Hari itu, kilatan merah di matanya benar-benar mengejutkanku. Dia mencengkeram leherku dengan begitu kuat hingga aku berpikir aku akan mati terbunuh olehnya.Pada akhirnya, dia melepaskanku, lalu berdiri dan mengenakan pakaiannya. Sambil tertawa sinis, dia berkata, "Kalau saja Rina nggak pergi, kamu pikir kamu akan berkesempatan untuk berhubungan intim denganku?"Aku memegang leherku yang sakit, terbatuk-batuk lama hingga akhirnya bisa bernapas kembali. Tanpa gentar, aku membalas, "Sayangnya, Rina sendiri nggak bersedia berhubungan intim denganmu."Tatapannya padaku kembali dipenuhi amarah.Aku tersenyum tipis, lalu bertanya dengan suara pelan, "Kenapa? Mau mencekikku lagi?"Dengan marah, dia membanting pintu dan pergi.Saat itu, aku menyadari bahwa aku tidak akan pernah bisa masuk ke dalam hatinya, meskipun wajahku sama persis dengan Rina.Aku dan Rina adalah saudara kembar. Aku lahir dua menit lebih awal darinya sehingga aku pun menjadi kakak.Biasanya, kembar selalu akrab. Mereka su
Read more