Home / Rumah Tangga / Pesona Istri yang Dicampakkan / Chapter 151 - Chapter 160

All Chapters of Pesona Istri yang Dicampakkan: Chapter 151 - Chapter 160

200 Chapters

Bab 151. Berita Mengejutkan

“Baik, sangat baik malahan.” Riana tersenyum lebar dengan wajah berseri-seri saat mengatakan hal itu. Ia lupa jika di rumah itu orang-orangnya tengah berduka.“Lalu? Ada apa dengan butik?” Maira tidak tahan melihat gelagat misterius yang ditunjukkan oleh Riana. Firasatnya mengatakan ada sesuatu yang tidak benar. “Tante nggak berbuat aneh-aneh lagi, kan?” tanya Maira dengan mata menyipit. “Sayang, udah. Nggak usah terlalu mikirin butik dulu, ya.” Rendi merangkul istrinya. Memijat lembut pundak wanita itu.Riana mencebikkan bibir. “Kamu itu pikirannya buruk terus sama Tante. Pantas saja, diam-diam kamu punya musuh di luar sana.” “Riana!” sentak Bu Rani. Sorot matanya begitu tajam menatap adiknya. “Saya sudah menekankan, jaga bicaramu!” Sementara itu, dari samping tempat duduk Bu Rani, terdengar helaan napas jengah dari mulut Bu Ratih.Riana mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Wanita itu segera mencangklong kembali tasnya. “Aku tadi cuma mau bilang, kalau aku udah tanda tangan berkas ke
last updateLast Updated : 2024-02-06
Read more

Bab 152. Masalah yang Bertubi

“Ini tidak bisa dibiarkan! Bu Rani harus tahu soal ini,” Maira meraih tas kerjanya dan mengeluarkan ponsel dari sana. “Bu Maira.” Siwi menatap wajah Maira dengan sorot mata sedih. “Ada apa lagi, Wi?” Maira urung untuk menelpon mama mertuanya.“Tapi … sepertinya, transaksi itu sudah selesai dilakukan, Bu.” sesal Siwi, merasa telat melaporkan.Sepasang mata bulat itu terbuka lebar. “Dari mana kamu tahu?” tanya Maira, mengerutkan kening. “Saya nggak sengaja menemukan bukti transfer sejumlah uang di meja Bu Riana, waktu itu saya disuruh mengambilkan berkas di ruangannya, Bu.”“Ya Tuhan ….” Maira memejamkan mata. Seketika kepalanya terasa pusing luar biasa. Hanya dalam tempo dua hari saja, Riana sudah berhasil membuat butik itu hampir beralih kepunyaan.***Suasana tegang melingkupi ruang Pak Gunawan siang itu.Rendi berada di sana bersama jajaran direksi rumah sakit, dengan Gunawan berada di tengah-tengah mereka. Pria bertubuh tambun itu terus menatapnya dengan sorot mata layaknya raja
last updateLast Updated : 2024-02-07
Read more

Bab 153. Kekecewaan

Siang menjelang sore, saat itu Bu Rani tengah menikmati acara kesayangannya di televisi bersama cucu-cucunya. Menemani dua bocah kecil itu mewarnai buku bergambar dengan beraneka ragam bentuk hewan. Sesekali juga mengarahkan warna apa yang seharusnya dipakai. Saat Bu Rani tengah mengajarkan cara mewarnai yang benar pada Raihan. Tiba-tiba ponselnya di meja berdering.“Ihan lihat warna di contohnya, ya. Oma mau angkat telepon dulu.” katanya sambil meraih ponsel. Dahinya berkerut melihat nama sang menantu tertera di layar. Tumben telepon, pikir Bu Rani saat itu.“Iya, hallo, Mai.” Bu Rani diam mendengarkan suara Maira dari seberang. Lalu dalam waktu beberapa detik wajahnya berubah pias. Bu Rani mematikan sambungan teleponnya. Buru-buru memanggil pengasuh cucunya, meminta wanita muda itu menggantikan ia menemani Daffa dan Raihan.Bu Rani berjalan cepat ke kamarnya. Beberapa saat kemudian keluar lagi dengan pakaian berbeda. Mencangklong tas kesayangannya ia bergegas ke depan. “Mbak saya
last updateLast Updated : 2024-02-08
Read more

Bab. 154. Melawan Mita

“Ta–tapi … uang itu sudah habis terpakai, Mbak.” Suara Riana bergetar, kedua tangannya mencengkram tali tas di depan tubuhnya sambil menunduk.Mata Bu Rani membulat, syok. “Sudah habis? Kamu gunakan untuk apa, An? Uang itu nggak sedikit, loh! Jangan main-main kamu!” hardik Bu Rani. Riana semakin menundukkan kepalanya. “Aku nggak mau tahu. Pokoknya, uang itu harus kamu kembalikan!” tekan Bu Rani, menunjuk wajah Riana. Menghela napas besar lalu kembali duduk di sofa. ***Satu Minggu kemudian ….“Ada apa ini? Kenapa baju-bajunya pada diambil?” Maira baru saja sampai di butik. Seminggu ini, dia menjadi lebih rajin berangkat pagi-pagi. Semenjak butik itu tidak utuh menjadi milik mama mertuanya, Maira menjadi lebih waspada akan keberlangsungan butik itu.“Maaf, Bu Mai. Kata Bu Nastiti, ini mau diganti dengan model-model terbaru.” kata salah satu karyawan butik mencoba menjelaskan. Memandang Maira dengan sorot mata serba salah.“Apa?” Maira terkejut, “Baru beberapa hari bergabung, sudah be
last updateLast Updated : 2024-02-12
Read more

Bab 155. Sudut Hati yang Terluka

“Kamu kenapa jadi mengintimidasi Tante sih, Mai?” Riana memasang wajah garang. Satu tangannya sudah mencapai pinggiran pintu, siap untuk menutup.Melihat hal itu, Maira segera maju dan meletakkan kakinya di bingkai pintu. “Tante baca semuanya, kan? Sekarang katakan sama aku, apa saja isinya?” desis Maira, melangkah maju, memangkas jarak di antara mereka.“Tante nggak baca! Udah puas kamu?” ketus Riana tanpa rasa bersalah. Mendorong bahu Maira, lalu menutup pintu.Mata Maira membulat seketika. Lalu bergerak semakin mundur karena Riana menutup pintunya dengan keras. ***Maira menghela napas panjang, menghampiri sang suami yang tengah menatap birunya air kolam renang di halaman belakang. Jam telah menunjukkan pukul sembilan malam, dan Rendi masih betah mencelupkan kakinya di kolam. “Mas.” Maira memanggil seraya menepuk pelan bahu lebar milik pria itu. Rendi menoleh, mengerutkan dahi. “Belum tidur?” Maira menggeleng pelan, lalu duduk di samping Rendi, ikut mencelupkan kakinya ke kola
last updateLast Updated : 2024-02-13
Read more

Bab 156. Mulai Menguasai

“Ketinggalan?” ulang Maira, menatap nanar satu kardus baju koleksinya yang sudah dilipat. “Itu keluaran terbaru, loh, Bu.” lanjut Maira, menatap Bu Nastiti yang masih sibuk menyuruh karyawan ini dan itu. “Tapi, koleksi baju saya lebih baru lagi.” sahut Bu Nastiti, tanpa membalas tatapan Maira. “Mau Bu Nastiti ini sebenarnya apa, sih?” Maira bertanya dengan raut kesal yang tidak bisa disembunyikan. Bu Nastiti meletakkan hanger baju, lalu menoleh pada Maira. “Tentu saja memajukan butik ini. Saya nggak mau rugi sudah berinvestasi di sini.” kata wanita itu.“Tapi tidak ada yang menyuruh Ibu berinvestasi. Bahkan keluarga saya bisa menebusnya sekarang juga, kalau Ibu mau.” sanggah Maira. Dia melupakan pesan mama mertuanya. Lupa jika harus berhati-hati di depan wanita bergaya sosialita itu.Bu Nastiti diam mengamati Maira dari bawah hingga ke atas. Lalu segaris senyum mengejek tergambar samar di bibirnya. “Ternyata benar kata suami saya, kamu itu wanita yang membawa pengaruh buruk.”Tanga
last updateLast Updated : 2024-02-14
Read more

Bab 157. Kebakaran

“Bangunan butik kebakaran, Pak,” lapor seseorang dari seberang telepon. Rendi mendadak panik luar biasa. Tengah malam, dia mendapat kabar butik yang tengah dibangun sang istri mengalami korsleting listrik hingga terbakar. “Panggil pemadam! Saya akan segera ke sana.” Rendi bergerak turun dari ranjang, tergesa-gesa mencari baju ganti sendiri di lemari. Maira yang mendengar suara berisik suaminya, menggeliat. Lalu dia terkejut saat melihat sang suami sudah berganti pakaian. “Mau kemana, Mas? Kamu mau ke luar malam-malam begini?” tanyanya dengan raut heran. Seketika itu matanya langsung terbuka lebar.Rendi sudah selesai memakai jaket, saat Maira bertanya. Dia segera menoleh dan menatap istrinya yang masih terkantuk-kantuk memaksa matanya terbuka dengan sempurna. Mendadak lidahnya kelu, dia bingung harus berkata apa di depan sang istri. “Mau kemana, Mas?” Maira mengulangi pertanyaannya. Wanita itu menggelung rambutnya lalu bergerak turun dari ranjang. Rendi bergerak mendekati ranjang
last updateLast Updated : 2024-02-15
Read more

Bab 158. Mencurigakan

“Ayo, Mas, antar kamu ke mobil lagi,” kata Rendi memapah tubuh Maira. “Nggak Mas. Aku masih kuat, aku juga mau lihat. Bangunan butikku sudah hancur, Mas. Aku harus cari tahu apa penyebab kebakaran itu.” Maira menyingkirkan tangan suaminya, dan berjalan cepat ke arah bangunan yang sebagian sudah menghitam. “Pak … Pak!” Tiba-tiba seorang pekerja berlari dari arah belakang bangunan menuju sekumpulan polisi. Maira menghentikan langkah. Kedatangan pria itu sukses menyedot seluruh perhatiannya.“Pak, saya menemukan botol berbau minyak gas ini di dekat pagar belakang.” Pria itu menunjukkan satu botol kaca yang sudah kosong. “Minyak gas?” Rendi yang mendengar akan hal itu ikut mendekat. “Apa para pekerja ada yang menggunakan minyak gas?” tanya Rendi, menatap pria yang tadi membawa botol bekas minyak gas dengan seksama. “Tidak ada, Pak. Saya yakin, ini milik orang luar.” tegas pria itu. “Baiklah, saya simpan botol ini sebagai barang bukti.” timpal salah satu anggota polisi. Lalu mereka b
last updateLast Updated : 2024-02-17
Read more

Bab 159. Maafkan Aku

Rendi dan Maira baru saja sampai di rumah saat jarum jam menyentuh angka tiga lebih tiga puluh menit. Sudah hampir subuh. “Mas,” panggil Maira lirih ketika Rendi menggandengnya naik ke tangga. “Ya?” Rendi menatap sang istri yang terlihat ragu-ragu, wanita cantik berparas teduh itu terlihat seperti akan mengatakan sesuatu. Sambil terus menaiki anak tangga, Rendi meraih pundak sang istri dan merengkuhnya lebih erat. “Ada yang mau kamu katakan, hem?” “Aku … aku curiga … pelaku yang sengaja membakar butikku itu bukan orang asing.” Maira berhenti tepat di depan pintu kamar mereka, menatap Rendi yang terlihat sedang berpikir. Dahi pria tampan itu berkerut dalam. “Kita bicara di dalam saja, ya.” Rendi menekan handle pintu dan mendorongnya pelan hingga daun pintu itu terbuka. Pria yang tengah mengenakan jaket berwarna hitam itu sedikit mendorong tubuh istrinya agar segera masuk, lalu kembali menutup pintu dan menguncinya dari dalam.“Maafkan aku jika menyinggung perasaan kamu, Mas. Tapi—”
last updateLast Updated : 2024-02-25
Read more

Bab 160. Berita Mengejutkan

Awalnya Rendi dan Maira sepakat untuk menutupi kasus kebakaran butik yang tengah dibangun Maira itu dari Bu Rani untuk sementara waktu. Namun, sebuah artikel yang diterbitkan oleh sebuah majalah online nyatanya tak luput dari penglihatan Bu Rani. “Kalian bisa jelaskan, kenapa butik yang baru selesai di bangun itu tiba-tiba terbakar?” Bu Rani meletakan ponsel pintar yang menyajikan berita tentang kebakaran butik itu ke meja, lalu menatap Rendi dan Maira bergantian. Raut wajahnya terlihat lebih serius dari biasanya.Rendi dan Maira saling bertukar pandang.“Mama tenang dulu, ya. Nanti … kami pasti akan menjelaskan pada Mama,” sahut Rendi berusaha bersikap tenang. Waktu sarapan pagi baru saja akan dimulai, dia tidak ingin suasana sarapan menjadi kacau karena berita tidak mengenakkan itu. Beruntung, kedua anaknya tidak ikut sarapan di sana. Daffa dan Raihan memilih untuk sarapan di dekat kolam renang bersama pengasuhnya.“Kenapa kalian tidak cerita sama Mama?” Wanita yang tengah mengenak
last updateLast Updated : 2024-02-26
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
20
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status