All Chapters of Rahim Sang Mantan: Chapter 11 - Chapter 20

26 Chapters

Bab 11. Menjadi Yang kedua

"Pu_pulang??" tanya Jihan memastikan. Yudha mengangguk. "Iya. Siang ini aku pulang." Tiba-tiba hati Jihan merasa sedih atas kepergian Yudha pulang ke rumah istri pertamanya. Bukan ingin bersaing dan bersikap serakah, tapi apa salahnya jika dia juga ingin Yudha menemaninya lebih lama. Apalagi ia baru saja menikmati perannya sebagai istri Yudha, tapi kenapa hanya sebentar saja. Sejujurnya dia tak rela, namun dia akan berusaha memenuhi janji yang sudah di ikrarkan dalam hatinya untuk tak menjadi benalu pada hubungan orang lain. Lebih baik dia yang mengalah dari pada wanita lain yang tersakiti atas kehadirannya. Karena dia sangat menyadari jika dialah orang ketiga dalam hubungan suaminya. "Kenapa bersedih?" tanya Yudha seraya mendekat ke arah Jihan. Bahkan tangan kekar itu membelai lembut pipi Jihan. "Apakah aku pantas bersedih, Mas? Sedangkan aku hanya menjadi yang kedua untukmu," jawabnya dengan suara serak menahan sebah di dadan
Read more

Bab 12. Menutupi Sesuatu

Setelah memarkirkan mobilnya, Yudha melangkahkan kakinya dengan ringan. Hatinya sangat riang karena akan bertemu dengan sang pujaan. "Sayang, aku pulang!!!" seru Yudha ketika sampai di dalam rumah dan mengunci pintu rumahnya kembali. "Sayang!!! Aku pulang!!" ulang Yudha sekali lagi karena tidak mendapatkan sahutan dari Maura. Tapi ia berpikir positif, mungkin Maura sedang di kamar mandi sehingga istrinya tidak mendengarkan panggilannya. Sebelum menuju ke kamar, Yudha menyempatkan untuk belok ke dapur untuk membasahi tenggorokan yang kering kerontang. Karena selama perjalanan, Yudha sama sekali tak menghentikan mobilnya. Sebab, di pikirannya hanya ingin cepat sampai di rumah dan bertemu Maura. Rasa rindunya sudah memenuhi hatinya untuk segera tersalurkan. Setelah dahaganya hilang, dia segera melangkah ke kamarnya yang berada di lantai atas. Yudha berpikir jika Maura berada di kamar mereka sekarang. Sehingga dia mempercepat langkahnya untuk bisa
Read more

Bab 13. Cinta Sementara

Deg.. Jantung Yudha seolah berhenti berdetak mendengar pertanyaan dari Maura. Seketika ia menjadi gugup saat pandangan Maura menelisik wajahnya yang terlihat salah tingkah itu. Yudha tak ingin Maura mengetahui kebenarannya sekarang, karena dia butuh waktu untuk mengatakan semuanya pada Maura tentang pernikahan keduanya. Yudha berusaha menampilkan senyumnya senatural mungkin untuk menutupi gugup dalam hatinya. "Kamu kenapa bertanya seperti itu, Sayang? Habis nonton sinetron ya?" tanya Yudha seraya membelai pipi Maura dengan lembut. Lalu mengecup kening dan pipinya. Mengalihkan pandangan Maura yang menatapnya penuh rasa curiga. Maura menggelengkan kepalanya. "Aku hanya takut jika kamu menikah lagi dan ninggalin aku, Mas. Dan aku belum siap kehilangan kamu saat ini. Untuk permintaanku dulu, jangan dianggap serius. Karena itu hanya pengaruh emosi sesaat. Yang sebenarnya aku menyesal mengatakan itu," ucapnya lirih. Maura menunduk. " Ada atau tidaknya anak, peras
Read more

Bab 14

Suara bel terdengar kembali tak lama kemudian setelah ia menutup pintu untuk Yudha yang berangkat bekerja. Sekarang, entah tamu siapa lagi yang datang di pagi seperti ini. Maura meletakkan piring kotor di wastafel terlebih dahulu. Kemudian baru bergegas melangkah ke arah pintu untuk membuka pintu. Senyum yang di ulas untuk menyambut sang tamu luntur seketika ketika pintu terbuka. Hatinya kembali gundah melihat tamunya yang bertandang di pagi ini. "Selamat pagi, Maura," ucap sang mertua yang nampak manis itu. Namun di balik sikapnya yang manis, wanita itu mengandung racun yang mematikan. Dia sadar jika mertuanya saat ini mempunyai tujuan tertentu. Namun Maura belum tau pasti itu apa. "Selamat pagi juga, Bu." Maura berusaha ramah pada ibu mertuanya. Kemudian meraih tangan Monika dan mengecup punggung tangannya. "Mari. Silahkan masuk, Bu." Maura kemudian membuka pintunya dengan lebar. Agar sang mertua bisa leluasa masuk ke dalam rumahnya. Ia baru tersadar ji
Read more

Bab 15

Kepulangan ibu mertuanya dan juga Sinta sedikit banyak membuatnya lega. Seolah dada yang sempat terhimpit batu besar, telah hilang tanpa jejak. Jujur, Maura terganggu jika terus menerus diteror oleh ibu mertuanya. Dia ingin berdamai tanpa saling menyakiti seperti ini, tetapi itu terlalu sulit ia gapai karena sifat ibu mertuanya yang tak kunjung melunak. Maura duduk termenung di sofa. Memikirkan nasibnya ke depan. Jika terus menerus seperti ini, jalan apakah yang harus dia tempuh untuk mempertahankan rumah tangganya dengan Yudha tanpa kehilangan pria itu. Jika di telisik lebih dalam lagi, sesungguhnya tiada kesalahan yang terucap dari bibir mertuanya itu jika di lihat dari sudut pandang ketika menjadi orang tua. Tapi jika dilihat dari sudut pandangnya, tentu mertuanya juga salah karena menghakiminya seperti itu tanpa mencari tau akar permasalahannya. Yang hanya Maura inginkan adalah dikuatkan dan disayang oleh mertuanya seperti yang lainnya. Terlebih ad
Read more

Bab 16.

Mata Monika mendelik melihat Maura yang memasuki ruangan Yudha tanpa permisi dengan menenteng rantang di tangannya. Melihat itu, mulut Monika hampir saja terbuka untuk mengeluarkan makiannya pada menantunya itu jika saja Yudha tidak memberikan ancaman melalui tatapan matanya yang mematikan pada Monika. Wanita itu mendengus kesal karena sang anak lebih memilih istrinya ketimbang dirinya, yang berperan melahirkannya ke dunia. Yudha bangkit dari duduknya dan memasang sebuah senyuman manis untuk menyambut tamu spesialnya tersebut. "Sayang," kata Yudha yang bersiap memeluk Maura. Membuat Monika memutar matanya ingin muntah melihat perlakuan manis yang dilakukan Yudha pada Maura. Yudha berjalan mendekati Maura dengan tangan terbuka untuk menyambut Maura dengan sebuah pelukan hangat. Mengabaikan ibunya maupun Sinta yang sedang menatapnya dengan tajam. Baginya, mereka hanya patung hidup yang tak di anggapnya dan tak berguna sama sekali. Yang hanya bisa m
Read more

Bab 17.

Yudha terkekeh saat mendapatkan penolakan dari Maura. Meski rasanya itu masih ada, tapi untuk kali ini dia mengalah karena dia tau jika Maura tidak akan nyaman jika dilakukan di ruangannya. Cup... Dikecupnya pipi Maura, meluapkan rasa rindu yang membuncah di dadanya. Entah ini memang tulus, atau hanya ingin menutupi kedok perselingkuhannya agar Maura tidak mengetahuinya. Maura tersenyum manis. Tangannya membelai pipi Yudha dengan lembut. "Apakah kamu mencintaiku, Mas?" tanya Maura dengan lirih. Entah, seolah ada yang mengganjal di hatinya. "Pertanyaan macam apa itu, Maura? Apakah kamu meragukan cintaku?" Maura diam tidak menjawab. Mau percaya, Maura memang percaya. Tapi, ia tidak yakin akan kepercayaan itu sendiri. "Tapi aku merasa kamu aneh, Mas beberapa minggu terakhir ini." Degh.. Yudha berubah pias. Tapi detik berikutnya ia berusaha bersikap biasa saja. "Aneh bagaimana maksud kamu, Maura?" Yudha tersenyum menutupi rasa gugup. Maura membe
Read more

Bab 18.

Sempat terkejut mendengar penuturan Jihan tentang pernikahannya dan juga kematian ibunya yang hampir bersamaan itu. Dalam hati Dea mengakui kehebatan Jihan dan kesabarannya mendapat ujian yang bertubi seperti itu. Jika Dea berada di posisi Jihan, entah apa yang akan dia lakukan. Mungkin ia akan mengikuti ibunya ke liang lahat sekalian. Namun kini dia patut bernafas lega karena Jihan mulai bahagia dengan suaminya. Meski pikiran negatifnya masih saja menghantui pikirannya saat ini ketika mengetahui Jihan menjadi istri kedua. "Lalu, bagaimana jika istri pertama suamimu jika mengetahui keberadaanmu, Han?" tanya Dea seraya mengaduk jus jeruk yang berada di tangannya. Dea sengaja mengajak Jihan pergi ke warung langganannya saat mereka pulang bekerja. Dea ingin mengorek informasi lebih dalam tentang kehidupan rumah tangga yang dijalani sahabatnya tersebut. "Entahlah, Dea. Sejauh ini aku belum memikirkan sampai sejauh itu," jawab Jihan seraya mengedikkan bahunya. Terle
Read more

Bab 19

Dea makin tergelak melihat wajah Jihan yang seperti di kejar oleh dept colector. "Di angkat kenapa sih, Han? Suamimu itu, kenapa malah panik begitu?" Dea masih saja tertawa. Jihan mengerucutkan bibirnya. "Kamu sih resek. Pasti Yudha marahin aku karena ketahuan keluar malam. Awas kamu ya, Dea. Pasti aku balas kamu nanti." Jihan mengepalkan tangannya di depan wajah Dea seraya menahan kesal. Bisa-bisanya Dea mengirimkan sebuah poto pada Yudha. Pasti pria itu akan berpikir aneh-aneh tentangnya, pikirnya dalam hati. Matanya masih menatap layar yang masih menyala itu. Nama Yudha terpampang jelas di sana. Membuat perasaan ragu dan takut berbaur menjadi satu. Sampai akhirnya layar itu mati dengan sendirinya. Jihan bernafas lega karena panggilan dari Yudha sudah berhenti. Ia berniat untuk melangkah pulang sebelum Yudha marah besar. Ia menarik lengan Dea hendak beranjak pergi. Tapi terdengar nada dering ponsel membuat Dea mengurungkan niatnya dan melepaskan tangan J
Read more

Bab 20. Asalkan Kamu Bahagia

Yudha memandangi bayangan dirinya di depan cermin, tangannya pun dengan cekatan memasangkan setiap kancing di setiap lubang di kemejanya. Dia tersenyum lembut menatap bayangan Maura yang melangkah mendekat ke arahnya dengan pakaian laknat yang selalu menggoda imannya. Tak lupa senyum manis yang selalu menghiasi bibir merah muda istrinya. "Mau pergi sekarang, Mas?!" tanya Maura seraya melingkarkan tangannya di perut Yudha dan merabanya dengan gerakan menggoda. Ada sedikit rasa tak rela ketika pagi ini Yudha harus pamit untuk ke luar kota. Karena dia akan merasakan kesepian yang luar biasa lagi untuk kesekian kalinya. Apalagi jika kedatangan ibu mertuanya yang berusaha merusak moodnya untuk memicu pertengkaran dengan Yudha. Yudha tersenyum. Kemudian memutar tubuhnya agar bisa melihat langsung wajah Maura yang bersedih seperti biasanya jika Yudha akan pergi ke luar kota. Ada rasa tak tega, namun dia juga harus menjalankan kewajibannya sebagai suami yang adil bagi ke
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status