“Baik, Tuan.” “Tunggu! Setelah Fattan masuk ke ruangan ini, tidak boleh ada gangguan. Jangan ada tamu atau telepon.” Suara Aslan begitu dominan dan tidak memberikan kesempatan siapa pun untuk menolak perintahnya. “Tentu, Tuan. Permisi.” Gadis sekretaris itu pun keluar dari ruangan. Beberapa menit kemudian dia kembali bersama Fattan. Ketika Fattan melihat aku di dalam ruangan Aslan, dia terlihat terkejut. Keningnya seketika berkerut dan dia berusaha mengalihkan pandangan. Dia berpikir kenapa aku ada di ruangan itu. Pemandangan yang membuat Fattan berpikir aku dan Aslan adalah pasangan yang tidak bisa terpisahkan. Tentu saja itu membuat emosinya seketika bergejolak. Aku melihat jelas bagaimana Fattan berusaha menahan diri dan mengalihkan pandangan dariku. “Selamat Pagi, Tuan Aslan,” ucapnya. “Silahkan duduk, Fattan,” ucap Aslan dingin. Dia menyandarkan tubuhnya ke punggung kursi. Tatapannya begitu mengintimidasi pada Fattan. Sementara Fattan mulai duduk di kursi hitam yang ada di
Baca selengkapnya