Home / Romansa / Akibat Sumpah Sebelum Menikah / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Akibat Sumpah Sebelum Menikah: Chapter 41 - Chapter 50

140 Chapters

Penghancur Mental

"Mbak Uci!"Dia adalah Nisa, salah satu santriwati yang cukup dekat denganku."Ya, Nis?" Kami menghentikkan langkah tepat di akses jalan masuk menuju pelataran Masjid, tempat acara Tablig Akbar diadakan."Bisa minta waktunya bentar? Ada Akhi yang shodaqoh konsumsi dari Jakarta, tapi Ukhti Sarah koorditornya lagi berhalangan. Mbak Uci diminta kiyai Aziz buat wakilin? Soalnya beliau lagi ada tamu." Aku menoleh pada Mas Fariz. Meminta persetujuan."Lah, kenapa mesti tanya. Ya, bolehlah. Udah, sana! Gue bisa tunggu di sini," tukasnya sembari menepuk pundakku pelan.Kualihkan pandangan pada Nisa, lalu mengangguk pelan."Ya, udah, Mas tunggu di sini, ya. Nanti aku balik. Kalau ada apa-apa telepon aja.""Siap." Dia mengacungkan dua jempol, lalu mulai bergabung dengan yang lain. Mendengarkan ceramah Kiyai Natsir yang terkenal tersohor di antara para pemuka agama.Setelah memastikan Mas Fariz mengambil tempat di samping seorang bocah berumur tujuh tahunan yang menatapnya penuh rasa penasaran.
last updateLast Updated : 2023-02-24
Read more

Perasaan yang Tertinggal

"Apa? Penjelasan apa lagi? Saya nggak butuh penjelasan apa pun. Pergi sekarang, Mas! Saya mohon, sebelum Mas Fariz kembali dan salah paham."Bukannya berangsur pergi, Mas Ali justru mengambil langkah mendekati."Ini tentang perjodohanmu dan Fariz!"Seketika aku terbungkam."Mungkin kamu nggak tahu kalau sebenarnya sayalah yang menyarankan Papa untuk mengajukan lamaran Mas Fariz untukmu beberapa bulan lalu."Deg!"Kamu juga nggak akan tahu gimana tersiksanya saya hidup dengan wanita yang nggak pernah saya cintai bahkan sampai detik ini. Tolong mengerti, Suci. Berhenti membenci saya seperti ini, karena nyatanya bukan hanya kamu yang korban di sini, tapi juga saya. Kita sama-sama tak berdaya dalam belenggu dunia, kita sama-sama anak yang tak ingin mengecewakan orangtuanya. Apakah saya salah saat mengambil jalan tengah dengan mengajukan poligami, daripada menghabiskan sisa hidup terus hanyut dengan dosa zina hati? Saat semua raga saya beri pada istri, tapi jiwa saya masih terus tertuju pa
last updateLast Updated : 2023-02-25
Read more

Memulai dari Awal

Kupikir, perasaan bisa dengan mudah datang dan pergi, secepat angin membawa terbang daun kering dari tangkainya hingga tak terlihat di sekitarnya lagi. Kupikir, waktu bisa membiaskan rindu ketika temu yang berujung jemu berakhir pilu. Nyatanya perasaan memang tak mudah berubah, dan waktu tak selalu berhasil mengatur kapan dia bisa membolak-balikan hati setiap manusia dari kecewa menjadi bahagia, maupun benci yang berubah menjadi cinta.Aku hanya satu dari sekian wanita yang mencoba keluar dari belenggu masa lalu. Aku hanya seorang istri yang berusaha menjalankan kewajiban sesuai kemampuan diri meski belum sepenuhnya jiwa dan raga kuberikan pada sosok yang disebut suami.Dua setengah bulan ini aku bukannya tak pernah mencoba. Selalu, setiap waktu, sepanjang tujuh puluh lima hari ini aku tak pernah berhenti mencoba membuka hati, memberi sepenuhnya apa yang bisa dilakukan sebagai seorang istri, walau nyatanya di hati ini masih terpahat nama lelaki tak tahu diri bernama Ali.Tak bisa dip
last updateLast Updated : 2023-02-26
Read more

Memperbaiki Keadaan

"Yakin kita perlu ketemu beliau dulu?" Mas Fariz tampak ragu saat aku membawanya ke depan ruangan Kiyai Pondok.Aku mengangguk kecil."Mending nggak usahlah." Dia memutar tubuh hendak berlalu.Lekas kutarik lengannya, dan bersamaan dengan itu langsung mengetuk pintu. "Suci!" Setengah terpekik Mas Fariz memelotiku.Aku yang tak peduli langsung menyeretnya masuk."Assalamua'alaikum, Ki--"Kini aku yang tertegun saat menyadari sosok berpenampilan rapi mengenakan thawb atau gamis yang biasa dikenakan lelaki dari Negara Timur Tengah, sudah berdiri di samping Kiyai Aziz."Maaf, Kiyai. Saya nggak tahu kalau di sini ternyata ada Gus Hanan," lanjutku sembari menunduk sungkan."Nggak apa-apa, Ci. Kebetulan Hanan udah mau pergi," sahut Kiyai Aziz seolah mengusir ketidaknyamananku. "Mari, silakan, duduk!" Beliau langsung mempersilakan kami."Saya belum sempat menyampaikan, selamat untuk pernikahan kalian." Gus Hanan tiba-tiba memulai percakapan yang membuatku kembali merasa tak enak. "Udah lama,
last updateLast Updated : 2023-02-26
Read more

Saling Memaafkan

"Sakit." Mas Fariz menunjukkan telapak tangannya yang memerah, sesaat setelah kami keluar dari ruangan Kiyai Aziz. Kuhela napas panjang, lalu meraih tangannya. "Bayangin kalau Pak Yai yang kena pukul tadi? Ujung meja aja sampe patah, apalagi bahu beliau," tegurku sembari meniupi telapak tangannya."Ya maaf, kelepasan. Lagian Pak Yai pake muji-muji kita serasi, pan gue jadi seneng."Aku tersenyum kecil, lalu mengapit lengannya menuju parkiran."Bagus, dong. Bukannya kita emang serasi?" godaku sembari meremas otot bisep-nya yang menyembul dari balik kemeja ketat.Dia mengerjap. "Nggak usah ikut-ikutan kalau tujuannya cuma buat ngehibur doang." Dia melepas genggaman tanganku, lalu menjaga jarak saat kami berjalan beriringan. "Gue kalau lagi galau emang suka baperan. Jadi, nggak nerima pujian yang isinya cuma basa-basi doang."Aku menahan senyum, seraya mengikuti langkah Mas Fariz yang mulai terlihat serampangan. Sesekali kakinya menendang batu krikil atau apa pun yang ada di hadapan."
last updateLast Updated : 2023-02-27
Read more

Hikmah di Balik Musibah

Esok paginya. Aku terbangun dengan perasaan yang jauh lebih baik daripada sebelumnya. Nasehat Bapak benar-benar ampuh untuk membuat kami sama-sama saling introspeksi. Khususnya aku yang sempat dilanda dilema, dan ditempatkan di antara dua lelaki.Selesai menunaikan sholat subuh dan mencuci. Masih dengan daster dan kerudung yang hanya disampirkan, kuhampiri Ibu di dapur untuk menanyakan keberadaan Mas Fariz yang tak terlihat setelah subuh tadi. "Bu, liat Mas Fariz?" tanyaku sembari menumpukkan dagu di bahunya yang tengah asik mengulek sambal."Oh, suamimu lagi benerin genteng di gudang. Kemarin Ibu periksa ternyata ada yang pecah ketiban Sukun. Pohonnya, kan pas banget di atas!""Dari tadi?" Aku bertanya lagi. "Udah hampir jam setengah sepuluh ini." Aku memastikan karena heran bagaimana bisa membetulkan genting membutuhkan waktu selama ini."Iya. Tadi, sih Ibu liatnya dia sambil meriksa motor tua Bapak yang udah lama nggak dipake.""Oh."Tak heran sekarang kenapa dia membutuhkan banya
last updateLast Updated : 2023-02-27
Read more

Ngeyel

"Ngapain nyusulin ke mari?!" pekik Mas Fariz saat melihatku menghampiri ke Kali sembari memeluk handuk kering yang dibawa dari rumah.Tergesa-gesa dia naik ke permukaan, setelah meraih kausnya yang nyaris hanyut tadi. Aku menghela napas saat melihat Doni yang semula sempat menggantikan mengangkat telepon sudah ikut terjun, berenang di dalam air Kali yang kebetulan arusnya memang tenang dan lumayan dangkal itu. Dua temannya yang lain juga melakukan hal yang sama. Hanya dengan celana boxer yang melekat mereka melompat dari batu ke batu, menyusuri sekitaran Kali yang biasa digunakan untuk tempat mancing ini."Doni bilang kamu nyebur, aku kira kelelep, makanya buru-buru aja ke sini," cetusku sembari menutupi kepalanya yang basah dengan handuk.Selesai menggosok rambut dan wajahnya, Mas Fariz langsung menatapku sembari menggigit bibir menahan tawa."Badan segede gini? Kelelep?" Dia membalikkan pertanyaan."Emang Gajah nggak akan kelelep kalau nyebur ke Kali?" Tak mah kalah, aku membalasnya
last updateLast Updated : 2023-02-27
Read more

Kecelakaan

"Seumur-umur Bapak mancing di Kali, nggak pernah, tuh dapet Iwak atau Gurame sebesar ini. Hebat kamu, Riz." Pujian Bapak menjadi pembuka acara makan bersama kami sore ini.Aku yang tahu kebenarannya hanya bisa menoleh pada Mas Fariz yang tertunduk sembari mengusap tengkuk.Bapak tak tahu saja kalau Gurame yang beliau makan sebenarnya dapat beli dari Bu'de Wiwik, sementara hasil tangkapan Mas Fariz dan anak-anak tadi, sudah mereka lepas lagi."Ng, nganu, Pak. Sebenernya itu Gurame dapet beli dari Bu'denya Si Dodon, hasil mancing udah kita lepasin lagi."Aku tersenyum. Sudah kuduga Mas Fariz tak mungkin berbohong hanya untuk menyenangkan Bapak."Loh, kenapa dilepas lagi, to, Riz?" Kini, Ibu yang menimpali."Fariz kesenengan pas Suci nelepon kalau dia udah isi," akunya dengan telinga yang sudah memerah.Bapak dan Ibu berpandangan, setelahnya mereka menatapku."Oalah, ternyata ini penyebabnya." Aku menunduk dengan wajah yang sudah terasa menghangat."Kapan kalian mau chek up buat mastiin?
last updateLast Updated : 2023-02-28
Read more

Takut Kehilangan

"Jangan nangis, gue cuma keseleo doang, kok. Nggak sampe patah tul--aw, aw, aw!" Kupukul lengannya yang diperban berkali-kali."Makanya jangan pecicilan jadi orang! Sehari aja anteng bisa nggak, sih, Mas? Hobi bener bikin orang jantungan!"Kuseka air mata dengan kasar, lalu kembali memukul kaki dan lengannya.Demi Tuhan saat Doni mengatakan bahwa Mas Fariz kecelakaan tadi, jantungku serasa pindah ke dengkul. Kaget bukan main. Namun, saat bocah itu menjelaskan kalau kecelakaannya melibatkan gedebong pisang ... seketika kekhawatiranku telah berubah menjadi dongkol."Kamu tahu nggak gimana takut dan kagetnya aku saat Doni bilang kamu kecelakaan? Hampir aja anak kita brojol sebelum waktunya! Mananabrak gedebong pisang doang pake pingsan lagi, malu-maluin!" pekikku sembari menumpahkan tangis yang tak bisa kucegah antara kesal dan prihatin."Iya, sorry, Suci Sayang. Gue ngaku salah, gue emang pecicilan. Tapi beneran nggak apa-apa, sumpah. Tadi pingsan juga cuma pura-pura doang, udah kadung
last updateLast Updated : 2023-03-01
Read more

Ngidam

Hari ketiga setelah tragedi gedebong pisang. Aku mendapati Mas Fariz yang jauh lebih manja dari sebelum-sebelumnya. Dia meminta sesuatu yang kadang di luar nalar. Tangannya yang diperban bahkan dijadikan alasan hingga membuatku tak kuasa untuk melontarkan penolakkan. Kaus Mario Bros kesayangannya bahkan tak mau lelaki itu ganti meskipun sudah melekat di tubuhnya lebih dari dua hari, walhasil parfum bercampur keringat itu menguar dari tubuhnya. Untungnya aku tak merasa mual sama sekali. Entah kenapa aroma tubuhnya bahkan kusuka dalam keadaan berkeringat sekalipun.Sejujurnya aku masih tak mengerti, siapa yang hamil sebenarnya?"Ayolah, Ci. Gue pengen banget makan bubur tapi nggak pake bubur. Cuma ayam, kacang, sama kerupuknya aja." Baru saja dibicarakan, pagi ini, di atas ranjang yang masih membungkus tubuh tinggi besarnya dengan selimut tebal. Mas Fariz surah merengek seperti anak kecil yang minta dibelikan mainan.Aku menghela napas panjang, kemudian bertanya."Bubur yang nggak pake
last updateLast Updated : 2023-03-01
Read more
PREV
1
...
34567
...
14
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status