Chapter: Chapter 10 Kata Dylan, Rindu itu berat. Nyatanya memang benar. Berat sebab bayangan seseorang yang dirindukan itu seakan ada di mana-mana. Baik di ruang tidur bahkan di kamar mandi sekalipun, aku teringat keusilan Mas Ivan. Ya, seperti sedang di kamar mandi saat ini. Aku terbayang saat telunjuk sepupuku yang usil itu mendorong kepala ini pelan. Seraya berkata, "Makanya jangan ngeyel! Keras kepala amat. Udah tau cincin kekecilan masih nggak mau dilepas." Lantas aku tersenyum getir, saat ingin menuang shampo ke telapak tangan ini. Dari sini pun aku teringat lelaki menyebalkan itu. "Milihnya yang cocok sama rambut kamu. Cari juga yang wanginya enak," kata Mas Ivan sewaktu kami berdiri di depan rak yang terdapat berbagai macam merek shampo. "Bukannya semua shampo fungsinya sama aja. Buat keramas, kan?" Mas Ivan berdecak. "Ya bedalah, Dodol. Logikanya kalau nggak kutuan, ngapain beli shampo buat hilangin kutu?" "Benar juga." Aku cengeng
Terakhir Diperbarui: 2022-02-16
Chapter: Chapter 9Bismillah ...Setelah shalat isya, aku mengerutkan kening, kala mencabut charger ponselku. Ada beberapa pesan masuk tertera di layar yang menyala. Salah satunya pesan dari nomor tak dikenal, berisikan promosi pinjaman online. Juga pesan dari operator yang menginformasikan kalau nomorku sudah terisi pulsa dengan nominal seratus ribu.Siapa?Sontak aku pun tersenyum, saat terbesit kemungkinan tersangkanya adalah suamiku. Siapa lagi kalau bukan? Ah, manis sekali. Perhatian yang begitu, kan, bikin melted.Aku membawa serta ponsel ini, keluar dari kamar. Menuju di mana Mas Ivan berada. Sesampainya di lantai bawah, tampak suamiku itu sedang duduk sambil memencet remot, mengganti channel TV.Lelaki berhidung mancung itu menoleh, saat aku duduk di sofa sebelahnya. "Tumben turun? Biasanya betah banget mendep di kamar."Aku mengangkat bahu. "Nggak papa, sih! Emang nggak boleh, ya?""Enggak. Cuma heran aja. Nggak biasanya turun, sa
Terakhir Diperbarui: 2022-02-16
Chapter: Chapter 8 Bismillah .... "Amanda." Seseorang memanggilku sesaat aku menginjakkan kaki di lantai atas. Mas Alfin tampak berdiri di depan pintu kamarnya. "Kenapa Mama?" tanyanya kemudian ketika aku mendekat padanya. "Kedengaran, ya?" "Enggak. Cuma kaget aja. Soalnya tadi keluar kamar pas banget sama Mama banting pintu kamar." Mas Alfin memberitahu. "Tau sendirilah Mama gimana? Jadi nggak usah diambil hati. Entar juga baik sendiri." "Hm, iya." "Boleh minta tolong nggak?" "Apaan?" Tolong beli’in rokok." Inilah hal tak enak, saat tinggal bersama kakak sepupu. Aku yang paling muda suka di suruh-suruh. Tolong inilah, tolong itulah. Pernikahan kemarin seakan tak merubah apa pun bagi dua saudaraku ini. Mereka masih saja menganggapku adik seperti dulu. "Iya, mana?" jawabku malas, sambil menadahkan tangan. Mas Alfin mengeluarkan selembar uang lima puluh ribuan dari dalam dompet. Lalu memberikan uang berwarna b
Terakhir Diperbarui: 2022-02-16
Chapter: Chapter 7Bismillah ..."Habis ngapain sampe basah semua kayak gitu?" Mas Ivan tampak mengerutkan kening, saat melihatku baru saja masuk ke kamar. Heran mungkin, sebab pakaian yang aku kenakan nyaris basah semua."Oh, ini. Aku baru aja selesai nyuci. Mas gimana, udah baikan?""Hmm, udah mendingan," gumamnya pelan. Saat ini sepupuku itu sedang berolahraga ringan. Berdiri dengan tangan ke atas, disertai dengan meliuk-liukkan tubuhnya ke kanan dan kiri. Dia tampak mulai berkeringat.Yah, pagi ini aku baru saja selesai mencuci selimut, seprai dan pakaian yang terkena muntahan sepupuku saat demam kemarin. Terhitung sudah tiga hari-dua malam, Mas Ivan terbaring lemah di kasur. Panasnya tinggi. Bahkan pula kesulitan mencerna makanan. Apa pun yang masuk ke lambungnya, akan keluar lagi tanpa sempat dicerna lebih dulu. Lantas aku pun bersyukur, saat melihat dia sudah membaik sekarang."Katanya baik luar-dalem? Eh, tapi tepar juga. Makanya jadi orang ngga
Terakhir Diperbarui: 2022-02-16
Chapter: Chapter 6Bismillah ...Seperti biasa, setelah shalat isya' aku memilih berdiam di kamar. Rebahan sembari scrool-scrool media sosial. Aku mendesah kecewa, ketika mendapati komentar tidak pantas di foto pernikahan kami yang diposting seseorang. Entah siapa, sepertinya mereka ini teman Mas Ivan.'Siapa pun yang mendampingimu. Semoga itu yang terbaik.' Begitu caption-nya, hingga menimbulkan komentar beragam.Meski ada juga yang ikut mendoakan dengan doa terbaik, tapi tetap saja sakit saat mendapati komentar yang menyentil. Ah, sangat menyesakkan sekali rasanya. Pantas saja kata Mama bikin asam lambung naik.'Lah, jadi beneran Ivan nikahnya sama Amanda? Kok, mau-maunya sih? Gila!''Kenapa nggak dibatalkan aja acaranya? Daripada nikah sama sodara, nggak baik buat keturunan nantinya.''Mending batalin aja kalau aku. Nikah sama sepupu kayak nggak ada orang lain aja.''Bener nggak sih, kalau pengantinnya kabur sama cowok lain? Nggak punya hati banget k
Terakhir Diperbarui: 2022-02-16
Chapter: Chapter 5 Bismillah ... Di suatu pagi, aku berdiri di depan cermin, mengamati penampilan adalah kebiasaan baru sebelum aku keluar dari kamar. Memastikan kalau yang aku kenakan ini sudah pantas. Kan sungkan bila ditegur lagi seperti kemarin. Pastinya sebal juga. Ditegur tegas seperti itu bukan hal baru sebenarnya. Ah, aku jadi teringat masa dulu. Di suatu pagi saat Mas Ivan mengantarku ke sekolah, dia berhenti sejenak di depan kios bunga. "Tunggu bentar, ya, Nda," katanya sembari keluar dari mobil. Lalu dia tampak berjalan memasuki toko yang menjual berbagai macam bunga berwarna-warni itu. Aku hanya mengamatinya dari dalam sini. Tak lama menunggu, Mas Ivan sudah kembali membawa sebuket bunga mawar merah. Sangat cantik. "Eeaa! Buat pacarnya, ya?" godaku saat Mas Ivan kembali dan duduk di kursi kemudinya. "Mas Ivan ternyata manis juga." Sepupuku itu hanya tersenyum kecil. Lalu kembali menjalankan mobil. "Jadi kepengen
Terakhir Diperbarui: 2022-02-16