Waktu terus berjalan tanpa mengenal kata istirahat, dan sebenarnya hari tak lagi pagi walaupun sang mentari tampak malu-malu untuk keluar dari persembunyiannya. Meski begitu, walaupun langit ditutupi awam hitam yang bergumpal, air langit masih enggan untuk menjatuhkan dirinya, menolak untuk menyapa hamparan bumi dengan lapisan tanah gersang yang begitu merindukan hujan. Sebuah rumah berdiri di pinggiran desa, dan dari balik salah satu jendela rumah itu seorang gadis mengintip keluar, mencoba memeriksa apakah hujan sudah turun atau belum. Ditangannya, dia memegang sebuah stoples kaca transparan dengan bibit bunga matahari di dalamnya. Dia tak sabar untuk menanam bibit yang didapatnya sebagai hadiah ulang tahun yang ke-16, namun bibit itu tak akan tumbuh jika hujan tidak turun. “Sean Sayang.” Seseorang membuka pintu kayu kamar, dan seketika aroma manis dari roti yang sedang dipanggang menyusup ke dalam ruangan dengan nuansa putih dan merah muda itu.
Last Updated : 2021-12-27 Read more