Beranda / Romansa / Balada Duda - Janda / Bab 151 - Bab 160

Semua Bab Balada Duda - Janda: Bab 151 - Bab 160

165 Bab

Extra Part 1 : Mas Taruna

Bel sekolah berbunyi, tepat pukul dua siang. Kayma membereskan buku-bukunya, di ambang pintu sudah berdiri Hesti yang menunggunya untuk bersama pulang. "Ayo," ujar Kayma sambil membenarkan tas punggungnya. "Naik motorku nggak apa-apa kan, Kay?" "Kamu kayak apa aja, Hes ... aku udah terlanjur bilang Bunda pulang sama kamu jadi Pak Soleh ngga aku suruh jemput. Memangnya kenapa naik motor, aku dulu sama—" Kayma terdiam, lagi-lagi ingatannya kembali pada Tama. "Ah lupain aja ... naik motor malah enak banyak angin," ujar Kayma sambil berjalan membuang pandangannya ke depan. "Inget Mas Tama ya? Sudah satu tahun, nggak kerasa ya, Kay." "Hhmm." "Dia benar-benar nggak pernah telpon?" Kayma menggeleng. "Sama sekali?" Kayma mengangguk. "Hhmm ... tapi menghubungi Bunda atau Om Regan? Arsa dan Qiara?" "Iya, kecuali aku ... mungkin memang caranya dia seperti itu. Sudahlah biarkan saja ... lagi pula orangnya udah move on kali, masa mau di paksa inget aku terus," kata Kayma mengambil helm
Baca selengkapnya

Extra Part 2 : Ketemu Lagi

"Yang mana? tanya Hesti penasaran. "Apa sih, Hes?" Kayma berusaha bersikap tak peduli. "Yang mana yang ngajakin ngobrol di toko buku?" "Aku tuh kadang suka nyesel kalo ngasih tau kamu tentang apa-apa," kekeh Kayma. "Yang mana toh, Kay. Jangan bikin penasaran." "Itu yang tengah yang agak lebih tinggi, dan berkulit sedikit lebih putih." "Ya ampun, sudah kuduga pasti yang lebih ganteng," kata Hesti. "Udah Hes jangan diliatin terus," ujar Kayma sambil menunduk malu melihat kelakuan sahabatnya itu. "Eh tapi kita nggak pernah tau loh, Kay." "Enggak pernah tau apa?" "Kalo jodoh kita itu jaraknya ternyata cuma lima sentimeter." "Ngaco ...." "Ora percoyo toh? Contohnya nih, ibu sama bapakku itu tetangga depan rumah." Kayma tertawa mendengar penuturan sahabat itu. Hesti memang selalu berhasil menghiburnya. "Jadi siapa tau, jodohmu atau jodohku ada di ruangan ini." Mata mereka serempak mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Beberapa pengunjung memang terlihat seorang diri asyik
Baca selengkapnya

Extra Part 3 : Perkenalan

"Ayah, Bunda ....""Nah, itu dia ... kemari, Saka," panggil Arkana."Maaf Saka terlambat, tadi sedikit macet di Simpang Lima," ujarnya."Saka kenalkan, ini teman Ayah. Salah satu pengusaha terkenal di Semarang.""Regantara," ujar Regantara menyambut uluran tangan pemuda berbadan tegap itu."Saka, Om," katanya sopan."Ini istri, Om ... Rubi." Regantara memperkenalkan Rubi yang tersenyum pada Saka."Rubi." Uluran tangan Saka di sambut hangat oleh Rubi. "Dan ini anak-anak, Tante," ujar Rubi.Mereka pun saling melempar senyum, tak terkecuali Kayma yang menyempatkan tersenyum lalu kembali menunduk."Yang kedua ini kebetulan tinggal di Semarang, dia sedang pendidikan di Akademi Kepolisian, baru dua tahun ini.""Oh, memilih jalur yang berbeda sepertinya dari ayahnya," ujar Regantara kagum. "Kita orang tua ini kan hanya bisa memberikan dukungan untuk anak-anak, Pak Regan. Sedari dulu saya nggak pernah memaksakan anak harus menjadi apa. Asal mereka tau saja jika harapan kita untuk mereka itu
Baca selengkapnya

Extra Part 4 : Terjebak

"Pagi, Nak," sapa Dimas pagi itu saat melihat Tama sudah berada di ruang makan. "Pagi, Yah." "Mama dimana?" "Keluar tadi dehgan Amara dan Arman, enggak tau Arman tadi kenapa ... agak rewel." "Oh, ya sudah biarkan saja. Oh ya gimana sudah dapat apartemen nya?" "Sudah, Yah ... tipe studio, tapi lumayan murah." "Lingkungannya?" "Sudah Tama survey sih, sejauh ini aman. Katanya banyak mahasiswa juga di sana." "Sebenarnya Ayah dan Mama lebih senang kamu di sini, tapi Ayah nggak bisa mencegah keinginan kamu. Kamu sudah besar, sudah bisa bertanggung jawab dengan apa-apa yang kamu lakukan. Ayah percaya sepenuhnya sama Tama." "Terimakasih Ayah." "Sering-seringlah berkunjung ke rumah, Ayah lebih senang kalo kita menghabiskan weekend bersama." "Pasti, Ayah. Tama usahakan ... hari ini Tama ke apartemen untuk pembayaran dan bertemu dengan pemiliknya lagi." Dimas pun mengangguk menyetujui keputusan Tama yang memilih untuk hidup lebih mandiri. Satu tahun lebih berlalu, Tama sudah banyak be
Baca selengkapnya

Extra Part 5 : Pertemanan

"Makasih ya udah berusaha banget tadi untuk nggak terlihat panik," ujar Ghea dengan tangan menangkup secangkir kopinya. Ya, saat ini Tama dan gadis asing yang berada di lift tadi sudah duduk saling berhadapan di sebuah cafe tidak jauh dari apartemen mereka. "Kalo saya panik, takutnya Mbak jadi ikutan lebih panik lagi," kata Tama. "Kita belum kenalan. Aku Ghea penghuni di lantai tujuh." Ghea mengulurkan tangannya. "Sudah duduk beberapa menit di sini, baru kenalan. Lucu ya kita ...." Tama menyambut uluran tangan Ghea. "Aku Tama, penghuni baru di lantai enam. Senang berkenalan dengan kamu." Tama pun tersenyum. "Bahasa Belanda kamu cukup fasih juga, sudah lama tinggal di Belanda?" "Biasa aja, karena sering mendengar jadi keliatan kayak yang udah fasih. Aku baru satu tahun setengah di sini," jawab Tama. "Oh, lumayan." "Kamu sendiri kuliah?" "Iya, pertukaran pelajar." "Keren." "Apanya?" "Ya menjadi salah satu mahasiswa pertukaran pelajar. Beasiswa?" "Yup. Tapi masih masih berusa
Baca selengkapnya

Extra Part 6 : Saling Mengisi

"Kotaknya tinggal satu, Yah ... nanti biar Tama yang angkat. Ini sudah jam dua siang Ayah harus jemput Amara, kan?"Dimas melirik jam tangannya, sudah hampir dua jam dia menemani Tama mengangkat barang-barang yang dipindahkan ke apartemen baru Tama."Kalo gitu Ayah tinggal, enggak apa-apa, kan?""Aman, Ayah ... semua aman, hanya tinggal satu kotak ini aja. Lusa Tama akan pulang ke rumah Ayah.""Ya sudah, kalo gitu Ayah pulang."Tama melambaikan tangannya pada Dimas, matanya terkesiap pada sosok gadis yang sedang memarkirkan sepedanya. Ghea melambaikan tangan pada Tama, sedikit berlari menghampiri Tama."Hai," sapa Ghea. "Jadi pindah hari ini?"Tama mengangguk, "kotak terakhir," kata Tama menunjuk kotak yang masih berada di bawahnya. "Darimana?""Kampus dong.""Oh, naik sepeda?""Iya, lebih asyik dan hemat ... hehe.""Boleh juga, cuaca di sini lebih asyik memang kemana-mana pake sepeda. Beda denga Indonesia, ya.""Begitulah, tapi Indonesia nggak kalah keren kok sama Belanda."Tama kemb
Baca selengkapnya

Extra Part 7 : Suatu Kebetulan

"Hah? Cowok berseragam ... si Mas-mas Taruna? Serius?" Hesti terkejut saat Kayam menceritakan bahwa dia dan pemuda berseragam bernama Saka saling kenal. "Oh, bapaknya siap namanya?" "Saka." "Nah iya si Saka itu ternyata bapaknya satu komunitas dengan Papa Regan?" "Iya, kemarin sebelum mereka pulang, Papa mengundang keluarga Saja untuk makan siang di resto Bunda." "Ya ampun, Kay. Jodoh emang nggak kemana ya." "Jodoh apaan?" "Jodoh Mas Taruna lah .... Terus ada kelanjutannya?" tanya Hesti penasaran. "Kemarin minta nomer hp." "Aduh duuuh, Kay. Mbok kamu kasih?" "Enggak." "Laaah ... yo ngopi, Kay. Di kasih to yah, emang kenapa sih? Buka hati Kay, anggaplah berteman dulu kan nggak harus pacaran. Emang kamu bisa pastiin Mas Tama di sana nggak punya pacar?" Kayma terdiam, apa pula haknya memikirkan Tama. Bahkan lelaki yang pernah mengisi hatinya itu pun tak pernah sedikitpun menanyakan kabarnya atau sekali saja menelpon untuk mendengar suaranya. "Tapi dia kasih nomer hp nya?" H
Baca selengkapnya

Extra Part 8 : Menginap

"Apa kabar, Kay?" Saka mengulurkan tangannya pada Kayma."Baik," jawab Kayma masih tak percaya lelaki berseragam itu ada di supermarket. "Kok ada di sini?" tanya Kayma sambil mengerutkan keningnya."Mm ... belanja," jawab Saka bohong."Hah?""Aku ... itu, belanja ... iya belanja.""Oh ....""Kamu, sendirian?""Sama Bunda di sana ... oh iya aku butuh butter dan mayonaise." Cepat-cepat Kayma meraih barang yang di minta oleh Rubi. "Saka, maaf ya aku harus pu—""Saka? Wah kebetulan sekali ketemu di sini. Sedang libur tugas?" Rubi berjalan menghampiri mereka."I-iya Tante, libur.""Kapan masuk?""Besok, Tante ....""Kalo gitu ikut Tante, makan malam di rumah, ya.""Tapi—""Tante nggak terima penolakan loh, kamu pulang sekarang juga ngapain, kan libur?""Iya, tapi—"Mata Saka sekilas menatap Kayma, rasanya kemarin saat Rubi menelponnya skenarionya hanya makan malam tidak ada menginap di rumah keluarga mereka."Kay, ayo kita antri di kasir. Saka, bisa minta tolong di dorongan troli nya ya,"
Baca selengkapnya

Extra Part 9 : Membuka Hati

Kayma masih mengenakan piyamanya pagi itu, dia berdiri di sandaran pintu kaca besar yang menghubungkan ruang makan pada taman samping rumah. Suara riuh Qiara yang bersorak tadi membangunkannya. Pandangannya jatuh pada tubuh atletis Saka yang tak mengenakan kaos, hanya dengan celana pendek Tama yang dia berikan semalam. Saka sedang asyik men-dribel bola basket dan mengecoh gerakan Arsa. "Yeay ... Qia tim Abang Saka. Semangat Abang," sorak Qiara. "Abang?" Kayma bergumam. "Eh Kak Kay udah bangun." Qiara menghampiri Kayma lalu menggandeng tangan sang Kakak dan duduk di kursi panjang. "Iya, soalnya kamu berisik," kekeh Kayma sambil mengusak rambut Qiara. Saka menghentikan permainannya, matanya menatap Kayma lalu tersenyum. Tubuh berpenuh peluh itu begitu terlihat silau terkena pantulan matahari. "Qiara kalo udah gede pengen punya pacar kayak Abang, ganteng baik lagi." "Anak kecil, mikirnya." Kayma meraup wajah Qiara. "Emang Kakak nggak suka ya? Kalo Kakak nggak suka nanti Qia bilang
Baca selengkapnya

Extra Part 10 : Masih Ingat Dia

Ghea beranjak dari tempat tidurnya, sudah dua hari ini dia merasakan tubuhnya sedang tidak baik-baik saja, apalagi di tambah dengan halangan yang biasa setiap bulan kaum wanita dapatkan. "Just a minute," ujarnya dengan suara yang sedikit berat. Ghea membukakan pintu apartemennya. Tama sudah berdiri membawa beberapa paper bag makanan. "Masih pagi, Tam ... masuk," ucapnya mempersilahkan Tama untuk masuk. "Aku bawain sarapan pagi," kata Tama yang langsung menuju dapur. "Setelah makan minum obatnya." Tama menyalakan kompor untuk memasak air. Sejak dua hari lalu saat Ghea mengatakan dia sakit, Tama lah yang mondar-mandir memastikan keadaan gadis itu. Maklum saja Ghea adalah perantau luar negara yang tidak mempunyai siapa-siapa. Dan Tama merasa mempunyai kewajiban karena mereka hidup sendiri di negara orang. Ghea menguncir rambutnya hingga tinggi menampakkan leher jenjangnya, dia masih terduduk lemas di sofa. "Di minum teh nya, makan ini." Tama memberikan sebungkus sandwich pada Ghea
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
121314151617
DMCA.com Protection Status