Kebersamaan selalu hal yang patut disyukuri. Sebab di luar sana, beberapa orang menangis karena nggak punya teman melepas tawa. Namun, sama seperti bulan yang melewati berbagai fase, Aika telah bertahan sebaik mungkin. Hari yang dinantikan akhirnya terjadi. Gelak tawa Aika sedari tadi sahut-menyahut dengan Levin. Selera humor keduanya cukup nyambung, padahal cuma sebatas menertawakan hasil-hasil jepretan tadi. “Eh, haha! Liat ini, kamu bisa manyun sampai berapa senti, sih?” Aika menunjuk Levin yang berpose ala bebek. “Wkwkwk, kayak bocah freak banget.” “Dih! Apanya yang freak, ini unyu tau! Emang kamu aja yang boleh gemesin,” gerutu Levin. “Oh, gitu, mau nyaingin aku nih ceritanya?” Aika memancing berdebat. “Woiya dong!” Suara Levin mendadak jadi kayak tikus kejepit demi sok imut. Ia memanyunkan bibir sambil lanjut menggulir layar ponsel Aika. “Ekhem,” Levin berdeham biar suara manly-nya balik lagi. “Kamu pensiun aja imutnya, kecuali sama aku.” “Lah, ngatur?” Levin menoleh. Me
Read more