Dia mengangguk lemah, memberikan kesan bahwa kalimat-kalimat yang diucapkan sebelumnya sama sekali bukan berasal dari hati terdalam. Hanya suatu kepasrahan pada ketidakmampuan. Mungkin karena dia tidak akan merasa diuntungkan atas kepergianku. "Sekarang begini saja, deh, coba Mbak Ninik tanya, apa Mas Harsa masih mau menjadikan Mbak Ninik istrinya?" tantangku, "Bukannya tadi Mbak disuruh pulang?" Perempuan itu terdiam. Wajahnya kembali tertunduk. Aku tahu dia malu, juga sedang menahan geram. "Tanya juga, saat ini apa Ibu dan Bapak mau menjadikan Mbak Ninik menantu mereka? Dan apa Santi mau menjadikan Mbak kakak ipar?" "Aku gak mau, gak asyik," sambar Santi. Gadis itu memandang Ninik sinis. Lagi, aku mengulum senyum. Suka dengan jawaban gercep Santi. "Terima kasih, San," ucapku. Gadis itu cengengesan senang, "Sami-sami, Mbak," jawabnya. Aku mengg
Read more