Semua Bab SATU MALAM BERSAMA IPARKU: Bab 41 - Bab 50

60 Bab

41. Tak Ingat Apa Pun

"Salah paham?" tanya Tuan Baruna. "Benar, Pa. Aku minta maaf atas segalanya. Aku telah berani mengatakan sebuah ketidakpastian di hadapan Papa." Marissa menjelaskan. Tuan Baruna yang baru saja bangun merasa sedikit bingung, pria itu sepertinua tak mengerti apa yang Marissa bicarakan. Dia memicingkan matanya dan mencoba mencerna apa yang Marissa sedang jelaskan. "Tunggu, tunggu." Tuan Baruna minta waktu. "Apa yang terjadi sampai aku bisa masuk rumah sakit?" tanya pria itu. "Astaga," batin Marissa bertanya-tanya. Dia sudah mencoba membangun situasi yang Tristan inginkan, tapi ternyata tidak sesuai dengan yang terjadi. Ayah mertuanya justru bangun dalam keadaan bingung yang bercampur. "Rissa, kenapa Papa di sini?" tanyanya lagi. "Pa, sebenarnya ...," jawab Marissa tak selesai. Baru saja wanita itu akan menjelaskan apa yang terjadi, dokter dan Bareng sudah masuk. Mereka berdua sedikit bergaduh dan membuat Marissa memu
Baca selengkapnya

42. Pulang Dengan Naren

"Apa yang kamu katakan pada Papa?" Tristan yang baru sampai dan mendapat kabar jika ayahnya itu sudah sadarkan diri segera menarik Marissa keluar ruangan."Lepaskan, Tan," pinta Marissa karena merasa lengannya masih di cengkeraman oleh sang suami. Spontan pria itu melepaskan lengan istrinya dan mundur selangkah. "Papa tak ingat apa pun," lanjutnya memberi bocoran."Apa maksudmu tidak ingat?" desak Tristan lagi."Artinya kamu selamat, Tan." Marissa menjawab dengan nada ketus. "Papa tak lagi ingat apa yang terjadi sebelum dia jatuh pingsan tadi, jadi dia tak tahu apa yang terjadi padamu dan apa yang kamu lakukan di belakangku," jelas Marissa secara utuh.Tristan tak memberikan reaksi apa pun, dia memilih diam tanpa kata dan tak ada yang bisa dia lakukan. Mengakui semua pada Marissa juga bukan jalan keluar karena selama ini dia masih menganggap apa yang istrinya katakan tidak benar adanya.Melihat suaminya yang sama sekali tak melakukan apa
Baca selengkapnya

43. GPS Mobil Tristan

Marissa dan Naren duduk sembari menikmati makan siang mereka. Walau selera makan keduanya hanya sekitar tiga puluh persen, mereka terpaksa makan untuk mengusir perut keroncongan yang mereka rasakan. Naren masih menahan untuk mengatakan alasan yang Tristan gunakan untuk mempertahankan Marissa dan Marissa tidak lagi mengejar jawaban Naren karena merasa Tristan mempertahankan hubungan keduanya hanya karena nama baik semata."Aku tidak yakin jika Tristan melakukan semua ini dengan alasan yang dia kemukakan padaku," ujar Naren."Sungguh, aku tak ingin tahu alasan apa pun itu," balas Marissa."Kenyataannya memang aku tidak bisa mengatakan padamu, ini sebuah hal yang tak boleh bocor keluar. Aku tidak tahu sampai kapan kamu akan Tristan pertahanan, sehingga kamu pun tak berhak tahu atas ini semua," batin Naren.Marissa masih berusaha untuk tak peduli dengan apa yang dia rasakan. Baginya sekarang, Naren lebih dari cukup. Hingga dalam keheningan mereka berd
Baca selengkapnya

44. Keinginan Memperbaiki

Tristan terkejut dengan kalimat yang Tuan Baruna ucapkan, dia tak percaya ayahnya mengucapkan kalimat itu. Baginya, dia akan tetap menjadi orang yang sama sekali tak dianggap oleh pria yang selama ini jauh darinya itu. "Aku menyadari jika kamu adalah putraku bukan karena cintaku pada mendiang ibumu, kamu putraku karena kamu jauh lebih mirip denganku daripada Naren," jelas Tuan Baruna. Tuan Baruna selama ini merasa harus mengakui Tristan karena sumpahnya pada mendiang sang istri. Dia terbebani akan sebuah kenyataan yang mengharuskan dirinya memilih mempertahankan Tristan untuk kebahagiaan sang istri. Namun, melihat segala yang terjadi selama sang istri meninggal, sekalipun pria itu bukan darah dagingnya, Tuan Baruna merasa Tristan memiliki banyak sekali persamaan dengan dirinya. Sekian lama Tuan Baruna memilih menghindar, tapi kenyataannya tetap tak bisa. "Maafkan Papa, Tan. Karena Papa kamu memiliki masa lalu yang begitu sulit," ujar pria itu. 
Baca selengkapnya

45. Dia Lebih Mengerti

Naren ke rumah sakit, dia tak ingin Tristan pulang dengan segala kemarahan dan ketidakterimaannya tentang apa yang terjadi. Pria itu tak bisa dicegah melakukan apa pun yang terjadi. Naren harus melindungi Marissa seperti nalurinya saat ini. Mobil melesat dengan cukup kencang ke rumah sakit. Semantara Marissa di rumah menunggu dengan penuh kegelisahan. Dia tak habis pikir jika ayah mertuanya sebenarnya mengetahui apa yang terjadi. "Naren," panggil Tristan saat pria itu turun dari mobilnya. Naren bergegas menghampiri adiknya, mereka berdiri saling berhadapan saat ini. "Kalian berbohong padaku?" desak Tristan. "Tidak, Tan. Sungguh tak ada kebohongan yang kami lakukan. Papa bangun dan tak ingat apa pun tadi," jelas Naren. "Bohong, Naren. Papa ingat semuanya dan bahkan dia mengetahui lebih dari yang aku pikirkan," jelas Tristan. "Apa?" Naren nampak khawatir. "Papa tahu hubunganku dengan Naomi dan dia ingin kami menyuda
Baca selengkapnya

46. Sepakat Sandiwara

"Mengapa kamu perlu tahu siapa prianya? Bahkan, saat kamu bersama wanita yang jauh di bawahku saja, kamu memintaku untuk mengerti," sahut Marissa.Hati Tristan bergejolak, dia juga merasa tak bisa menerima jika istrinya memiliki pria lain selain dirinya. Membayangkan saja sudah cukup membuat Tristan merasa sakit hati. Hingga dia menuntut sebuah kepastian dari Marissa sebenarnya siapa pria yang Marissa bicarakan."Kamu membuatku semakin pusing, aku datang untuk buat kesepakatan saja. Mengapa kamu menantangku akan berselingkuh?" desak Tristan."Ini bukan sebuah tantangan, Tan. Saat kamu mengaku jika kamu punya wanita lain, aku merasa aku harus memperjuangkan diriku sendiri," balas Marissa."Dengan membalas perselingkuhan yang aku lakukan?" tanya Tristan."Jika kamu keberatan, ceraikan aku," ujar Marissa dengan cukup jelas."Tidak, Rissa. Tidak akan ada perceraian sampai kapan pun," sahut Tristan menolak.Marissa diam tak b
Baca selengkapnya

47. Check-in Hotel

"Kalian bertentangan?" tanya Naren saat melihat adiknya tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya. Sepertinya Naren sudah tahu apa yang terjadi antara adiknya itu dengan Marissa. "Aku gagal mengambil hatinya," lirih Tristan. Entah apa yang terjadi, Naren dan Tristan menjadi dekat sekarang ini. Mereka berdua banyak mengobrol dan banyak bicara berdua semenjak sang ayah sakit. Mereka juga sering bertukar pendapat. Tak bisa dipungkiri jika rencana sandiwara itu adalah menjadi sebuah rahasia umum antara dia dan Naren. Sehingga tak perlu banyak cerita, Naren sudah cukup mengerti. "Sangat sulit untuk mengatakan jika ini mudah, Tan. Pasti sulit," kata Naren. "Sebenarnya tak sulit jika Marissa berpikir ini hanya sementara," balas Tristan. "Hai, hubungan kalian ini bukan hubungan main-main. Ini pernikahan, Tan," bentak Naren. Tristan mengangkat kedua bahunya, dia mengisyaratkan jika sebenarnya dia tak begitu peduli dengan hubungan yang dia d
Baca selengkapnya

48. Rumah Untuk Marissa

"Tidak, Pa. Aku ada keperluan sebentar. Tidak ada hubungannya sama sekali dengan Marissa," dusta Naren pada ayahnya.Pria itu meninggalkan begitu saja ayahnya yang berdiri penuh dengan tanya itu. Tak ada yang bisa dia lakukan selain menghindar. Sembari menuju mobilnya, Naren merogoh ponsel dalam sakunya. Dia segera menempelkan benda pipih itu ke telinga."Aku segera datang." Kalimat itu begitu jelas Naren ucapkan. Hal yang begitu serius itu membuat Tuan Baruna menjadi bingung. Sudah ada kecurigaan di dalam hatinya selama ini, tapi tak dia ungkapkan karena merasa tak ingin membuat keadaan menjadi keruh. Namun, kali ini rasanya sangat berbeda. Ada hal yang begitu mengganjal di dalam hatinya dan itu terasa sangat nyata."Rissa, aku tak bisa ikut denganmu ke hotel. Aku yakin Papa akan meminta seseorang untuk mengikutiku. Aku begitu ceroboh karena bergegas keluar setelah kamu pergi keluar," jelas Naren.Marissa yang mengemudi dalam keadaan yang cukup k
Baca selengkapnya

49. Sepakat Serumah

"Aku siap berpisah dengan Naren jika kamu menutup hubunganmu dengan wanita itu," lanjutnya dalam hati.Mereka berdua masih tak bisa menyelesaikan apa yang terjadi di masing-masing pihak. Yang ada hanya sebuah keadaan yang sampai saat itu tidak bisa disepakati oleh Marissa dan Tristan."Apa sudah ada pria lain yang kamu katakan seperti hari itu?" tanya Tristan."Bukankah itu rahasia? Kamu juga merahasiakan segalanya, jadi apa kamu perlu tahu tentang apa yang terjadi padaku?" Marissa mengelak.Saat ini memang Tristan masih belum tahu apa pun tentang hubungan Marissa dan Naren, sehingga mereka berdua masih cukup aman."Sampai kapan mau seperti ini, Rissa? Lalu apa yang akan kamu lakukan setelah aku memberikan semua ini padamu?" Tristan merasa sudah terdesak oleh keadaan."Siapa yang peduli? Aku bahkan bisa membeli ini semua tanpa uangmu. Seharusnya kamu tahu hal itu," katanya ketus."Lalu aku salah melakukan ini untukmu?" t
Baca selengkapnya

50. Bertemu Di Kamar Hotel

"Sudah, Tan. Jangan seperti anak kecil. Salahmu sendiri yang membuatku terkejut dengan berita jika kalian akan segera menempati rumah baru. Kapan kamu membelinya?" Naren memisahkan Marissa dan Tristan yang terlibat cekcok kecil. "Tidak penting kapan aku membelinya, yang jelas aku dan Marissa setuju untuk segera menempati rumah itu," balas Tristan. "Ah, sungguh?" Tuan Baruna menimpali. "Rissa, katakan apa yang Tristan maksud itu benar," seloroh ayah mertuanya. Marissa mengangkat dagunya dan memandang ke arah pria yang mengajaknya bicara itu. "Benar, Pa. Kami akan belanja untuk mengisinya dan kami akan segera berkemas," jawab Marissa. Hal itu membuat Tristan semakin senang, dia merasa menang dan Marissa dalam genggamannya. Walau tak mudah untuk dikendalikan, tapi Marissa cukup mengetahui jika semuanya tidak serta merta sebuah hal yang bisa dia anggap kecil dan remeh. "Jadi, kamu memutuskan untuk pindah? Apa yang kamu inginkan, Rissa?"
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status