Cea menatap kosong ke arah Gravano yang tengah membersihkan lukanya dengan telaten, "Itu Bunda yang ganti," ucap Gravano yang melihat Cea memandangi kaos putih besar yang dikenakannya, baju ia yang sebelumnya telah rusak dan kotor jadi Vera inisiatif untuk membuangnya dan menggantikan dengan yang baru.
"Bunda mana?" tanya Cea.
"Bunda pulang, ini sudah malam soalnya." Gravano menutup kotak P3K dan beranjak keluar kamar. Cea di bawa Gravano keapartementnya setelah Vera meminta izin dan menenangkan Nenek Cea agar tetap tenang karena Cea akan baik-baik saja disini.
Gravano kembali dengan sebuah nampan yang berisikan soto ayam lengkap dengan satu mangkuk nasi dan satu kotak susu strawberry. "Makan dulu," ucap Gravano.
"Maaf merepotkan." Cea mengambil nampan dan menyuapkan satu suap nasi dengan kuah soto.
"Rava minta maaf untuk semuanya, maaf Rava enggak percaya ke Cea, maaf bikin Cea sakit."
Cea terkekeh, "Enggak apa-apa, ini mau?" ucap Cea sambi
Gravano mengacak rambut Cea yang dibiarkan terurai begitu saja, "Rava diam sebentar, belajar sana besok ujian!" Gravano terkekeh melihat mode galak Cea yang semakin terlihat. Setelah kejadian yang menyakitkan kemarin Gravano berniat ingin memasukkan Ariana ke dalam penjara, namun Cea mencegahnya dengan alasan kasihan, ingat Cea dia menyiksamu tanpa kalimat kasihan."Ah, pusing!" Sean mengacak rambutnya sendiri, Letta mengusap rambut lurus Sean, "Mana yang bikin pusing?" tanya Letta, "Semuanya." jawab Sean enteng, membuat Letta menarik buku paketnya dan menjelaskan beberapa materi dengan singkat, ia sadar dengan kapasitas otak kekasihnya yang sangat minim."Rava, jangan pegang marimong terus, lihat ini!" titah Cea, Gravano hanya mengangguk dan mulai menyelesaikan beberapa soal yang sudah Cea ajarkan sebelumnya. "Aduh, Cea mau cepat-cepat lulus." gerutu Cea kesal, ia tidak bisa fokus karena lebih sibuk mengajarkan Gravano."Habis ujian besoknya ada night party, lo
"Semakin dekat, ya?" goda Letta, ia datang sambil menggandeng lengan Sean. Cea hanya tersipu sambil memasangkan dasi untuk Gravano. Setelah ujian yang menguras tenaga dan pikiran para kumpulan itu tengah duduk lelah di warung bakso, "Bang, baksonya empat." ucap Sean selaku orang yang akan memesan setiap kumpul. Gravano menarik botol sambal dari Cea paksa, pasalnya gadis itu terlalu banyak menuangkannya, "Jangan banyak-banyak, Cea!" kesal Gravano, sedangkan Cea hanya tersenyum ia sedang merasakan jika kepalanya berdenyut saat mengisi lembar ujian akhir. "Kau juga punya magh, sudah lama enggak kambuh, awas saja!" ancam Letta sambil menepuk bahu Cea kesal, pasalnya magh Cea memang jarang kambuh karena Cea tidak terlalu peduli jika perutnya sakit. Bandel memang. Gravano menatap tajam Cea yang sedang menghisap kuah berwarna merah itu, "Pelan-pelan, nanti kese- tuhkan!" panik Gravano, ia langsung memberikan jus mangganya ke Cea dan langsung Cea habiskan hin
"Ada Cea?" tanya Gravano kepada Sean melalui panggilan telepon. "Okay, gue bawa mobil." ucap Gravano lalu memutuskan panggilannya. Sore ini di rumah Letta mereka akan berkumpul untuk bersolek ria, Sean mengajak Gravano karena memang ada Cea disana.Cea mendudukan badannya dan menerima panggilan dari Gravano, "Iya, ada apa?" tanya Cea."Nanti Rava jemput, jangan pergi sendiri.""Iya nanti Cea tunggu di depan rumah, ya?""Siap tuan putri!"Cea tersenyum tapi kemudian mengerucutkan bibirnya, "Rava, kayaknya badan Cea nambah gemuk, deh." adunya."Enggak apa-apa, Cea lucu, kok.""Tapi itu...""Sudah, enggak apa-apa.""Eung, okay. Jangan kasih Cea cokelat lagi." ancam Cea galak, Gravano hanya tertawa, tidak terasa ia lama dekat dengan gadis berpipi tembam ini bahkan rasa sayangnya semakin bertambah setiap hari. Ia mengusap kotak yang berisikan 4 potong cokelat chungky bar, bagaimanapun Cea menolat cokelat itu pasti akhirnya ak
"Lo makin hari makin minta banget gue bunuh!" teriak Ariana, ia mendorong Cea ke dalam laboratorium yang sudah tidak terpakai dan menguncinya dari luar. "Buka, disini gelap!" Cea berteriak sambil menangis histeris."Cea kemana?" tanya Gravano, "Ke toilet, tapi belum balik lagi padahal sudah lama." jawab Letta, ia menggigit bibir bawahnya merasa gelisah, "Letta susul Cea." ucapnya langsung berjalan dengan cepat.Suara riuh memekakkan telinga membuat semuanya terbuai pada acara ini. Sedangkan di lain tempat Letta memungut mahkota Cea dan langsung berlari ke arah Gravano panik, "Ini mahkota Cea, dia enggak ada!" teriak Letta agar Gravano bisa mendengarnya."Gue cari dia."Cea berteriak saat saat suara-suara aneh menyapa telinganya, ia memeluk lututnya dengan tubuh yang bergetar hebat, ini lebih menyeramkan daripada gudang di rumah Nenek. "Cea takut." lirihnya.Gravano berlari kesana kemari mengetuk semua pintu, "Cea, kamu dimana?" teriak Gravano berul
"Aaaaa, enggak mau!" Cea berteriak sambil menutup mulutnya, pasalnya pagi ini Gravano membuat nasi goreng dengan garam yang terlalu banyak."Ini enak banget, sumpah!" seru Gravano, "Kalau enak makan sendiri, Cea enggak mau!" sewot Cea sambil berlari ke arah sofa dan meminum susu kotak yang diberikan oleh Gravano.Gravano duduk di samping Cea yang sedang meminum susu strawberry dengan tangan yang sedang meluncur lincah di layar ponsel, ia menggumam tidak jelas sambil sesekali bernyanyi dengan sedotan yang tidak lepas dari bibir manisnya. Merasakan jika dirinya menjadi nyamuk Gravano langsung menyandarkan kepalanya di bahu Cea, kebiasaannya saat ini adalah bersandar dan mencium wangi bayi dari Cea."Eung, Rava mau kuliah dimana?" tanya Cea tiba-tiba, "Kata Bunda di Universitas Cyanide terus ambil kedokteran atau sastra asing." jawab Gravano, Cea memandang kosong ke arah tv yang tidak dinyalakan, ia ingin kuliah tetapi ia tidak bisa, biayanya terlalu besar.
Sudah 5 bulan berlalu dengan sangat cepat, mereka akhirnya bisa menikmati kembali bangku pendidikan. Cea, Gravano, Letta, dan Sean memasuki Universitas Cyanide bersama-sama, walaupun dengan jurusan yang berbeda tentunya.Cea mengambil jurusan bahasa asing, Gravano dengan jurusan kedokteran, Letta masuk psikolog, sedangkan Sean memasuki jurusan multimedia. Mereka berpisah dan menjadi satu dalam ekstrakulikuler seni dan fotography."Gue yang foto, kalian siap-siap." Gravano mengatur lensa kamera, matanya terfokus kepada gadis yang sedang tertawa di sebelah kiri Letta, ia adalah Cea, tanpa sadar Gravano memfokuskan pada titik itu dan foto sempurna dari Cea yang tengah tertawa lepas bisa diabadikan sempurna oleh Gravano."Rava ikutan saja disini," ujar Sean, ia meraih kamera dari tangan Gravano dan memanggil orang yang lewat untuk membantu mengambil gambar."Hitung, Kak!" seru Sean."Baik, satu, dua, tiga."Satu foto telah dipotret sempurna, "Sa
"Maaf, Ibu belum bisa menceritakan semuanya sekarang, dan Ibu juga harus pergi."Cea menatap nanar tubuh Ibunya yang perlahan menjauh, ia memukul dadanya berulang kali demi menetralkan sakit hatinya, "Kenapa harus Cea, kenapa?" rintih Cea perlahan."Cea, you fine?""Ah, Cea baik-baik saja," ucap Cea sambil tersenyum tipis."Tadi siapa?""Bukan siapa-siapa,""Dia membuatmu menangis?""Tidak, Cea hanya sedikit pusing,""Mau pulang?"Cea termenung sebentar, "Tidak perlu, Cea mau lanjut bekerja, Kak!" seru Cea, Fadil hanya tersenyum, ia tahu sedikit karena ia tidak sengaja telah mendengar pembicaraan mereka. Kenapa harus ada rahasia dibalik rahasia?Setelah pertemuan yang singkat dan menyakitkan kini Cea terlihat banyak murung, Letta yang menyadari hal itu untuk pertama kali. "Cea, ada apa?" tanya Letta."A-Ah, tidak, Cea hanya sedang banyak tugas saja." Cea tersenyum, sambil kembali menyesap es jeruknya.
"Aaaaa!"Itu Cea, bukan Gravano.Tidak, bukan Gravano yang menjahili Cea kembaliPerpustakaan ini sangat luas, semua ruangan terpancar lampu yang terang, hanya saja entah kenapa saat ini semuanya padam, membuat Cea berteriak dan memeluk tubuh Gravano."Ini ada Rava, jangan takut." Gravano membalas pelukan Cea, perlahan pelukan itu melonggar, kini Cea menatap seisi perpustakaan yang sangat gelap, nafasnya tercekat dan jantungnya kembali memompa dengan cepat."Rava, Cea takut."Gravano mengeluarkan sebuah lampu kecil berbentuk matahari, "Cea, lihat ini," titah Gravano."I-Itu apa?""Ini lampu, walaupun tidak terlalu terang, setidaknya ia bisa menemanimu."Gravano memasangkan lampu kecil itu ke pergelangan tangan Cea, bentuknya seperti gelang, namun liontinnya berbentuk matahari dan bisa menyala. Entah kenapa, Cea merasa lebih aman sekarang."Terima kasih, Rava." Cea kembali memeluk Gravano, tidak lama setalah itu la