Semua Bab Terperangkap Jadi Ibu Susu Bayi Presdir: Bab 111 - Bab 120

229 Bab

Bab 111 Titik Terang

Cantika duduk di sofa kamar Andika. Wanita itu hanya mengenakan baju handuk karena tidak ada pakaian ganti. Dia memperhatikan tubuh atletis kekasihnya.“Tampan dan seksi.” Cantika tersenyum.“Apa kamu tidak keluar untuk makan malam?” tanya Andika yang sudah rapi dan harum. Pria itu tersenyum karena kembali merasakan nikmatnya bercinta dengan seorang wanita.“Bagaimana aku keluar? Hanya ada gaun, tetapi pakaian dalamku sudah basah,” jawab Cantika tersenyum.“Apa mau kenakan punya Amira?” tanya Andika mengejutkan Cantika.“Apa?” Cantika yang duduk di sofa segera berdiri.“Pakaian dalam yang masih baru dan belum pernah dikenakan,” jelas Andika agar Cantika tidak marah dan berpikir dia masih menyimpan barang-barang pribadi mantan istrinya.“Lihatlah!” Andika membuka lemari dan memperlihatkan isi yang penuh.“Kenapa belum dikenakan?” tanya Cantika melihat isi lemari.“Ini dibeli untuk selesai melahirkan,” jawab Andika.“Jadi, belum sempat dipakai,” lanjut Andika.“Apa pas untukku?” Cantika
Baca selengkapnya

Bab 112 Mencari Kebenaran

Andika sibuk menghubungi orang-orang yang ada di rumah sakit yang menangani Amira dan putranya. Pria itu pun harus mengeluarkan uang untuk mendapatakn informasi yang diinginkan. Dia juga mencari dokter Wulan.“Hari itu aku terus menemani Amira sehingga belum melihat putra kami.” Andika duduk di sofa ruang kerja. Dia ingat benar ketika mamanya mengatakan jika terjadi sesuatu pada anak mereka, maka keduanya harus bercerai. Jika tidak, maka pria itu harus melepaskan perusahaan keluarga yang diwariskan padanya.“Tiba-tiba dapat kabar Devano meninggal. Aku terlalu terkejut sehingga tidak menyadari kejanggalan yang ada.” Andika menggenggam kuat ponsel di tangannya. Pria itu benar-benar telah terlambat untuk menyesali kesalahan yang telah dilakukannya.“Aku tidak pernah mau menceraikan kamu, Amira. Tetapi kita tidak akan mampu memulai semuanya dari nol tanpa ada pegangan uang yang cukup.” Andika melihat foto Amira di layar ponselnya.“Kenapa dokter Wulan tidak bekerja lagi di rumah sakit ini?
Baca selengkapnya

Bab 113 Penolakan

Amira terus diam. Dia bekerja tanpa peduli pada Wijaya. Wanita itu menyibukkan diri dengan banyak pekerjaan. “Ah.” Amira baru sadar bahwa dirinya telah melupakan sesuatu yaitu Kristian yang tidak terlihat dan terdengar lagi. Dia mengangkat wajah mau melihat pada Wijaya.“Ahhhh!” Amira berteriak karena terkejut dengan keberadaan Wijaya yang sudah di sampingnya. Pria itu memutar kursi istrinya menghadap dirinya.“Ya Tuhan. Sejak kapan Anda di sini?” tanya Amira memegang dadanya.“Dari tadi. Kamu terlalu fokus bekerja atau melamun?” Wijaya menatap Amira.“Tidak ada suara sama sekali.” Amira mau memutar kursi, tetapi tidak bisa karena ditahan oleh kaki Wijaya.“Apa yang kamu pikirkan?” tanya Wijaya.“Tidak ada,” jawab Amira berbohong.“Tidak usah berbohong,” tegas Wijaya.“Tidak ada. Aku benar-benar sedang bekerja,” balas Amira.“Ya. Pekerja keras hingga tidak sadar hari sudah gelap. Apa kamu tidak mau pulang.” Wijaya mendekatkan wajahnya pada Amira hingga hidung mereka berdua menempel.“
Baca selengkapnya

Bab 114 Kerja Sama

Luna duduk santai di ruang istirahat. Wanita itu melakukan syuting dengan tenang tanpa ada gangguan apa pun. Tidak ada juga pesan dan panggilan dari Wijaya Kusuma.“Sial! Pasti Wijaya Kusuma hanya memanaskanku saja karena Amira memang menjadi asisten pribadinya. Tidak mungkin dia benar-benar tidur dengan wanita itu.” Luna meremas ponselnya yang mahal.“Syuting berjalan dengan lancar dan akan lebih cepat selesai. Setelah ini aku harus ke luar negeri untuk. Aku benar-benar tidak punya kesempatan untuk bertemu dengan Wijaya dan menjelaskan semuanya.” Luna melihat ponsel. Nomor dia benar-benar sudah diblokir oleh Wijaya.“Setelah film ini sukse dan meraup untung yang besar. Aku harap kamu akan kembali kepadaku seperti dulu, Wijaya.” Luna tersenyum.“Aku akan menyingkirkan Amira dengan caraku tanpa mengotori tanganku.” Luna melihat kedatangan Bella.“Bagaimana, Bel? Apa kamu mendapatkan kabar terbaru?” tanya Luna memegang tangan Bella yang sudah duduk di sampingnya.“Ya. Semua orang di seki
Baca selengkapnya

Bab 115 Kekaguman

Wijaya masih tetap bekerja di ruangan kerja yang ada di rumahnya. Dia melihat ponsel yang berdering dan menampilkan nama asisten Giorgio yaitu Debora. Pria itu segera menerima panggilan.“Halo,” sapa Wijaya. “Selamat malam, Pak Wijaya. Maaf mengganggu Anda. Saya sudah mencoba menghubungi sekretaris Anda, tetapi nomornya tidak aktif,” jelas Debora.“Ponsel dia rusak,” ucap Wijaya.“Apa Anda tidak membelikan yang baru?” tanya Debora.“Aku lupa karena terlalu sibuk,” jawab Wijaya tidak peduli.“Baiklah. Pak Giorgio akan segera kembali ke Italia. Dia ingin bertemu Anda untuk salam perpisahan. Apa Anda bisa?” tanya Debora.“Tentu saja. Itu adalah sopan santun sebagai tuan rumah dan rekan kerja,” jawab Wijaya.“Saya akan mengirimkan lokasi dan jam pertemuan.” Debora tahu Wijaya sangat menjunjung tinggi etika dalam berbisnis. Pria itu tidak akan membuat nama baiknya rusak.“Terima kasih.” Debora memutuskan panggilan.“Apa Giorgio benar-benar sudah mau pulang? Bukankah Luna akan syuting di I
Baca selengkapnya

Bab 116 Membeli Hadiah

Wijaya dan Amira melakukan aktivitas seperti biasa. Mereka bekerja sama dan melakukan pertemuan dengan beberapa rekan bisnis. Sibuk setiap hari untuk terus mendapatkan keuntungan dan menambah kekayaan.“Apa yang akan dibeli untuk Pak Giorgio?” tanya Amira.“Kenapa kamu bertanya kepadaku?” Wijaya melihat pada Amira. “Hm.” Amira menanyakan itu kepada Wijaya karena khawatir sang suami akan cemburu jika dia memilih langsung.“Baiklah. Aku akan membeli sepatu dan dasi,” ucap Amira.“Apa?” Wijaya menghentikan mobil di tempat parkir sebuah mall mewah.“Kenapa?” Amira menoleh pada Wijaya. Dia heran karena pria itu tiba-tiba bertanya dengan nada tinggi.“Tidak apa.” Wijaya keluar dari mobil. Dia menjadi cemburu ketika Amira harus memilih hadiah untuk pria lain, tetapi itulah tugas dari seorang sekretaris.“Kita masuk sekarang,” ucap Wijaya berjalan cepat masuk ke dalam deretan butik mahal. Amira mengikuti langkah panjang pria itu.“Ini adalah toko khusus pria,” ucap Amira.“Kita cari hadiah di
Baca selengkapnya

Bab 117 Candu

Pesawat pribadi milik Wijaya Kusuma mendarat di bandara. Sebuah mobil mewah sudah menunggu di ujung tangga. Amira yang terus menggendong Keano tanpa terlihat segera masuk ke dalam kendaraan roda empat.“Apa masih tidur?” tanya Wijaya membuka kain gendong yang menutupi seluru tubuh putranya.“Ya.” Amira tersenyum. Selain menjadi ibu susu, Amira juga harus melindungi pewaris dari Wijaya Kusuma.“Pak kita langsung menuju villa yang menjadi tempat pertemuan,” ucap sopir.“Ya.” Wijaya terus duduk menempel pada Amira dan Keano.“Bisakah Anda bergeser? Aku merasa sempit,” ucap Amira.“Jika lelah. Aku bisa menggendong Keano.” Wijaya bergeser dan menatap Amira.“Tidak.” Amira terus memeluk Keano yang ada di dalam kain gendong. Wajah bayi kecil itu tidak terlihat sama sekali. Dia benar-benar terlindungi dan merasa nyaman berada dalam pelukan ibu susunya. Putra Wijaya pun dengan mudah mendapatkan makanan dari dada yang terbuka.Perjalanan cukup panjang dari bandara ke puncak. Amira tertidur karen
Baca selengkapnya

Bab 118 Pria Ganas

Luna tidak bisa tidur karena tidak mendapatkan informasi apa pun dari orang-orang bayarannya. Tidak ada yag tahu bahwa Wijaya dan Amira telah terbang dengan pesawat pribadi di malam hari. Pria itu benar-benar bisa melindungi privasinya.“Aih. Sial. Sudah malam begini, kenapa tidak ada juga laporan?” Luna mondar mandir di dalam kamar. Wanita itu melihat ponsel dan menunggu pesan serta panggilan dari mata-matanya.“Luna, kenapa belum tidur?” tanya Bella yang baru keluar dari kamar mandi.“Tidak ada laporan apa pun.” Luna memperlihatkan ponsel khusus yang digunakan untuk memantau Wijaya dan Amira. “Kamu lebih tahu dariku bahwa akan sangat sulit mendapatkan informasi tentang Wijaya. Tidak ada yang bisa mengambil foto dan videonya karena sebelum semua itu tersebar mereka akan menangkap dan menghukum pelaku,” jelas Bella duduk di sofa. Dia menatap Luna yang benar-benar gelisah menunggu kedatangan Wijaya.“Menurut kamu. Apa Wijaya akan datang bertemu dengan Giorgio?” tanya Luna duduk di depa
Baca selengkapnya

Bab 119 Pagi Bersama

Wijaya dan Amira benar-benar sudah terbiasa sarapan bersama. Dua orang itu duduk berdampingan. Sang suami yang tidak pernah mau jauh dari istrinya.“Giorgio mau kita bertemu di siang dan malam,” ucap Amira mengisi nasi di piring Wijaya.“Untuk apa bertemu di siang hari? Kita hanya makan malam bersama saja,” tegas Wijaya.“Debora mengirim pesan padaku. Dia mau jalan-jalan di sekitaran penginapan,” ucap Amira.“Apa kamu sangat ingin jalan-jalan?” tanya Wijaya.“Aku hanya menyampaikan pesan saja,” jawab Amira.“Di bawah ada pantai dan pemandangan indah. Oh ya, Ibu Luna syuting di sini,” lanjut Amira sambil menikmati sarapan.“Apa?” Wijaya cukup terkejut. Dia benar-benar tidak tahu bahwa mereka berada di dekat lokasi syuting film Luna.“Apa Anda tidak tahu?” tanya Amira melihat pada Wijaya.“Aku tidak akan memperhatikan hal-hal yang tidak penting,” tegas Wijaya. Pria itu berharap Luna tidak tahu lokasi penginapan mereka karena ada Amira dan Keano. Dia tidak mau sang istri pertama datang me
Baca selengkapnya

Bab 120 Sindiran Halus

Amira berdandan dengan cantik. Dia mengenakan kemeja tanpa lengan berwarna putih dengan rompi hitam berhiaskan Mutiara putih. Rok hitam mekar sebatas lutur dan sepatu kets putih. Rambut hitam dan panjang tergerai. Wanita itu benar-benar mempesona semua mata yang melihatnya. “Aku cantik.” Amira tersenyum dan berputar di depan cermin lemari pakaian. Dia memang sangat cantik dan seksi dengan tubuh sempurnya dambaan semua wanita. “Memang cantik.” Wijaya memeluk Amira dari belakang. “Ah!” Amira terkejut. Senyuman cantik di bibir wanita itu hilang.“Aku benar-benar tidak suka kecantikan ini diperlihatkan kepada pria lain. Kamu tidak berdandan untuk Giorgio kan?” bisik Wijaya di telinga Amira. Pria itu selalu mencium dengan getaran hangat yang menggairahkan. “Ahhh.” Amira segera melepaskan diri. Pria itu benar-benar membahayakan jiwa dan raganya.“Kenapa?” Wijaya sangat tidak suka dengan penolakan.“Kita harus berangkat.” Amira segera mengambil tas berwarna putih indah. “Kamu benar-benar
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
23
DMCA.com Protection Status