Home / Pendekar / Mustika Naga Bumi / Chapter 171 - Chapter 180

All Chapters of Mustika Naga Bumi: Chapter 171 - Chapter 180

268 Chapters

Matinya Wiro Sentiko

"Sudah saatnya mengirimmu menemui Dewa kematian, Orang tua!" Aji mencabut pedang Naga Bumi dari sarungnya. Bilah pedang berwarna hitam yang dipegangnya seketika mengeluarkan aura kemerahan yang begitu panas. "Tidak mungkin! Bagaimana dia bisa menguasai pedang pusaka yang memiliki energi begitu besar?" gumam Wiro Sentiko. Keringatnya mengalir deras, bercampur dengan darahnya yang juga tak henti mengalir dari lukanya.Seingatnya, bisa dihitung dengan jari saja dia mengalami situasi seperti sekarang. Namun semuanya melawan pendekar yang secara umur sudah sangat tua. Tapi kali ini, yang sudah membuatnya menjadi pecundang adalah seorang pendekar muda. Secara perlahan, energi panas yang keluar dari bilah pedang Naga Bumi menekan lelaki tua itu begitu kuat. Bahkan saking kuatnya energi panas yang menerpa tubuhnya, keringat yang mengucur keluar dari tubuhnya seketika mengering. "Selamat bersenang-senang di dalam neraka!" dingin dan
Read more

Sebuah Contoh

Ratih dan ketiga gadis itu akhirnya keluar dari kompleks perguruan aliran hitam tersebut. Selepas itu, Aji berjalan memasuki sebuah ruangan dan mengambil lentera yang masih menyala. Dengan cepat, satu persatu bangunan yang ada di tempat itu terbakar hebat. Aji tidak menyisakan satu pun bangunan yang dibiarkannya berdiri tanpa ada api yang menyelimuti. Dari luar, lelaki tampan itu bersama Ratih dan ketiga gadis lainnya, memandang lautan api yang berkobar hebat. Mayoritas bangunan yang terbuat dari kayu, dan ditambah angin yang berhembus kencang, membuat kobaran api secara cepat melalap habis komplek perguruan aliran itu .Setelah dipastikan tidak ada lagi bangunan yang bisa dimanfaatkan, mereka pun beranjak pergi untuk mengambil kuda hitam yang sejak semalam terikat di sebuah pohon kecil. "Di mana rumah kalian? Apa jauh dari hutan ini?" tanya Ratih, di sela-sela mereka berjalan. Salah satu gadis berinisiatif menjawab untuk me
Read more

Membantu Pendekar Tua

Malam itu, Aji dan Ratih menginap di rumah besar gadis yang telah mereka berdua selamatkan. Setidaknya untuk malam itu mereka bisa tidur dengan nyenyak hingga keesokan paginya. Suara ayam jantan yang berkokok bersahutan di pagi hari, seolah menjadi pertanda aktifnya kembali kehidupan di bumi. Seiring dengan pancaran sinar sang Surya yang menghangatkan Bumi, aktifitas manusia pun kembali berulang seperti sebelum-sebelumnya. Begitu juga dengan Aji dan Ratih. Mereka berdua terbangun dari tidurnya, setelah suara ayam jantan yang bernyanyi merdu menerobos masuk ke dalam gendang telinga.Setelah sarapan bersama pemilik rumah, Mereka berdua kembali melanjutkan perjalanan menuju gunung Merapi. Tanpa mereka berdua sadari, di saat sarapan bersama tadi, si juragan kaya memberi perintah kepada istrinya untuk memasukan dua kantong koin emas ke dalam bungkusan kain yang selalu dibawa Aji dan Ratih.Dalam pikiran lelaki setengah baya tersebut, mungkin saja k
Read more

Pertarungan Awal

"Pertanyaan klasik." Aji tertawa kecil seraya memandang keempat orang berbaju merah yang menatapnya penuh amarah. "Kalau tidak ingin aku ikut campur, kalian jangan main keroyok seperti itu! Apa kalian tidak malu mengeroyok orang tua seperti beliau?  Dan lagi, apa bagaimana tanggapan keluarga kalian jika tahu "Jika mereka tahu kalau kalian tidak ubahnya banci yang beraninya hanya kepada lelaki tua?" "Bedebah! Apa kau baru saja muncul di dunia persilatan hingga tidak mengenal kami empat Pendekar Celurit Merah? Melawan siapapun, kami akan tetap berempat sesuai julukan kami!" sahut seorang dari mereka. "Hahaha ...! Kalian ini sebenarnya tak lebih dari 4 orang banci. Kalian bergabung karena takut untuk berdiri sendiri, bukan? Kalau kalian lelaki sejati, beranikah melawan beliau sendiri-sendiri?" Cibiran yang dilakukan Aji membuat keempat orang berpakaian merah itu saling berpandangan satu sama lain. Mereka tidak mungkin memenuhi permintaan lela
Read more

Serangan Tipuan

Empat orang pendekar Celurit merah kembali bergerak dengan cepat seperti tadi. Aji  kemudian menggunakan ajian langkah angin dan bergerak lebih cepat dari pada mereka. "Bagaimana dia bisa bergerak secepat itu?Percepat gerakan, kita tutup langkah dia!" salah seorang dari mereka berseru memberi perintah.Mereka berempat kemudian mengalirkan tenaga dalamnya masing-masing, dan bergerak cepat mengimbangi pergerakan Aji. Pertarungan seperti kelebatan bayangan pun terjadi dengan begitu cepat. Para penduduk yang mengetahui pertarungan itu hanya berani melihat dari jarak jauh. Mereka takut terkena dampak pertarungan yang sedang terjadi. Sudah lebih dari 100 kali serangan terjadi. Namun serangan Aji belum sekalipun bisa mengenai tubuh lawannya. Dia kemudian menambah lagi kecepatannya dan berbalik menekan lawannya. Seorang pendekar Celurit merah terkena sambaran cakar Aji di punggungnya. Darah mulai merembes keluar membasahi pakai
Read more

Pilihan Sulit

Serangan mereka yang tidak lagi menggunakan formasi, bisa dipatahkan Aji dengan mudah. Tebasan dan ayunan Celurit besar yang mereka gunakan untuk membuka pertahanan Aji, selalu bisa terbaca arah gerakannya. Dan itu membuat emosi ketiganya semakin meningkat. Jika ditilik dari kemampuan, Lodra dan Ki Ageng secara kekuatan masih lebih tinggi dari pada mereka berempat. Satu yang mereka tidak sadari, sengaja Aji membiarkan beberapa kali tubuhnya terkena serangan karena bertujuan untuk meninggikan kepercayaan diri yang mereka berempat miliki. Dalam pengalaman yang selama ini sudah dia dapatkan dalam setiap pertarungan, rasa percaya diri yang berlebihan bisa membuat seorang pendekar meremehkan lawannya. Dan itu sangat berpotensi bisa menjadi bumerang yang akan menyerang dirinya sendiri. Taktik ittulah yang tadi dilakukan Aji selama pertarungan. Dan terbukti, ketika pikiran mereka dibalut kepercayaan diri yang begitu tinggi, dua orang dari pendekar Cel
Read more

Terpukul

"Kau terlalu lama berpikir!" Aji mendengus kesal. Dalam sepersekian detik berikutnya, tiba-tiba terdengar suara mengerang kesakitan dan disusul ambruknya seorang pendekar Celurit Merah yang tersisa. Tanpa disadari siapapun, lelaki tampan itu melesatkan tongkat bambu kuning di tangannya dengan begitu cepat. Dengan tepat, tongkat bambu kuning itu menembus jantung lelaki yang berada tidak jauh di depannya.Aji berjalan mendekati lelaki yang sudah tergeletak tak bernyawa itu dan mencabut tongkat bambu kuning yang masih tertancap di jantungnya.Sementara satu orang yang masih hidup tapi mengalami luka berat, hanya bisa menatap teman-temannya yang sudah tewas. Dia merasa sudah tidak ada gunanya lagi untuk hidup lebih lama. Dan keputusan tragis pun harus diambilnya. Dia menggorok lehernya sendiri hingga tewas di tempat. Aji tidak bisa berbuat apa-apa dengan keputusan lelaki itu. Padahal sedianya dia perlu informasi sedikit dengan bertany
Read more

Pembalasan Awal

"Jikalau ada orang yang paling bersedih karena kehilangan Kakek Prayoga, akulah orangnya. Selain karena beliau yang sudah menyelamatkan aku dari kematian, beliau juga yang mengajari agar aku bisa menjadi pribadi yang berguna buat orang lain. Dan berkat berbagai ilmu yang beliau berikan kepadaku, aku bisa menjadi seperti sekarang ini. Jasa Kakek Prayoga tidak akan bisa tergantikan buatku," ucap Aji. Meski terpukul dengan kehilangan sosok yang begitu berarti buatnya, tapi dia tidak mau terpuruk dalam kesedihan. Dia sadar jika nyawa manusia hanyalah titipan semata, dan jika pemiliknya menginginkan kembali, maka dia berhak mengambilnya kapan saja.  Sakuntala menghela napasnya. Dia paham benar kesedihan yang dirasakan lelaki tampan di depannya itu. "Oh, iya ... Namaku Sakuntala. Kalau tidak salah, namamu Aji, bukan? Prayoga sebelum meninggal sempat menyebut namamu.""Benar, Kek ... Namaku Aji, dah dia, Ratih, Istriku." Sakuntala mengangguk da
Read more

Sakuntala Melawan Darmo Jagal

Lelaki tampan itu kemudian menoleh kepada Ratih, "Kau di sini saja dan jaga kuda kita. Tapi jika ada anggota mereka yang datang ke sini, kau bebas membunuh mereka!"Ratih tersenyum lalu mengangguk. "Kakang tidak perlu kuatir. aku bisa menjaga diri jika hanya melawan kroco-kroco seperti mereka," jawabnya.Aji mengangguk. Dia lalu mengalihkan pandangannya kepada puluhan anggota aliran hitam yang sudah bersiap untuk menyerang. Sakuntala memandang heran kepada Aji yang tidak juga mengeluarkan pedangnya. "Kau tidak memakai senjata?"Aji tersenyum kecil sebelum menjawab, "Aku akan memakai senjata mereka untuk membunuh mereka sendiri, Kek." "Kau terlalu nekat, Aji," kata Sakuntala seraya menggelengkan kepalanya.Aji hanya tersenyum menanggapi ucapan Sakuntala. Dia kembali memandang puluhan anggota aliran hitam untuk menganalisa senjata mana yang akan dia rebut pertama kali.Sakuntala dan Darmo Jagal kemudian bergerak menjauh untu
Read more

Kematian Darmo Jagal

Lelaki tua itu terjungkal ke tanah dengan begitu keras. Kebanggaannya selama ini kembali diruntuhkan oleh musuh lamanya."Bangunlah, Darmo Jagal! Aku tahu kau belum mengeluarkan sepenuhnya kemampuanmu!" ucap Sakuntala keras dan sedikit dibumbui cibiran  Darmo Jagal bangkit sambil menahan rasa malunya. Yang ada di pikirannya hanya rasa benci dan marah yang membuncah."Kau akan menyesal karena memberiku kesempatan, Sakuntala!" desisnya.Sakuntala terkekeh mendengar ancaman tersebut, "Baguslah kalau kau masih punya nyali, Darmo Codet," cibirnya. Dia menyelipkan kembali tongkat bambunya karena merasa sudah tidak lagi membutuhkannya.Satya merasa sangat terhina karena masih diberi kesempatan untuk melawan. Dia akhirnya menggunakan tenaga dalamnya yang tersisa untuk menarik energi panas yang ada di sekitarnya. Tidak lama kemudian, angin panas menderu dari berbagai penjuru dan berpusat di tubuhnya. Sakuntala te
Read more
PREV
1
...
1617181920
...
27
DMCA.com Protection Status