All Chapters of Sangkar Emas Pernikahan: Chapter 31 - Chapter 40

62 Chapters

#031. Seorang Tamu

Satu.Dua.Satu.Dua.Satu.Elizabeth tersungkur ke depan, dimana Noah menangkapnya, menggenggam erat pinggangnya sementara dia menghembuskan nafas gusar pada adiknya.“Belajar untuk mengendalikan kakimu, Adikku.”“Aku tak sengaja melakukannya!” dia membela diri.Lagipula, tak ada yang cukup waras untuk tidak membiarkan seorang anak dari sekolah menengah pertama untuk mempelajari dansa. Dia seharusnya bermain bersama teman-temannya jika bukan belajar di perpustakaan.“Kau harus berusaha lebih keras,” ucap sang kakak, mengacak rambutnya sebelum dia dapat menampiknya. “Suatu hari, Ayah akan membuatmu berdansa dan kau tak bisa menginjak kaki pasanganmu.”Elizabeth melepaskan selop dari kakinya, menghembuskan nafas kesal. “Aku tak yakin ada yang akan berdansa denganku.”“Tunggu saja,” Noah menghembuskan tawanya, berjanji. “Tunggu saja.”Tunggu saja.Elizabeth memperhatikan kakinya, mencoba untuk tidak menginjak kaki lawannya. Walaupun mungkin itu adalah pikirannya yang membuat ujung sepat
Read more

#032. Tak Berdaya

Elizabeth melihat Pentious terhenti dari jalannya, satu tangan menggenggam jasnya, menyisakan kemeja putih dan celana kain yang dia kenakan, juga rambut yang telah sedikit berantakan.Dan ketika dia berbalik, gadis itu dapat melihat betapa sayu matanya.Laki-laki itu memberinya sebuah senyuman, menundukkan kepala. “Nona Leigh.”“Kau,” mulainya, merasakan nafasnya tercekat. “Kau tak mengatakan bahwa kau akan berada disini.”“Orang-orang di kantor mendengar tentang pertunangannya,” dia mengakui. “Kami tak secara teknis diundang pada pesta pertunangan CEO kami — tapi aku,” dia mendengarnya berhenti, menarik nafas. “Aku hanya ingin memastikan.”Dan Elizabeth merasakan matanya memanas. “Bahwa itu adalah aku?”“Nah,” Pentious menghembuskan sebuah tawa, mengalihkan pandangan sebelum menjawab kembali. “Itu adalah sebuah harapan penuh dusta, bukankah begitu?”Dia menelan ludahnya, menatap ke arahnya. “Aku takkan pernah bisa membela diriku.”Pentious membalas tatapannya, memberikan sebuah senyu
Read more

#033. Saran

Elizabeth duduk di depan, udara dingin menyentuh kulitnya sementara Jennifer mendekat, berdiri dan bersandar di pilar tak jauh di sampingnya.Dia tak tahu apa yang wanita itu pikirkan sekarang — mungkin berpikir tentang siapa laki-laki itu, walau dia sangat yakin bahwa dia telah memiliki tebakan tentang siapa Pentious baginya.Dan dia dapat merasakan tatapannya sekarang, entah dengan rasa kasihan atau penasaran. Mungkin dia akan bertanya tentang bagaimana dia memiliki hubungan dengan laki-laki itu. Mungkin dia ingin bertanya jika dia memiliki penyesalan karena menerima pertunangan ini.Mungkin Jennifer akan bertanya jika dia terpaksa.Dan mungkin dia akan menyangkal, demi kesepakatan yang dia miliki dengan ayahnya.Namun wanita itu mengeluarkan helaan nafas, duduk di sampingnya sebelum mendongak ke arah langit malam. Dan dari sudut matanya, dia dapat melihat sebuah senyuman di bibirnya.“Aku pernah sepertimu,” bisiknya.Elizabeth menoleh. Dia tak yakin jika dia akan pernah menebak bah
Read more

#034. Masa SMA

Pentious tak pernah mengatakan bahwa dia adalah seorang penyendiri di masa sekolah menengahnya. Bahkan, dia dapat menyebut bahwa dia memiliki cukup banyak teman hingga dia tak pernah merasa kesepian disana.Namun ada masa dimana dia sangat memahami bahwa dia membutuhkan waktunya untuk menyendiri, atau bagaimana teman-temannya takkan memahaminya.Ada kala dimana dia memilih untuk berada di belakang sekolah alih-alih di kelas pada masa istirahat. Dengan penyuara telinga yang tersemat disana sementara dia menutup mata, membiarkan cahaya matahari datang padanya.Hingga sebuah bayang-bayang menutupinya, dan gadis dengan rambut terkepang dua menatap turun ke arahnya yang tengah duduk menyandarkan diri.“Ini tempatku,” ucapnya.Pentious melepaskan penyuara telinganya, musik menghilang begitu saja. “Aku sudah berada disini lama sekali.”“Tapi ini tempatku,” ucapnya, mata menatap penuh pemaksaan. “Aku ingin belajar.”Dan barulah Pentious menyadari bahwa dia menggenggam buku-bukunya di tangan,
Read more

#035. Kini

Bahkan ketika Pentious tak lagi menerima kabarnya, tepat setelah gadis itu pergi dari apartemennya, beberapa saat di waktu dia memberikan berita perjodohannya.Itu berada di luar kendalinya.Atau bahkan, Elizabeth tak memiliki andil sama sekali tentang siapa yang akan menikah dengannya. Tidak ketika dia melihat keluarganya untuk pertama kali, atau setidaknya menyadari siapa keluarga Leigh.Keluarga utama pemilik perusahaan musik — sebuah industri dimana dia ingin menerjunkan diri ke dalamnya. Dan semenjak itu, pandangannya pada Elizabeth berubah.Begitu tinggi di depannya yang begitu rendah seolah dia tengah berada di dalam semacam romansa klise dimana dia mencintai seseorang yang berada pada derajat yang lebih tinggi darinya.Lalu kini ada Orvil Gellert — CEO di label tempat dia bekerja. Sebuah pasangan sepadan yang dia yakin sekali pantas Elizabeth dapatkan. Jauh dibandingkan dia. Jauh dibandingkan siapa pun yang berusaha menyainginya.Atau itu hanyalah rasa malunya berbisik di kep
Read more

#036. Untuk Terakhir Kali

Pentious membuka pintu, bertemu mata dengan Elizabeth yang berada di depannya. Dia dapat melihat betapa kacaunya dia, maskara menghitam di bawah mata dan rambutnya berantakan.“Aku tak bisa pulang,” bisiknya.Dan Pentious tak memiliki pilihan selain mengizinkannya, menariknya masuk ke dalam dan membuatnya duduk di ruang tamu.Hari ini bukan malam sekolah, dan ayah serta ibunya belum pulang ke rumah. Laki-laki itu merasa begitu lega bahwa dia menolak ajakan temannya untuk bermain.Dia mengintip dari dapurnya sementara mengambilkan minuman untuknya, menyadari bagaimana Elizabeth melingkarkan lengan pada dirinya sendiri. Pentious seharusnya memberinya selimut terlebih dulu.Elizabeth terlihat begitu berantakan hingga dia tak tahu bagaimana cara menebak darimana gadis itu berasal. Mungkin dia bertemu seseorang untuk kencan buta dan berakhir buruk. Mungkin dia berkelahi dengan teman-temannya ketika tengah bermain dengan mereka.Mungkin dia berada di pesta para konglomerat dan merasa tak ny
Read more

#037. Untuk Pagi Nanti

Elizabeth menatap Pentious yang berdiri di depannya, menggenggam erat pintu depannya.Bahkan dengannya yang telah meminta izin untuk membiarkan masuk, gadis itu melupakan sedikit detail dimana dia tak tahu jika Pentious masih ingin bertemu dengannya lagi.Perpisahan mereka di gedung tersebut mungkin tak cukup baginya. Namun dia tak pernah terpikir bahwa laki-laki itu memiliki pemikiran bahwa semuanya telah selesai.Mungkinkah dengan dirinya yang datang kemari, dia telah meraupkan rasa sakit yang lebih dari yang sebelumnya dia rasakan?Gadis itu mengalihkan pandangan, menundukkan kepala. Dia salah. Bahkan dengan saran Jennifer pun, dia telah salah karena datang kemari dan mempermainkan hatinya.“Maaf,” bisiknya. “Aku tak seharusnya–”Pentious menariknya masuk ke dalam. Dan Elizabeth menahan nafasnya sementara dia meletakkan tangan di kedua pundaknya, membiarkannya menahannya di dinding.Satu tangan Pentious menahan di satu sisi kepalanya, sementara yang lain masih berada di pinggang. G
Read more

#038. Dansa Terakhir

Pentious memberinya sebuah senyuman, seperti yang selalu dia berikan ketika dia datang. Dan Elizabeth merasa bahwa dia akan selalu dapat tenggelam di dalam senyuman itu.Senyuman yang selalu ada disana. Bahkan sejak mereka bertemu untuk pertama kalinya. Bahkan ketika dia memarahinya setiap kali dia berusaha mengganggunya ketika belajar dan mengerjakan tugasnya.Dia dapat melihat bagaimana senyuman Pentious berubah dari lugu dan tengil, menjadi senyuman tampan yang kini selalu ingin dia lihat. Seolah itu adalah sebuah kepuasan tersendiri ketika dia melihat senyuman itu.Namun dia dapat menyadari bagaimana laki-laki itu memiliki senyuman yang berbeda sekarang. Pelukan yang berbeda. Seolah dia berusaha untuk berhati-hati. Seolah dia harus membuatnya kembali dalam keadaan utuh.Seolah Elizabeth bukanlah miliknya lagi.Mungkin itu memang yang terjadi. Dan mungkin Pentious telah memendam pemikiran itu lama sekali sebelum akhirnya menyerah dan membiarkan emosinya keluar.Mungkin ini adalah s
Read more

#039. Malam Terakhir

Elizabeth dapat melihat binar kecewa di mata Pentious ketika dia mendongak padanya.Dia dapat menebak bahwa bagi laki-laki itu, malam ini akan menjadi kali terakhir mereka bertemu. Dan dia harus membayangkan bagaimana gadis yang awalnya selalu bersamanya akan berada di sisi orang lain.Namun bagi Elizabeth, malam yang sama ini akan menjadi satu-satunya pelarian baginya. Bahwa dia memberikan izin pada dirinya sendiri untuk bersikap egois dan melakukan apa yang takkan pernah bisa dia miliki lagi di kehidupannya ke depan nanti.Sesingkat apapun itu.Dia takkan mengizinkan Pentious untuk menyebutkan Orvil. Tidak malam ini. Tidak kapan nanti ketika gadis itu akan kembali ke sisinya lagi. Tidak ketika Orvil dan keluarganya akan menjadi satu-satunya yang membuat mereka berada di situasi seperti ini.Elizabeth ingin berpura-pura bahwa mereka tak ada.Untuk kali ini, Elizabeth hanya ingin bersamanya. Dan itu seharusnya menjadi alasan cukup bagi laki-laki tersebut untuk menurutinya. Kecuali Pen
Read more

#040. Kembali Lagi

Elizabeth memainkan lengan Pentious yang masih memeluknya. Dengan kedua lengannya melingkar di sekitarnya, gadis itu takkan bisa bangkit dari ranjang. Bahkan ketika dia menyadari bahwa matahari telah bersinar terang dari jendelanya.Namun dia tak terlalu terburu-buru. Tak ada yang memaksanya untuk kembali lebih cepat, dan dia merasa bahwa dia bisa saja memiliki waktu lebih sebelum dia dapat kembali ke kehidupannya.Mungkin rasa serakahnya telah menggerogotinya lebih hingga dia merasa bahwa dia dapat menunda kepergiannya. Atau mungkin itu lengan Pentious dan nafas tenangnya di rambutnya.Apapun itu, Elizabeth merasa bahwa dia takkan ingin berpindah dari sini dalam waktu dekat.Gadis itu menautkan jemari mereka, tersenyum kecil ketika menyadari bahwa bahkan di tidurnya, laki-laki itu masih sanggup untuk menekukkan jemari padanya.Dia menarik tangan mereka bersamaan, menempelkan sebuah kecupan polos pada punggung tangannya, mengeluarkan sebuah cekikik ketika merasakannya bergerak, menger
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status