Semua Bab Mengejar Cinta Suami Brimob : Bab 1 - Bab 5

5 Bab

1. Tatapan Tajam

Malam ini adalah malam resepsi pernikahan kami, setelah beberapa jam yang lalu suamiku berhasil mengikrarkan namaku di depan penghulu. “Mas, bisa nggak sih senyum sedikit di depan semua orang? Please dong, jangan pasang muka masam terus," protesku.Pria yang baru beberapa jam lalu resmi bergelar suamiku itu langsung menatap tajam, wajahnya dingin penuh intimidasi. Dia mendekatkan bibirnya ke telinga dan berbisik pelan."Setelah papamu maksa aku buat nikahin kamu, sekarang dengan nggak tahu dirinya, kamu masih berani minta aku buat senyum-senyum pada semua tamu? Kamu bener-bener nggak punya malu ya."“Mas?”“Diem!” Nada bicaranya membuat hatiku mencelos, tapi aku berusaha tetap tenang.Dia adalah Anggara Yudhistira, seorang anggota Brimob yang kini sah sudah menjadi suamiku. Ah, tepatnya suami yang terpaksa menikahiku.Bulan lalu, setelah selesai menonton pertandingan antara Timnas melawan negara lain, kericuhan terjadi di podium. Puluhan ribu orang berdesak-desakan, saling injak
Baca selengkapnya

2. Menerima tapi Terpaksa

Untuk pertama kalinya aku merasa sakit hati dituduh oleh pria itu. Tuduhan Anggara teramat menyakitkan. Padahal aku tidak tahu menahu urusan perjodohan ini, mungkin papa sudah mengatur semuanya. Malam itu juga, aku bicara pada Papa tentang kesalahpahaman ini. “Aku ingin bicara serius sama Papa?” ujarku sambil masuk ke ruang kerjanya dan duduk di seberang meja.Papa menutup laptop dan memfokuskan tatapannya padaku."Memangnya apa yang mau kamu bicarakan? Kalau ini tentang perjodohan kalian, Pak Robby sedang mempertimbangkannya. Kamu tunggu aja, Papa pastikan kamu dan Anggara benar-benar menikah,” ungkap Papa, membuatku merasa kecewa dan frustasi.“Tapi ‘kan aku cuma mau berterima kasih, Pa. Nggak lebih.’’ Aku merengut.Papa menggeleng mendengar ucapanku. Aku memang tak kepikiran kalau Papa akan menjodohkan aku dengan Anggara. “Udah, kamu nurut aja sama orang tua, Papa lakuin ini juga untuk kebaikan kamu.”Aku pasrah dan tak bisa membantah keinginan Papa. Hari berlalu seperti biasa
Baca selengkapnya

3. Rumah atau Tempat Sampah

Rasa sakit dalam dada makin dalam. Seolah semua harapan yang kupunya dihancurkan dalam sekejap.Setelah mengucapkan kata-kata yang menyakitkan itu, Mas Angga langsung membaringkan dirinya di tempat tidur. Nafasnya terdengar berat. Beberapa kali dia menghembuskan napas panjang seolah menahan sesuatu. Dia lalu tidur terlentang, memakai selimut dengan wajah ditutupi sebelah tangannya. Ada rasa sakit yang mendalam di hati. Namun, aku tahu, keputusan ini bukan diambil dengan mudah. Dia memang pantas membenciku, karena pernikahan ini lebih karena penghormatan pada Papa atau desakan dari orang tuanya, aku tidak tahu pasti. Yang jelas, sekarang masa depan kami ada di tangannya. Perlahan aku bertekad, meski hatinya seperti es yang beku, aku akan mencoba sedikit demi sedikit mencairkannya.Sampai aku yakin suatu hari nanti dia akan melihatku bukan sebagai musuh, tapi sebagai seseorang yang tulus menginginkannya."Kamu tunggu aja hari itu tiba, Mas," bisikku dalam hati.“Kenapa kamu masih d
Baca selengkapnya

4. Tanggapan Suami Dingin

Sambil menunggu Pak Heru dan timnya datang, aku duduk jongkok di pinggir jalan, memperhatikan lingkungan kompleks yang bergaya lama. Hanya ada beberapa rumah yang berpenghuni, sementara selebihnya hanyalah bangunan kosong tanpa penghuni. Aku tak bisa membayangkan bagaimana suasananya saat malam hari. Pasti menyeramkan, apalagi kalau Mas Anggara lagi tugas. Bisa-bisa aku ngompol di celana karena memang dasarnya aku seorang penakut. "Tin... tinnn…!" Suara klakson dari mobil mengagetkan dan membuatku tersadar dari lamunan. Pak Heru bersama beberapa orang keluar dari dalam mobil. "Neng Siby!" panggilnya. "Iya, Pak. Cepet banget datangnya," jawabku cepat sambil menyelami mereka satu persatu. "Iya, kebetulan lagi pada free. Oh ya, rumah yang mana yang mau dibersihkan?" tanyanya sambil melihat-lihat sekeliling.Aku menunjuk ke arah rumah di seberang. "Yang itu, Pak." Pak Heru memandang rumah itu sejenak. "Rumahnya kayaknya udah lama nggak dihuni. Sedikit membutuhkan waktu untuk
Baca selengkapnya

5. Mengontrol Ranah Pribadiku

"Barang-barang ini dan orang-orang yang membersihkan ini, berapa banyak kamu habiskan uang untuk membayar mereka dan membeli semua perabotan ini?" tanyanya, suaranya penuh dengan amarah."Mas, aku ikhlas melakukannya karena—""Kamu masih nggak ngerti juga? Kamu hanya sedang merendahkan harga diriku, Siby. Dengan melakukan semua ini, tanpa sadar kamu sedang menginjak harga diriku di depan papamu.""Tapi ini bukan memakai uang Pa—""Diam! Jangan membantah apa yang aku katakan! Cukup bersikap manja di depan papamu dan meminta hal-hal yang tak bisa kamu lakukan sendirian. Setelah kamu menikah denganku, hargai aku sedikit saja sebagai seorang suami. Jangan terus-terusan mengandalkan papamu. Kamu ngerti itu?""Iya," jawabku, suaraku hampir bergetar. Tak kusangka Mas Anggara akan bertindak sekeras ini. Perkataannya juga benar-benar menusuk hati. Memang benar aku selalu mengadakan koneksi papaku untuk meminta sesuatu yang sulit aku jangkau, tapi untuk masalah ekonomi aku bisa berdiri sendi
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status