Semua Bab Pengantin Kecil Tuan Xavier: Bab 141 - Bab 150

227 Bab

Bab 10 - S2 - Titisan Malaikat

Sheinafia memaksa sang ayah untuk mempertemukan ia dengan teman-teman yang sudah membully dirinya kemarin. Dengan terpaksa ia mempertemukan putrinya dengan orang-orang itu. "Ayah, kenapa cemberut terus sih," ujar Sheinafia tersenyum lebar. Setelah di rawat sehari semalam, Sheinafia di izinkan pulang. Kini Nandini tengah membereskan barang-barang sang putri. Nandini terkekeh, Xavier terkadang akan bersikap seperti anak kecil jika sudah kesal. Apalagi jika itu menyangkut putrinya. Lantas bagaimana jika nanti sang putri menikah, entah drama apa yang akan di mainkan olehnya. "Ayahmu tengah kesal, Sayang. Kamu memintanya untuk bertemu dengan orang-orang yang sudah menyakitimu. Dan ayahmu sudah bisa menebak, apa yang akan terjadi nanti," ujar Nandini seraya tertawa kecil. Xavier hanya menatap dingin dan datar kedua wanita paling berharga di dalam hidupnya itu. Sedangkan kedua wanita berbeda usia itu malah semakin bersemangat untuk menggoda si kepala kel
Baca selengkapnya

Bab 11 - S2 - Rain Alexander Zaderta

Perkenalkan namaku Rain Alexander Zaderta. Usiaku tujuh belas tahun. Aku bersekolah di SMA Harapan Bangsa kelas dua belas yang artinya sebentar lagi aku akan keluar. Saat itu, aku mendengar desas desus mengenai kedatangan murid baru. Awalnya aku cuek-cuek saja, tidak pernah penasaran. Namun, entah mengapa kali ini, aku begitu ingin tahu siapa yang menjadi murid baru di sekolahku. "Rain, sudah dengar belum? Katanya ada murid baru di sekolah kita! Satu perempuan dan satu laki-laki," ucap Jolie salah satu teman perempuan yang selalu menempel padaku. Entah kenapa perempuan itu selalu saja mengikutiku, hingga terkadang aku risih di buatnya. Jolie seolah-olah menulikan dan menutup matanya, jika aku mencuekinya atau terkadang aku membentaknya. "Rain, ngomong donk. Jangan diam saja. Apa kamu tidak penasaran?" tanya Jolie untuk kedua kalinya. Namun, sekali lagi aku hanya membiarkan perempuan itu. Malas sekali meladeni mulutnya yang terkadang cerewet. Hin
Baca selengkapnya

Bab 12 - S2 - Kembali Bersekolah

Setelah membebaskan orang-orang yang membulynya, Sheinafia kembali menuju rumahnya. Xavier diam sepanjang perjalanan. Shei tahu jika ayahnya tengah kesal pada dirinya. "Ayah," panggil Shei lembut. "Masih marah bukan sama Shei? Kalau Ayah cemberut seperti ini, Ayah sudah seperti pedagang tutut," kelakar Sheinafia membuat Abrian yang kebetulan satu mobil dengan mereka berdua sontak menyemburkan tawanya. Abrian tertawa tidak dapat membayangkan jika orang setampan dan sesangar Xavier di samakan dengan seorang pedagang tutut. Oh apa kata dunia, jika CEO Romanov Corp menjadi penjual tutut. Salah satu makanan kesukaan putri mereka. Ya Jasmine sangat menyukai makanan berbahan dasar tutut. Sehingga membuat Melati terkadang membuatkannya untuk sang putri. "Ayah tidak habis pikir. Dengan jalan pikiranmu dan juga ibumu. Kalian terlalu baik, dan juga terlalu pemaaf," tukas Xavier datar. Sheinafia tersenyum lembut. Lalu meraih tangan sang ayah dan ia genggam dengan h
Baca selengkapnya

Bab 13 - S2 - Musuh Dalam Selimut

Sean dan Samudera terus memperhatikan langkah kaki sang kakak. Hingga Sheinafia hilang, tidak terlihat lagi. "Kita menunggu kakak di mana?" tanya Sean. Samudera melihat sekelilingnya, lalu netranya jatuh pada sebuah kursi taman. Samudera menunjukkan kursi tersebut dan mengajak kembarannya untuk duduk di sana. "Kita tunggu di sini saja, dan terus perhatikan orang tadi. Aku takut dia memiliki niat jahat pada kakak kita, dan sebaiknya jangan dulu laporan pada ayah. Setelah kita benar-benar memastikannya," ujar Samudera datar. Sean mengangguk setuju, ia takut jika ayahnya akan heboh. Sean tahu sebesar apa sayangnya sang ayah pada kakak perempuan mereka, bukan berarti ayah mereka tidak menyayangi Sean dan Samudera. Hanya saja, perhatian untuk Sheinafia memang lebih besar. Dan Sean serta Samudera sama sekali tidak iri. Sebab bagi mereka, baik Sheinafia maupun Jasmine adalah dua orang wanita yang harus mereka lindungi. "Aku tidak mau sampai ter
Baca selengkapnya

Bab 14 - S2 - Kritis

Alarich sontak berteriak ketika sudah sampai di pelataran rumah sakit. Ia berteriak meminta pertolongan pada para petugas medis yang ada di sana. Para dokter dan perawat langsung berlarian. Melihat putra dari Arshaka Dewangga Romanov berlari, sambil menggendong seorang perempuan. Mereka langsung meminta Alarich untuk merebahkan Sheinafia di atas brangkar. "Tolong, tolong lakukan apapun untuk kakakku," pinta Sean. Para dokter mengangguk dan langsung membawa Sheinafia ke ruangan gawat darurat. Sementara, Samudera masih berusaha mengejar pelaku. Namun sayang, orang itu menghilang membuat Samudera memaki. Tanpa pikir panjang, ia langsung menaiki motornya. Dan berlalu dari sekolah sang kakak menuju rumah sakit keluarga Romanov. Di tengah perjalanan ia menghubungi sang ayah. [Hallo, Son. Ada apa?] Sapa Xavier begitu ia mengangkat sambungan telepon dari salah satu putra kembarnya. [Yah, segera ke rumah sakit kita. Kak Shei seseorang melukainya. Aku liha
Baca selengkapnya

Bab 15 - S2 - Tangisa Seorang Ayah

"Putriku." Xavier menjatuhkan tubuhnya di atas lantai dingin rumah sakit. Pria itu berlutut tepat di depan pintu ruangan ICU. Ponselnya sedari tadi menjerit, namun tidak ia angkat sebab Xavier tahu jika orang yang meneleponnya adalah sang istri. Pria itu meremat rambutnya dengan kasar. Meraup wajahnya, air mata perlahan jatuh membasahi pipinya. Abrian menatap iba pada adik iparnya. "Vier bangun jangan seperti ini. Aku yakin Shei akan baik-baik saja." Alarich hanya diam menatap ayahnya yang hancur. Andai saja saat itu posisi Alarich tidak sedang membelakangi Shei, mungkin ia bisa mencegah semua ini terjadi. Ting Ponsel milik Alarich berbunyi. Ia melihat jika sang ibu yang mengirimkan pesan padanya. [Nak, apa kalian masih berada di sekolah? Ini sudah hampir sore tetapi kalian belum juga pulang ke rumah. Pulanglah ibu sudah membuat makanan kesukaan kalian bersama mama dan mommy kalian.] Alarich tidak langsung menjawab pesan sang ibu. Ia bingu
Baca selengkapnya

Bab 16 - S2 - Hancur

Nandini masih menangis di pelukan Namilea dan Melati. Mereka mencoba menenangkannya. Nandini terlihat rapuh dan hancur. "Mel, putriku akan baik-baik saja bukan?" tanyanya pada Melati. Melati dan Namilea saling berpandangan. Mereka tidak bisa mengatakan apapun, sebab keduanya pun tidak tahu bagaimana keadaan Sheinafia saat ini. Baik Abrian maupun Alarich serta si kembar, mereka belum memberi kabar apapun. Melati bingung, begitu juga dengan Namilea. "Kak, lebih baik sekarang kita ke rumah sakit hmm. Supaya kita tahu bagaimana keadaannya. Menunggu kabar dari yang lainnya pun tidak ada," tukas Melati. Namilea mengangguk. Akan lebih baik seperti itu, daripada berspekulasi atau menduga-duga. "Melati benar, kita siap-siap hmm. Kamu harus kuat, karena aku yakin jika suamimu pasti begitu hancur. Kalian harus saling mengingatkan, ada kami juga yang akan selalu mendukungmu," ujar Namilea lembut. "Aku bantu siap-siap ya, Kak. Kita akan segera m
Baca selengkapnya

Bab 17 - S2 - Usaha Si Kembar

Sean dan Samudera kini berada di kelas Sheinafia dan Alarich. Kedua pasang anak kembar itu menatap tajam ke sekeliling kelas. Satu persatu mereka teliti, namun di dalam kelas baik Sean dan Samudera mereka tidak menemukan apapun. Samudera bergerak ke arah luar. Lalu matanya memicing kala ia menatap ke arah rumput. Samudera bergerak ke arah sana dan berjongkok. "Jarum," gumam Samudera. Lalu ia mengambil sapu tangan, dan memasukkan jarum itu ke dalam sebuah kantong plastik. Samudera memanggil Sean, dan mengajaknya pergi dari sana. "Aku menemukan satu jarum, Sean. Aku yakin jika jarum ini yang di gunakan oleh orang itu. Aku tidak tahu motifnya melakukan hal itu, semoga kakak kita segera sadar. Supaya kita bisa bertanya lebih jauh mengenai orang tersebut," ujar Samudera datar. Sean hanya diam, namun di sela langkahnya mata tajamnya memindai lorong sekolah itu. Sepi, sebab semua orang sudah pulang. "Apa kau tidak merasa, jika sekolah ini seperti men
Baca selengkapnya

Bab 18 - S2 - Menemui Titik Terang

Alexander tampak masuk ke dalam ruang ICU. Ia menatap seorang gadis yang tengah tertidur dalam damai. Alexander tersenyum, lalu memegang tangan gadis itu dengan lembut. "Hai, Cantik. Selamat sore, Nak. Nyenyak sekali tidurmu, hmm. Tidak ingin bangun? Banyak orang yang menunggumu terbangun, lihatlah ayah dan ibu serta adik-adikmu menunggumu bangun. Ayahmu begitu hancur melihatmu seperti ini, Om baru pertama kali melihat ayahmu menangis dan hancur. Maka dari itu, Om mohon ayo bangun." Alexander terus mengajak Sheinafia berbicara, hingga tiga puluh menit lamanya ia berada di dalam. Kini giliran Rain yang masuk, laki-laki itu tidak langsung menghampiri Shei. Ia masih berdiri mematung di dekat pintu. Perlahan langkah kakinya membawa pria itu mendekat ke arah brankar Sheinafia. Ia dapat melihat banyaknya peralatan yang di gunakan untuk menyambung hidup. Rain meringis kala melihat wajah pucat Sheinafia. "Mengapa kau hobby sekali celaka?" tanya Rain datar dan kak
Baca selengkapnya

Bab 19 - S2 - Kabar Buruk

Abrian tampak mematung mendengar penjelasan Alexander. Ia sungguh tidak menyangka jika efek dari racun itu begitu dahsyat. Lantas bagaimana nasib putrinya jika sampai hal itu terjadi?. "Aku tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi. Jika sampai apa yang kau ucapkan itu menjadi kenyataan? Tidak hanya putriku yang akan hancur, namun Xavier dia yang paling akan terpuruk atas kejadian ini. Ya Tuhan," gumam Abrian. Rain terdiam, tetapi pria itu terlihat mengepalkan tangannya dengan erat. Rain pun tidak dapat membayangkan semua itu. Sheinafia celaka akibat kecerobohannya. Andai saja ia lebih ketat mengawasi dan tidak terlalu mempercayai orang lain. Tentu ini semua tidak akan terjadi. "Bri, aku dan putraku akan berusaha membuat penawar dari racun tersebut. Namun sebelum itu, aku mohon untuk tidak memberi tahu ...." Perkataan Alexander terpotong oleh suara bariton yang baru saja masuk ke dalam ruangan. "Apa maksud semua ini?" tanya Xavier dingin. Xa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1314151617
...
23
DMCA.com Protection Status