หน้าหลัก / Rumah Tangga / Pesona Istri yang Dicampakkan / บทที่ 171 - บทที่ 180

บททั้งหมดของ Pesona Istri yang Dicampakkan: บทที่ 171 - บทที่ 180

200

Bab 171. Permintaan Bu Ratih

Mendengar perkataan Pak Gunawan, hati Bu Nastiti semakin terasa sakit. Apalah arti sebuah penyesalan, semua sudah terlanjur terjadi. Kini, mereka harus menikmati hasil dari perbuatannya.“Semua sudah terjadi, Pa.” ujar Bu Nastiti seraya menyusut air mata yang meleleh di pipinya. Kemudian wanita itu menatap manik mata suaminya lekat-lekat. “Kalau boleh Mama tahu, sebenarnya apa yang sudah Papa lakukan sama Rendi dan Maira?”Menghela napas panjang, Pak Gunawan semakin mempererat genggaman tangannya. “Banyak, Ma,” sahut pria tambun itu seraya menengadah memperhatikan langit-langit ruang rawat.“Banyak? Bisa papa sebutkan apa saja?” Suara Bu Nastiti bergetar. Sebenarnya, wanita itu juga tidak siap sepenuhnya jika kabar yang akan dia dengar adalah kabar buruk.Bu Nastiti menarik napas dan membuangnya kembali, begitu terus berulang-ulang hingga perasaannya menjadi lebih tenang.“Papa pernah berusaha untuk memisahkan sepasang suami-istri itu.” Pak Gunawan mulai bercerita. Tatapan matanya mas
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2024-03-12
อ่านเพิ่มเติม

Bab 172. Bimbang

Sejak perbincangan bersama ibunya di ruang tengah tadi, Maira menjadi terus kepikiran dengan permintaan sang ibu. Apakah suaminya akan setuju jika mereka tinggal bersama ibunya? Apa mama mertuanya tidak akan keberatan? Sedangkan dia dan suaminya sama-sama anak tunggal yang telah ditinggalkan oleh orang tua laki-laki.Wanita berparas teduh itu mengubah posisi tidurnya dari telentang menjadi miring ke kanan. Pandangan matanya tertuju pada dua anak kecil yang sudah tidur dengan damai. Maira menghela napasnya, lalu mencoba memejamkan mata. Berharap kantuk akan segera menghampirinya. Sayangnya, semua itu tidak semudah yang dia bayangkan. Matanya tetap bening dan malah semakin segar. Pukul sebelas lewat empat puluh menit, hampir tengah malam, Maira memutuskan untuk bangun dan bersandar pada headboard karena tidak kunjung bisa tidur. Wanita cantik itu lalu menoleh pada nakas dan mengambil ponselnya dari sana. Detik berikutnya, jari-jarinya sudah mengetikkan sebait kalimat untuk dikirimka
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2024-03-15
อ่านเพิ่มเติม

Bab 173. Tamu

Maira mengerjap membuat bulu mata lentiknya mengepak indah. “Maaf ya, Mas.” Wanita berparas teduh itu menatap sepasang mata Rendi dengan sorot mata teduh.Rendi membelai pipi istrinya.“Nggak perlu minta maaf, wajar kalau ibu punya keinginan kita tinggal di sini. Ibu hanya sendiri. Sehari-hari pasti kesepian nggak ada teman ngobrol.” Maira semakin kagum dengan sosok pria yang tengah duduk di sampingnya itu. Tidak hanya parasnya yang tampan. Namun, hati pria itu juga begitu tulus menerima dia dan keluarganya. Maira merasa dirinya harus bersyukur berkali-kali telah memiliki suami seperti Rendi.“Papa! Mama!” Mereka pun tersentak saat suara Daffa dan Raihan memanggil dan berlari ke arahnya. Dua anak kecil itu berebut minta dipangku. Seperti biasa, Rendi selalu memangku Daffa dan Maira akan memangku Raihan yang badannya lebih kecil. ***Keesokan harinya, Rendi dan anak istrinya kembali pulang ke rumah Bu Rani. Sepanjang perjalanan, Rendi terus berpikir bagaimana caranya dia berbicara
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2024-03-16
อ่านเพิ่มเติม

Bab 174. Kecelakaan

“Ehm!” Rendi berdeham cukup keras. “Mita mau apa, Bu?” sahut Rendi. Duduk di dekat Maira. Bu Nastiti kembali gugup saat Rendi turut bergabung. Wanita paruh baya itu sibuk berpikir, bagaimana caranya menyampaikan permintaan putrinya pada mereka.“Bu Nastiti tidak perlu takut. Katakan saja apa maunya Mita. Kalau memang itu masih wajar, kami akan mengusahakannya,” ujar Maira, menatap suaminya. “Iya ‘kan, Mas?”Rendi mengangguk setuju.“Saya … saya malu sama kalian.” Wanita yang selalu menyanggul rambutnya itu menunduk, meremas tali tas di pangkuannya.“Katakan saja, Bu!” desak Rendi, tidak sabar menunggu Bu Nastiti bicara yang menurutnya terlalu bertele-tele.Baru saja satu masalah selesai. Dan kini sepertinya masalah baru telah bersiap menghampiri lagi. Jujur, Rendi merasa lelah dan ingin segera istirahat. Ia hanya ingin hidup normal bersama keluarganya. Namun, sepertinya Masalah belum bosan menghampirinya.“Mita … mau berdamai. Tolong maafkan dia. Saya tahu kesalahan Mita sudah fatal.
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2024-03-17
อ่านเพิ่มเติม

Bab 175. Berita Mengejutkan

Satu jam setelah Bu Nastiti pulang, ponsel dalam saku celana Rendi berdering. Saat itu Rendi tengah menyusun rencana bersama mama dan istrinya. Membagi waktu secara adil antara tinggal di rumah Bu Rani dan Bu Ratih secara bergantian. “Sebentar, ada yang telepon,” kata Rendi sambil merogoh saku celananya. “Pak Doni?” Kening Rendi berkerut ketika menyebutkan nama tersebut. Rendi menempelkan benda pipih itu di telinganya, “Ya, halo, Pak.” “Apa? Bagaimana kondisinya sekarang? Iya–iya, saya segera ke sana sekarang.” Rendi buru-buru menutup sambungan teleponnya.Melihat wajah suaminya yang panik, Maira langsung bertanya, “ada apa, Mas?”“Bu Nastiti kecelakaan. Sekarang sedang kritis di rumah sakit,” jawab Rendi, memasukkan kembali ponselnya. “Ya Tuhan … semoga saja beliau masih terselamatkan.” Bu Rani ikut menimpali seraya meletakkan tangan di dada. “Mas mau ke rumah sakit sekarang? Aku ikut, ya?” Maira ikut berdiri begitu melihat suaminya beranjak. Tanpa banyak pertimbangan, Rendi
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2024-03-18
อ่านเพิ่มเติม

Bab 176. Belum Sempurna?

Gerakan Mita begitu cepat dan tiba-tiba. Tidak ada yang menyangka sebelumnya. Mita nekat kembali menyakiti Maira.Maira menjerit, tubuhnya jatuh tersungkur dengan sebagian rambut masih berada dalam genggaman Mita hingga membuat kepalanya terpaksa mendongak.Seperti tengah kesetanan, Mita seperti tidak puas telah menyakiti Maira sedemikian rupa. Wanita berambut gelombang itu masih berusaha untuk menarik rambut Maira sekuat tenaganya. “Hentikan Mita! Lepaskan istri saya!” Rendi berteriak dan berusaha menahan tangan Mita agar tidak semakin menarik rambut istrinya.“Mita, jangan gila kamu! Lepaskan Maira! Kamu mau semakin lama mendekam di penjara, hah?” Adrian sigap menahan tubuh Mita agar tidak bergerak ke mana-mana. “Saudari Mita. Lebih baik kita kembali ke rutan. Kelakuanmu sangat membahayakan orang lain!” Wanita berseragam polisi yang tadi mengawal Mita segera memasang badan. Bersiap membawa Mita kembali.Mita menatap orang di sekitarnya dengan tatapan penuh kebencian. Tidak ada yan
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2024-03-19
อ่านเพิ่มเติม

Bab 177. Nasib Mita

Maira menatap suaminya dengan bibir cemberut. “Mas nggak boleh ngomong begitu. Mas selalu sempurna di mata aku,” ujar Maira, menarik pinggang Rendi dan mengaitkan kedua tangannya di sana. Rendi masih dalam posisi berdiri dan pipi Maira sudah menempel di perutnya. Pria itu mengulum senyumnya seraya mengelus puncak kepala sang istri. “Iya, Mas, nggak akan bilang begitu lagi,” balas Rendi, menunduk lalu mengecup kening Maira. “Udah, kamu istirahat dulu. Nanti waktu makan siang Mas bangunin lagi. Oke?” Wanita cantik bermata bening itu mengangguk dan tersenyum. Ia mulai memejamkan mata, sementara Rendi memilih untuk duduk di sofa dan membuka laptopnya.***“Lepaskan saya, Bu. Saya mau menemani mama saya!” “Kamu tidak bisa mengontrol sikap! Saya menyesal telah mengizinkan kamu keluar.” Sipir wanita itu mencengkram tangan Mita dan menyeretnya menjauh dari ruang ICU.Mita mengikuti dengan langkah nyaris diseret. “Tapi saya tidak salah, Bu! Mereka memang tidak punya hati! Coba kalau Ibu
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2024-03-21
อ่านเพิ่มเติม

Bab 178. Keinginan Maira

Maira menurunkan kaki lalu memakai alas kakinya. Wanita itu langsung mendongakkan kepala menatap suaminya.“Ada berita penting apa, Mas?” Sepasang alis hitam dan rapi itu hampir menyatu saat menatap Rendi.“Ada lah, nanti saja kita bahas. Sekarang kita makan siang dulu. Mama sama anak-anak pasti sudah menunggu.” Saat Maira akan berdiri, tiba-tiba pintu kamar mereka diketuk dari luar. “Rendi! Maira! Kalian di dalam ‘kan?” Suara Bu Rani memanggil. “Iya, Ma. Sebentar.” Rendi buru-buru melangkah ke pintu dan membukanya. “Kalian nggak makan siang, hem? Anak-anak udah nunggu dari tadi, loh,” omel Bu Rani begitu pintu terbuka. Lalu wanita itu melihat Maira yang sedang berjalan ke arah pintu. “Kamu udah baikan, Mai?” Bu Rani memperhatikan wajah menantunya dengan seksama. “Maira udah baikan, kok, Ma,” balas Maira, tersenyum lembut pada mama mertuanya. Bu Rani menghela napas. “syukurlah,” ujar wanita paruh baya itu.“Ya udah, kita turun sekarang. Kasihan Daffa dan Raihan, mereka sudah me
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2024-03-22
อ่านเพิ่มเติม

Bab 179. Sindiran Tajam

Rendi terkikik melihat kelopak mata Maira terbuka lebar. “Syaratnya, kamu harus bisa membagi waktu dengan anak-anak. Mas nggak mau mereka kekurangan kasih sayang mamanya yang cantik ini,” goda Rendi, menarik turunkan alisnya. Bibir berwarna pink itu mengerucut. “Mas, nyindir aku?” “Nggak!” Rendi menggeleng.“Kenapa bilang gitu?” Rendi tersenyum dan membawa kepala istrinya ke bahunya yang lebar. “Bukan apa-apa, Sayang. Mas hanya nggak ingin kamu abai dengan kewajiban kamu yang sesungguhnya. Berkarir itu tidak masalah, asalkan kamu bisa memastikan waktu untuk anak dan suamimu ini tetap terpenuhi.” Satu hal yang selalu membuat Maira terkagum-kagum dengan Rendi. Pria itu selalu pandai merangkai kata yang tegas namun lembut saat didengarkan. Maira mengangkat wajahnya, menatap rahang sang suami yang terlihat bulu-bulu pendek bekas cukur mulai tumbuh. Satu tangannya terulur lalu meraba dagu suaminya. Rendi menoleh dan tatapan mereka saling mengunci. Rendi menangkap jari-jari mungil Mai
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2024-03-27
อ่านเพิ่มเติม

Bab 180. Kritis

Pak Gunawan mengaku bersalah. Dia telah memilih jalan yang salah demi keinginannya untuk membahagiakan putri kesayangan. Pria tambun itu terus tertunduk dengan kedua tangan saling bertautan di atas paha, menyesali perbuatannya. “Mulai hari ini, status Bapak resmi menjadi tersangka. Bapak kami tahan sambil menunggu sidang penentuan hukuman untuk Bapak.” Polisi itu menatap Pak Gunawan dengan sorot mata tegas.Perlahan, Pak Gunawan memberanikan diri mengangkat wajahnya. “Bolehkah saya bertemu dengan putri saya sebelum ditahan?” Wajah tua itu terlihat memelas. Memiliki harta yang melimpah, ternyata tidak dapat membantunya dalam keadaan genting seperti itu. Hatinya senantiasa diliputi perasaan hampa dan kosong. Polisi itu diam sejenak lalu mengerling rekannya yang berdiri di belakang Pak Gunawan. Saat rekannya mengangguk, polisi itu pun langsung mengalihkan tatapannya pada Pak Gunawan. “Baiklah, saya beri waktu lima menit.” Dengan wajah berbinar pak Gunawan mengucapkan terima kasih p
last updateปรับปรุงล่าสุด : 2024-03-28
อ่านเพิ่มเติม
ก่อนหน้า
1
...
151617181920
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status