Terjebak Kerjasama Paksa Dengan Gadis Indigo
Pembunuhan misterius seorang wanita bernama Arina Wijanarko terjadi di sebuah area di pinggir Nusantara City. Semua petunjuk yang mengarah pada si pembunuh, menemui jalan buntu. Aidan Hunter, seorang Crime Investigator dari BIN (Badan Investigasi Negara), yang ditugaskan untuk menyelidiki kasus tersebut, mendapat perintah bosnya untuk bekerja sama dengan seorang gadis cenayang bernama Nara Hamarung, dalam menyelesaikan kasus pembunuhan itu.
Aidan yang selalu berpikir realistis, tentu saja sangat keberatan bekerja sama dengan seorang paranormal. Tetapi, karena perintah bosnya, dia tidak dapat menolak. Aidan pun selalu bersikap ketus dan meremehkan kemampuan Nara.
Bagaimana kelanjutan kerjasama antara seorang detektif dan paranormal ini, ikuti kisah mereka yang emosional ini. Dan peristiwa-peristiwa apa saja yang akan keduanya temui selama penyelidikan?
Read
Chapter: Kabar DukaAidan dan Nara saling melempar pandang saat pertanyaan penuh harap dari wanita bernama Ningrum itu terucap. Kalau saja harus menuruti kata hati, ia tidak tega memberitahukan kabar duka itu padanya. Tetapi, sebagai seorang abdi negara, ia tidak boleh melankolis. "Suami Mbak ada di RSKPN (Rumah Sakit Kesehatan Pusat Negara)." Ningrum mengelus dada seraya menghembuskan napas lega. Tetapi, kelegaannya tidak berlangsung lama, tepat setelah Aidan memberitahukan keadaan sang suami, Joseph. Wanita itu pun seketika meraung dengan cucuran air mata yang membanjiri pipi. Ia terduduk lemas seraya menutup wajahnya. Ratapannya terdengar begitu pilu. "Nggak benar, kan, Mas? Mbak?" sangkal Ningrum setelah ia berhenti menangis. Ia berharap dua orang pegawai pemerintahan ini hanya sedang mencandainya. Ia belum bisa menerima jika penantiannya selama tiga tahun ini berakhir dengan kabar paling buruk yang selalu ia singkirkan jauh-jauh dari pikirannya. Suaminya---Joseph---hanya tersesat dan tidak tahu j
Last Updated: 2023-06-20
Chapter: Denial Pertama kali bertemu dengan Aidan, saat pria itu datang ke tokonya, Nara sudah bisa membaca masa lalu Aidan yang buruk. Kemungkinan, sikap angkuhnya itu terpengaruh dari peristiwa yang telah ia alami. Ditinggalkan oleh wanita yang ia cintai. Yang jelas, Nara masih bisa melihat sorot luka dalam tatapan mata Aidan. Pagi itu, Nara sedikit terlambat datang ke kantor, sebab ada client datang dan mendesaknya untuk melakukan konsultasi. Saat ia menemui Aidan, wajah pria itu terlihat masam. "Maaf, Mas. Tadi ada client yang konsultasi pagi-pagi banget. Aku nggak bisa nolak." Nara beralasan. "Lain kali jangan lupa pasang tanda "close" di depan toko." Aidan menyambar tas di atas meja dan berjalan mendahului Nara keluar dari ruangannya. Gadis itu mengikuti dengan langkah tergesa. "Rencana hari ini apa, Mas?" tanya Nara sesaat setelah berada di dalam mobil Aidan. "Hasil team forensik sudah keluar." Aidan melajukan mobil meninggalkan area kantor BIN. "Oh ya? Terus?" tanya Nara berlagak
Last Updated: 2023-05-29
Chapter: Tetap Saja Meremehkan "Nara? Nara?" Suara Aidan sayup-sayup terdengar menelusup ke dalam indra pendengaran Nara. Gadis itu seperti tertarik dari kegelapan, dan pelan membuka mata. Dia terkejut saat menyadari, kepalanya tengah bersandar di dada kokoh Aidan. "M-maaf, Mas," ucap gadis itu gugup. Dia buru-buru menarik diri dan kini berusaha berdiri dengan tegak, meski kepalanya masih terasa pening. "Kamu nggak papa?" Aidan mengerutkan kening, menatap gadis di hadapannya dengan tatapan penuh selidik. Dia masih menganggap Nara hanya berpura-pura pingsan. Lalu, gadis itu akan membeberkan apa yang telah dilihatnya selama dia tidak sadarkan diri. Aidan bersiap-siap untuk mendengarkan lelucon itu. "Mas, aku lihat ada bangunan misterius yang dipagari besi." Aidan menghela napas berat. "Oh ya? Bangunan apa? Dan di mana?" "Tidak begitu jelas, Mas ... mungkin ada di dalam hutan ini." "Terus apa hubungannya bangunan itu dengan pembunuh Arina? Bisa kau jelaskan?" tantang Aidan. Pria tampan itu terlihat cukup
Last Updated: 2023-05-05
Chapter: Pondok Di Dalam HutanTiga puluh menit perjalanan, mobil Aidan sampai di dekat sungai. Keduanya harus menyeberangi bebatuan yang untungnya cukup besar untuk kaki mereka berpijak. Air sungai pun sedang tidak terlalu deras. Keduanya menginjakkan kaki di padang rumput luas dan harus membelahnya agar sampai ke bibir hutan."Yakin mau masuk ke sana?" tanya Aidan seraya mengedarkan pandangnya ke sekeliling. Hening. Hanya terdengar kicauan burung-burung liar dan suara air mengalir dari kejauhan."Iya, Mas." Tanpa pikir panjang, Nara masuk ke dalam hutan melalui jalanan setapak yang kanan kirinya ditumbuhi semak-semak. Cahaya matahari terhalang rimbunnya dedaunan dari pohon-pohon besar tinggi menjulang. Hanya sebagian kecil saja yang berhasil menerobos sela-sela dedaunan.Aidan berjalan di belakang Nara, memperhatikan gerak-gerik gadis itu yang membuatnya mendesis pelan dan menggeleng. Sesekali sepasang matanya mengawasi sekitar."Hei, kamu tahu tempat yang akan kamu tuju?" Aidan mulai meragukan perjalanan mereka
Last Updated: 2023-03-14
Chapter: Firasat NaraHasil dari investigasi di stasiun adalah, memang benar, Pranata Yuwana melakukan perjalanan ke Trowulan pada tanggal 23 Januari dengan menggunakan kereta Puma Express. Hal itu tentu saja membuat pria itu gugur sebagai calon tersangka.Tentu saja Aidan kecewa. Wajahnya bertambah muram. Nara tidak berani berpendapat karena takut akan menambah suasana hati pria itu menjadi semakin buruk. Bisa-bisa dirinya menjadi sasaran kekesalan Aidan."Lapar, nggak?" tanya Aidan membuat Nara terkesiap. Pria itu menepikan mobil di depan sebuah restauran."Lumayan," jawab Nara. Sementara Aidan keluar begitu saja dari dalam mobil tanpa mengajaknya. Gadis itu pun menyusul keluar, masuk ke dalam restauran yang tampak sepi. Hanya ada beberapa meja yang terisi pengunjung.Aidan memilih tempat di dekat jendela kaca menghadap ke jalan raya. Seorang pelayan datang menghampiri untuk menuliskan pesanan."Sama kaya yang Mas pesan aja," ucap Nara saat Aidan memintanya memesan makanan. Si pelayan mengambil buku menu
Last Updated: 2023-03-14
Chapter: Terus BerburuRumah bercat putih itu sepertinya dibangun tahun tujuh puluhan, terlihat dari design vintage klasiknya yang kental. Dua kursi dengan sandaran melebar bagian atas yang ada di teras semakin memperkuat dugaan Aidan.Aidan menepikan mobil di depan gerbang. Saat dia dan Nara turun, lalu memeriksa gerbang apakah terkunci atau tidak, mereka disambut gonggongan anjing yang terikat di batang sebuah pohon mangga berdaun lebat. Anjing jenis pitbull terus menggonggong ke arah mereka sehingga sang pemilik rumah---seorang pria berusia lima puluhan berjenggot tipis yang telah memutih---keluar dari pintu depan."Siapa?" tanyanya setengah berteriak mengimbangi suara anjingnya."BIN!" seru Aidan seraya menunjukkan ID Card miliknya pada pria itu. "Boleh kami masuk?""Diam, Roger, diam!" bentaknya membuat makhluk bergigi runcing itu mengakhiri gonggongannya dengan geraman. Pria berperut buncit itu melangkah membelah halaman rumah dan membuka pintu gerbang, mempersilahkan Aidan dan Nara masuk."Ada yang
Last Updated: 2023-03-14