bola, lari, dan yang lainnya. Acara ini berlangsung selama lima hari dan dibuka oleh sambutan kepala sekolah. Dan pertandingan basket antar kelas menjadi lomba pertama yang dilaksanakan.Aturan acara ini sederhana yaitu setiap kelas wajib mengirimkan dua tim, tim putra dan tim putri. Sedangkan untuk aturan selanjutnya akan diinformasikan oleh juri atau panitia masing-masing lomba. Pihak panitia yang seb

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07
  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   55. Perihal Kemenangan

    Empat hari berlalu sejak hari pertama diadakannya class meeting dan hari ini adalah hari terakhir acara tersebut. Panitia acara sudah sibuk sejak pagi menyiapkan keperluan untuk pertandingan sepak bola yang menjadi pertandingan penentu juara dalam acara ini. Para murid sudah memenuhi sekeliling lapangan utama demi menonton perwakilan kelasnya masing-masing berlaga bak pemain sepak bola profesional.Ah, ngomong-ngomong soal pemain, biasanya para laki-laki itu sekalian tebar pesona. Prinsipnya, mumpung ditonton satu sekolah jadi sekalian saja, siapa tahu nanti ada yang kecantol. Buktinya lihat saja sekarang, hampir selama Alena menonton pertandingan tersebut, ada saja pemain yang sok keren. Mereka mengulas senyum, melambaikan tangan menyapa—mungkin—penggemarnya, dan ada juga yang berkali-kali menyugar rambutnya ke belakang entah ingin menunjukkan kalau dia ganteng atau hanya ingin menunjukkan kalau jidatnya selebar lapangan yang dipijaknya.Anehnya, para gadis yang menonton mereka juga

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-08
  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   56. Are We Dating?

    Jam dinding di kamar masih menunjukkan pukul delapan, tapi seorang laki-laki yang rambutnya setengah basah sudah berdiri di depan cermin. Laki-laki itu sesekali memiringkan tubuhnya tanpa mengalihkan pandangan dari cermin yang memantulkan sosoknya saat ini. Kaus lengan panjang berwarna cokelat dipadu celana hitam dan sepatu putih, serta jam tangan hitam melingkar di pergelangan tangan kirinya tampaknya sudah cukup menarik perhatian para gadis.Puas dengan penampilannya, laki-laki itu beranjak mengambil ponsel dan kunci di atas meja lalu segera keluar kamar. Sepi menyambutnya ketika laki-laki itu menuruni tangga. Tidak ambil pusing, rumah ini memang sering sepi sejak belasan tahun lalu. Setidaknya sebelum suara seseorang menerobos indra pendengaran dan membuat laki-laki itu mencari sumber suara.“Ganteng banget anak Ayah ini. Mau ke mana kamu? Tumben hari libur begini udah rapi, biasanya juga malas mandi?”Seorang pria dengan kopi di tangannya menatap Riga dari ujung rambut hingga kaki

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-10

Bab terbaru

  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   95. Kebenaran (Ending)

    “Hubungan kita?” Riga mengulangi ucapan gadis di depannya. “Emangnya kenapa sama hubungan kita? Hubungan kita baik-baik aja.” “Baik-baik aja kamu bilang?” Sudut bibir Alena terangkat tipis. Entah kenapa pertanyaan Riga barusan terdengar lucu di telinganya. “Apa kamu nggak ngerasa kalau hubungan kita akhir-akhir ini tuh berbeda?” Berikutnya tanpa bisa dicegah, gadis itu menunpahkan semua yang ia rasakan satu minggu belakangan ini. “Kamu sadar nggak sih, Ri kalau akhir-akhir ini sikap kamu ke aku itu berubah? Kamu kayak lagi ngehindarin aku. Chat sama teleponku jarang kamu respons, sekalipun kamu respons, itu pun cuek banget. Kamu jarang nyamperin aku di kelas, sering nolak tiap kali diajakin ke kantin pas istirahat. Malahan aku lihat beberapa kali kamu bareng sama Kanaya terus.” Meja itu hening. Riga hanya diam sambil memainkan sendok es krimnya. Seolah laki-laki itu sengaja membiarkan Alena menumpahkan semuanya. Seolah laki-laki itu menunggu waktu yang tepat untuk bicara. “Awalnya

  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   94. Renggang

    Renggang.Satu kata itulah yang mungkin bisa menggambarkan hubungan Alena dan Riga saat ini. Bagaimana tidak, ini sudah satu minggu sejak Alena melihat Riga dan Kanaya di dekat parkiran pagi itu dan akhirnya ia tahu bahwa mereka berangkat bersama, tapi Riga sama sekali tidak menjelaskan apa pun pada Alena. Laki-laki itu tetap bersikap seperti biasa, seolah hal itu tidak pernah terjadi.Lebih dari itu, sikap Riga juga berbeda. Riga jarang mengajak Alena berangkat dan pulang sekolah bersama. Riga jarang ikut ke kantin setiap kali diajak teman-temannya. Riga lebih memilih tetap di kelas atau pergi ke perpustakaan saat jam istirahat.Awalnya Alena mengira perubahan sikap Riga itu karena Riga sedang banyak tugas, apalagi setelah mendengar keluhan Nada. Jadi, ia tidak terlalu mempermasalahkannya. Namun, semua itu berubah setelah Alena beberapa kali melihat Riga dan Kanaya bersama. Bahkan ia pernah tidak sengaja melihat Riga dan Kanaya pulang bersama.“Lo sama Riga lagi berantem ya, Len? Kok

  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   93. Salah Paham

    Hujan sudah reda sejak dini hari tadi, tapi hawa dingin masih menyelimuti kota. Membuat orang-orang yang tidak betah dingin, harus memakai jaket atau baju hangat saat keluar rumah jika tidak mau menggigil kedinginan. Bahkan Riga saja yang termasuk golongan orang tahan dingin pun memilih memakai jaket hitam di luar seragam putihnya.Jalan raya pagi ini cukup lengang. Para pengendara motor yang sedang buru-buru bisa langsung menyalip tanpa ada drama macet. Namun, berbeda dengan Riga yang tetap mengemudi dengan santai, tapi hati-hati. Riga hanya tidak mau mengambil risiko, apalagi kondisi jalan setelah hujan cukup licin. Genangan air di mana-mana. Meleng sedikit saja, bisa-bisa malah terkena jebakan alias lubang jalan.Baru saja Riga melewati gerbang kompleks, matanya tanpa sengaja menangkap sebuah mobil terparkir di pinggir jalan. Tanpa membuang waktu lagi, Riga segera memacu motornya ke sana."Permisi. Mobilnya kenapa ya, Mbak—loh, Kanaya?”Itu Kanaya dan seorang wanita berpakaian kant

  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   92. Bertemu Kanaya

    Jam sudah menunjukkan pukul 18.17 saat Riga dan Sandi, salah satu karyawan di kafe tantenya keluar dari musala mal. Mereka baru saja selesai menunaikan salat Maghrib. Namun, alih-alih langsung kembali ke kafe, mereka justru berkeliling sebentar. Kata Sandi, sekalian melepas penat.Mal hari ini tidak terlalu ramai pengunjung. Malah di lantai yang mereka lewati saat ini bisa dibilang sepi. Mungkin karena cuaca sedang hujan jadi orang-orang banyak yang lebih memilih berdiam di rumah daripada pergi ke luar. Sama seperti Sandi yang malas pulang ke kosnya gara-gara masih hujan deras.“Gue balik nanti aja, lah. Takut jadi mermaid gue kalau nekat balik sekarang,” jawab Sandi saat ditanya Tasya kenapa dia tidak pulang padahal jam kerjanya sudah habis.“Asem lo! Mana ada mermaid modelan kayak lo begini? Kurang cakep lo kalau jadi mermaid,” sahut Tama. Ia mengeluarkan beberapa bungkus roti tawar dan mengisinya ke stok. Berikutnya, obrolan-obrolan tidak berfaedah pun muncul dan menimbulkan gelak

  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   91. Selingkuh

    Suasana berubah hening. Ketiga orang di sana menatap Riga, menunggu orang yang bersangkutan angkat bicara.“Gue malah baru tahu kalau Alena pergi ke kafe,” jawab Riga akhirnya. Ia kembali meletakkan ponsel di atas meja dengan posisi terbalik setelah membalas pesan Alena.Jawaban tersebut sontak membuat ketiga sahabat Riga saling pandang. Tanpa perlu bertanya pun mereka seolah memikirkan hal yang sama. Namun, mereka memilih diam. Setidaknya sebelum suara Pandu mengacaukan semuanya.“Apa jangan-jangan Alena selingkuh?”Sikutan cukup keras dibarengi tatapan tajam diterima Pandu. Laki-laki itu meringis.“Lo jangan asal nuduh. Kalau tuduhan lo salah, malah jatuhnya fitnah,” sahut Dana.“Siapa yang asal nuduh? Gue cuma nanya doang.”“Tapi pertanyaan lo tadi kesannya kayak nuduh.”“Tapi gue nggak nuduh!” Pandu berdecak. Sebelum teman-temannya merespons, laki-laki itu kembali angkat bicara. “Oke, sekarang gini deh, coba lo semua pikir. Kalau emang Alena nggak selingkuh, terus kenapa dia jalan

  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   90. Ada Apa Dengan Alena

    Riga memasukkan motornya ke halaman setelah pria berseragam putih-biru membuka lebar pintu gerbang. Setelah motor Riga masuk, pria itu kembali menutup gerbang tersebut. Riga memarkir motor di depan garasi, tepat di sebelah motor si tuan rumah.“Dana ada, kan, Pak?” tanya Riga sambil meletakkan helmnya di atas jok.“Ada, Mas. Den Dana baru saja pulang, sama Mas Sakti juga tadi,” jawab pria itu ramah.“Makasih, Pak. Saya masuk dulu.”“Silakan, Mas.”Setelah mencabut kunci motornya, Riga lantas melangkah menuju pintu rumah yang terbuka. Ia mengetuk pintu tiga kali dan mengucap salam. Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya yang ia kenal sebagai asisten rumah tangga di rumah ini pun keluar. Wanita itu tersenyum ramah saat melihat siapa tamunya.“Oalah, Mas Riga, toh. Silakan masuk, Mas. Tadi Den Dana titip pesan ke Bibi, katanya kalau Mas Riga datang, disuruh langsung ke rooftop. Mari Bibi antar, Mas,” ucap wanita itu, lalu melangkah masuk.Riga mengikuti di belakang. Mereka menaiki

  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   89. A Last Letter From Bara

    “Kemarin pas gue baru balik dan mau naruh tas, gue nggak sengaja nyenggol tumpukan buku di meja belajar. Beberapa bukunya jatuh, termasuk kertas ini,” lanjut Farel masih sambil memandang kertas di atas meja kafe.“Awalnya, gue pikir itu cuma kertas nggak penting—apalah, paling kertas sontekan doang jadi mau gue buang. Tapi gue kebiasaan ngecek ulang sesuatu sebelum benar-benar ngebuangnya, jadi gue cek lagi kertas ini. Pas gue buka kertasnya, ternyata isinya surat dan itu ditujukan buat lo. Itu juga alasan kenapa gue nge-chat lo tadi pagi, ngajak ketemuan,” jelas Farel. “By the way, sorry ya, suratnya jadi kebaca dikit. Tapi gue cuma nggak sengaja baca bagian awalnya doang kok, habis itu stop, nggak gue lanjutin.”Alena meraih kertas tersebut. “Nggak apa-apa, Rel. Justru gue malah berterima kasih sama lo. Kalau lo nggak nemuin dan baca surat ini, mungkin suratnya juga nggak bakalan sampai ke gue, kan?”Gadis itu benar. Andai saja kemarin ia memilih mengabaikan kertas tersebut atau par

  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   88. Surat

    Suara ketukan berulang di pintu berhasil mengusik laki-laki yang kini tengah meringkuk di atas kasur. Laki-laki itu menggeram kesal. Udara dingin karena hujan ditambah tubuhnya yang lelah, membuatnya ingin tidur seharian tanpa gangguan. Namun, keinginan itu batal gara-gara sang ibu tidak berhenti mengetuk pintu kamarnya. Alhasil, ia tidak punya pilihan selain beranjak dari kasur dan melangkah menuju pintu.“Ada apa, Ma?” tanya Farel begitu ia membuka pintu.“Kamu baru bangun, Rel?” Yang ditanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. “Ini udah pukul sembilan lebih, loh, Rel. Kamu pasti belum sarapan, kan? Sana, kamu makan dulu. Mama tahu kamu capek banget habis perjalanan jauh, tapi lambungnya jangan sampai nggak diisi makanan. Kamu juga terakhir makan, kemarin pas masih di bandara, kan? Gih, sana sekarang turun.”Sejujurnya, Farel sendiri tidak ingat kapan terakhir kali ia makan. Yang ia ingat, kemarin ia pulang ke Jakarta dan selama perjalanan—entah di pesawat atau di mobil—ia lebih b

  • 100 Langkah Melupakan Kisah Kita   87. Start Over

    Alena baru akan membuka pintu mobil ketika terdengar suara klakson dari arah belakangnya. Gadis itu menoleh, mendapati sosok yang dikenalnya tengah melepas helm dan turun dari motor. Kemudian menghampirinya sambil menyunggingkan seulas senyum. Dan seperti yang sudah bisa Alena tebak kelanjutannya, Riga langsung menyalami papa sekaligus meminta izin untuk mengajak Alena berangkat bersama.“Aku kira kamu nggak jadi datang tadi, makanya aku mau bareng Papa.” Alena yang pertama kali bicara. Papa baru saja berangkat setelah memberi izin pada mereka, karena mendapat telepon dari kantornya. Tentu dengan catatan agar mereka hati-hati dan tidak mengebut di jalan, mengingat jalanan pasti basah setelah diguyur hujan sejak semalam hingga Subuh tadi.Beruntung, Alena membawa serta helmnya, jadi sekarang ia tidak perlu kembali ke rumah untuk mengambil helm. Gadis itu segera memakai helmnya, kemudian naik ke boncengan Riga. Laki-laki itu mulai melajukan motornya, meninggalkan rumah Alena.“Maaf, ya,

DMCA.com Protection Status