Home / Pendekar / PENGENDALI ANGIN PETIR / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of PENGENDALI ANGIN PETIR: Chapter 41 - Chapter 50

70 Chapters

Bab 041

Bayu langsung menarik mundur tiga langkah ketika tanah di depannya tiba-tiba meledak. Lalu dari dalam tanah tersebut muncul seseorang bagaikan habis 'Nerus Bumi'."Wah, apa dia sudah mendekam lama di dalam tanah!" gumam Bayu."Kau hendak mengikuti sayembara perebutan senjata sakti, kan?" Lelaki berumur tiga puluh tahun yang baru muncul dari dalam tanah langsung bertanya menyelidik dan terkesan menghalangi jalan.Si pemuda tampan sudah bernapas tenang setelah terkejut tadi, tapi dia tidak mengerti pertanyaan lawan bicaranya."Sayembara, sayembara apa?""Jangan pura-pura pilon, ini jalan satu-satunya menuju Istana Sanghyang Dora. Kau pasti hendak ke sana dan mengikuti sayembara!""Aku memang hendak ke sana, tapi aku tidak tahu perihal sayembara!" jawab Bayu, dalam benaknya berpikir barangkali ada informasi yang terlewatkan."Ah, kau memang pura-pura polos. Sudahlah, dari pada bertanding di sana lebih sekarang juga kita ten
Read more

Bab 042

Sekarang bukan karena tidak ingin ada saingan, tetapi dendam atas kekalahannya tadi.Jari-jari si kumis kembali membentuk cakar dan dibungkus api. Ilmu Cakar Iblis digunakan kembali, lalu sekali menjejak tanah sosoknya melesat ke arah Bayu.Bayu merasakan hawa panas menyambar dari belakang. Si tampan ini langsung berbalik. Dia melihat si kumis tipis sudah siap dengan cambuk apinya. Bayu hanya mempunyai sedikit persiapan.Akan tetapi satu jangkauan lagi serangan si kumis tipis datang, tiba-tiba dari arah samping kanan melesat sesuatu begitu cepat sampai sosok si kumis terpental ke samping.Slashhh!Cepp!Brukk!Si kumis tipis menghantam pohon lalu ambruk tak bernyawa lagi. Bayu bergidik setelah melihat apa yang terjadi. Sebuah pedang menusuk tembus dari sebelah kiri ke kanan lehernya. Ada sepercik darah keluar.Mulutnya terbuka hendak berkata, tetapi pedang itu tiba-tiba tercabut sendiri lalu terbang dan berakhir
Read more

Bab 043

Bayu melempar senyum sedikit dan sekejap saja, tapi masih tampak menawan bagi mata si gadis. Terlihat ada kegugupan walau tidak kentara. Si gadis mampu menyembunyikan sikapnya."Kau lihat bangunan megah itu. Itulah Istana Sanghyang Dora yang hanya ada satu di bukit ini,""Aku hendak masuk, tapi takut tidak sopan. Tidak ada orang yang menjaga di pintu gerbang,""Ada dua orang di sebelah dalam!""Hah, kenapa aku tidak melihatnya?""Terhalang gapura batu yang besar itu!"Si gadis berpakaian jingga ini jadi tampak malu. Dari penampilannya jelas dia juga dari kalangan persilatan. Bayu juga merasakan ada hawa sakti yang memancar dari tubuh gadis ini walau kecil."Kau hendak mengikuti sayembara?" tanya si gadis yang tubuhnya agak tinggi hampir menyamai tinggi badan Bayu.Lekuk tubuhnya jelas indah terawat. Berarti dia mempedulikan penampilan. Kulit bersih warna khas 'Urang Sunda', tampak mulus dan lembut. Bentuk tubuh
Read more

Bab 044

"Mereka mengaku mendapat undangan!" jawab yang satu, sedangkan yang satunya menunjukkan dua gulungan bilah bambu tadi."Undangan?" Jaya Purana jadi ikut heran sambil mengumpulkan ingatannya, barangkali ada sesuatu yang terlewatkan. "Simpan saja!" Si pemuda murid utama Ki Teja Maruta menyerahkan kembali undangan tersebut.Dari pintu istana yang lebar dan megah ini datang lagi seseorang. Kali ini seorang wanita tua yang usianya hampir enam puluh tahun, tetapi langkahnya begitu tegap bagaikan masih muda.Garis kecantikan pada wajahnya masih tampak walau sudah dihiasi kerutan tanda usia tua. Tubuhnya juga masih tampak berisi.Melihat penampilan seperti ini, kesannya dia seorang wanita muda yang memakai topeng wajah tua di mukanya. Kecuali Bayu dan Nindya Saroya, semuanya sudah mengenal wanita ini."Selamat datang, Nini Rumpaka!" sambut Jaya Purana yang masih ada di dekat petugas pencatat peserta."Terima kasih, kalian masih mengenali
Read more

Bab 045

Dua tangan Nindya Saroya meraba ke pinggangnya. Tahu-tahu sepasang tangannya sudah menggenggam pedang pendek yang lentur.Bayu cukup terkesiap melihatnya. Ternyata senjata si gadis melingkar di pinggangnya. Pantas saja sekilas pandang dia seperti tidak membawa senjata.Ternyata senjatanya berupa sepasang pedang pendek yang bilahnya lentur bisa melengkung. Si gadis yang dijuluki Mawar Jingga sudah bersiap dengan kuda-kudanya.Sutasoma juga sudah menarik pedang yang tersoren di punggungnya. Setelah melihat senjata dan sikap siap si gadis, dia tidak mau menganggap remeh lawannya."Maaf, aku tidak akan segan lagi!" seru Sutasoma."Baik, aku duluan!"Mawar Jingga balas berseru seraya bergerak lebih dulu menyerang. Dua pedang pendeknya bergerak seperti sedang menyulam. Sekali gerak, beberapa titik menjadi sasaran.Mendapat serangan seperti ini, terpaksa Sutasoma menarik mundur sejenak sambil memutar pedang guna menghalau peda
Read more

Bab 046

"Ada pembunuhan!" Salah seorang murid Ki Teja Maruta berteriak ketika menghampiri salah satu kamar tamu.Siapa yang terbunuh?Para tamu dan penghuni istana berhamburan menuju sebuah kamar tempat kejadian pembunuhan. Ternyata itu kamar tempat istirahat Pendekar Tangan Guntur.Pendekar yang berwatak angkuh ini ditemukan tewas di lantai kamar dalam posisi duduk bersila menghadap tempat tidur.Kedua tangannya memegang gagang pedang yang bilahnya menancap ke bagian perut sebelah kiri agak atas. Persis seperti orang yang melakukan bunuh diri.Wajahnya masih tegak lurus dengan kedua mata terbuka menatap ke atas tempat tidur. Air mukanya menyiratkan rasa kaget yang luar biasa, seolah-olah tidak menyangka akan mendapati nasib yang mengerikan ini.Karena tatapan ke arah tempat tidur itulah, semua yang hadir juga pandangannya tertuju ke sana.Ternyata ada sepucuk daun lontar yang telah diguratkan sebuah kalimat."Menebus d
Read more

Bab 047

Ketika mereka kembali menemui tamu yang lain, suasana tampak tegang. Bayu terkejut melihat Mawar Jingga sedang dikepung para pendekar."Ada apa ini?" seru Ki Teja Maruta.Salah satu Jangkung Kembar yang merupakan paling tua dan sebagai pemimpin berpaling ke arah Ki Teja Maruta."Aku baru ingat sekarang, gadis ini adalah salah satu anggota kelompok pembunuh bayaran Gagak Setan!""Jadi maksudnya?" tanya Ki Teja Maruta."Dia pembunuhnya!" jawab si kembar."Kalian salah orang, aku tidak tahu menahu soal kelompok pembunuh bayaran itu!" sanggah Nindya Saroya. Sorot matanya jelas menampakkan kepanikan, tapi berusaha diredamnya."Tidak, aku tidak salah lihat!" bantah si kembar yang lain. "Kami memang pernah bentrok dengan kelompok pembunuh Gagak Setan yang semua anggotanya perempuan dan dia adalah salah satunya!""Apakah para pembunuh bayaran itu menampakkan wajahnya?" tanya Bayu karena biasanya pembunuh akan menyembuny
Read more

Bab 048

Kemudian Ki Teja Maruta membawa Bayu ke bagian belakang di luar istana.Istana Sanghyang Dora, kalau dilihat dari atas bentuknya berupa empat bangunan yang mengelilingi lapangan di tengah-tengah di mana tempat terjadinya pembunuhan terhadap Pendekar Tangan Guntur.Wilayah belakang istana adalah puncak bukit di sebelah utara. Sejauh lima tombak dari pagar istana ternyata ada sebuah lamping yang membelah puncak bukit.Kedalaman jurang ini bagaikan tak terhingga karena terhalang berbagai pepohonan. Lebar sampai bibir jurang di seberang sana sekitar lima tombak juga."Ini namanya Jurang Penyedot Nyawa. Panjangnya tidak sampai membelah bukit. Dinamakan demikian karena siapa saja yang melintas di atasnya pasti akan tersedot ke dalam," jelas Ki Teja Maruta.Ki Teja Maruta memberikan contoh dengan melemparkan beberapa helai daun. Tepat ketika berada di tengah-tengah, daun-daun itu langsung tersedot cepat seperti ada yang menarik dari bawah.
Read more

Bab 049

Tanpa menunggu jawaban lagi, Ki Teja Maruta melangkah kembali menyeberangi jembatan batang pohon kelapa menuju istana Sanghyang Dora. Bayu menunggu sampai lelaki setengah baya itu sampai di seberang baru menyusulnya. Selanjutnya Bayu ingin menemui Jaya Purana. Ketika memasuki halaman belakang, tak sengaja dia melihat ke arah timur. Di sana ada satu tempat yang kelihatan berbeda. Sementara Ki Teja Maruta sudah tidak kelihatan sosoknya, akhirnya Bayu memutuskan untuk mendekati tempat tersebut. Namun, setelah beberapa langkah dia harus segera sembunyi di balik pohon dekat benteng istana. Pandangannya mengawasi ke arah tempat itu. "Sepertinya itu kuburan saudara-saudaranya Ki Teja Maruta. Tapi, siapa wanita itu?" gumam si pemuda. Inilah alasan dia bersembunyi, ternyata di sana ada seorang wanita yang dari perawakannya tampak masih muda sedang berdiri menghadap salah satu kuburan. Bayu ingat di istana ini semuanya laki-laki. Sedangkan yang mengikuti sayembara hanya ada dua orang yai
Read more

Bab 050

"Apa? Hilang? Tadi di sini, Guru!" Si murid menunjuk ke tanah di mana dia menemukan Jaya Purana tewas. "Ada apa ini, sepagi ini kau sudah berani membual!" hardik Ki Teja Maruta. "Sungguh, Guru, aku tidak berbohong!" Si murid ini kembali bersimpuh dengan berlinang air mata. Inilah ketakutannya, dianggap telah membuat cerita dusta. "Hari ini aku bertugas mengumpulkan bahan makanan, tetapi sampai di sini aku dikagetkan dengan mayat Kang Jaya yang tertancap pedang, tapi mengapa sekarang menghilang?" Ki Teja Maruta menghela napas panjang. Dia menduga muridnya ini mengalami halusinasi. "Apa kau kurang tidur semalam?" "Tidak, Guru. Aku tidak bohong. Mataku jelas melihat Kang Jaya tergeletak di sini!" Si murid tertunduk, keringatnya bercucuran. Tiba-tiba dari arah benteng istana terdengar suara teriakan. Seorang murid lain tampak ketakutan seperti murid yang sedang bersimpuh ini. "Celaka, celaka!" Akhirnya semuanya kembali menyeberangi jembatan batang pohon kelapa. Waktu yang diburu-
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status